ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 1 Agustus 2021

MENCARI UPAH ATAU MENGERJAKAN UPAH

Pernahkah kita mendengar sebuah ungkapan “ada udang di balik batu”? Saya rasa ungkapan ini sering kita dengar atau ucapkan ketika mengetahui niat dari perbuatan seseorang. Biasanya ungkapan tersebut hadir dalam sebuah relasi pertemanan atau pacaran, hal ini menunjukkan adanya rasa kecewa. Rasa kecewa tersebut muncul akibat relasi yang dibangun memiliki motif atau tujuan terselubung. Motif yang ada hanya menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya. Realita kehidupan ini kadang juga dibawa dalam kehidupan iman kita. Kadang orang Kristen pun memiliki motif dalam mengikut Tuhan. Banyak yang berfikir bahwa ketika mengikut Tuhan semua masalah akan beres, tidak ada ratap tangis, dan hidup melimpah. Akan tetapi, nyatanya hidup di dalam Tuhan tidak mudah dan memiliki jalan yang terjal.

Injil Matius mencatat sebuah kisah tentang Tuhan Yesus Kristus yang sedang memberikan gambaran tentang hidup di dalam-Nya. Matius 10:40-42 menjelaskan bagimanapun sulitnya menjalani hidup di dalam Tuhan, Ia selalu menepati janji-Nya. Janji Tuhan selalu ditepati yaitu penyertaanNya tidak pernah putus di dalam kehidupan orang-orang yang berpegang padaNya. Orang-orang yang mendengar penjelasan tersebut diajak untuk melihat lebih luas bahwa hidup mengikut Tuhan tidaklah mudah tetapi Ia setia untuk menyertai. Tuhan pun menyegarkan pikiran mereka dengan menggeser makna upah yang sering diartikan sebagai sebuah hak, namun sekarang dapat dimaknai sebuah kewajiban. Upah yang adalah janji Tuhan untuk menyertai dan menyelamatkan perlu dikerjakan oleh orang-orang percaya dalam bentuk mewartakan Injil bagi setiap orang dalam kondisi apapun.

Kisah Tuhan Yesus Kristus yang mengajak orang untuk memahami tentang sulit dan berat hidup di dalam Dia, membuat kita mengevaluasi kehidupan beriman kita. Apakah selama ini kita beriman karena ada motif? Apakah kita hanya mendambakan hidup yang nyaman? Atau apakah kita menuntut upah ketika hidup di dalam Tuhan? Pertanyaan tersebut membawa kita pada suatu perenungan tentang “upah” yang dicari dalam hidup bersama Tuhan. Upah yang kita cari adalah sebuah hak atau sebuah kewajiban yang perlu diteruskan. Biarlah kita dapat kembali memeriksa kehidupan beriman yang sampai hari ini dijalani bersama dengan Tuhan.

“Upah di dalamTuhan bukan sebuah hak melainkan kewajiban yang perlu dikerjakan.”

Galvin T. Bartianus


Minggu, 8 Agustus 2021

MERANGKAI PERBEDAAN, MEWUJUDKAN PERSATUAN

Bulan Agustus menjadi salah satu momen bersejarah dalam perjalanan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Setiap orang Indonesia pasti tahu bulan ini mau mengingatkan tentang sejarah perebutan kemerdekaan dari tangan penjajah. Indonesia menjadi bangsa yang cukup menarik karena mampu menyatukan berbagai macam kebudayaan, suku, ras, dan agama. Setiap daerah yang berusaha melepaskan diri dari penjajahan diikat dalam sebuah kebersamaan yaitu Indonesia. Tidak memandang apa agama, suku, dan ras, semua orang mengeratkan diri dalam satu identitas yaitu Indonesia. Peristiwa ini cukup menarik karena Indonesia menjadi pengikat semua orang untuk hidup bersama mewujudkan keharmonisan di tanah Ibu Pertiwi.

Orang Kristen sebagai bagian dari masyarakat Indonesia diajak untuk mampu berperan menjaga persatuan yang sudah Tuhan berikan. Tuhan Yesus Kristus dalam perjalanan pelayananNya pernah mendoakan para murid untuk dapat menjaga keutuhan. Yohanes 17:20-23 mencatat bahwa Ia menginginkan muridNya bersatu dan menjaga keutuhan yang telah terbentuk. Tuhan Yesus Kristus menyadari bahwa murid-Nya merupakan kumpulan dari orang-orang yang berbeda. Perbedaan yang dimiliki para murid mampu Tuhan lebur dengan kasih yang Ia miliki. Para murid tidak kehilangan identitas tetapi mampu terus berdiri bersama di dalam kasih yang mengikat mereka. Doa Tuhan Yesus Kristus ini juga menjadi pengingat bagi orang Kristen yang ada di Indonesia untuk terus menjaga persatuan yang Tuhan anugerahkan.

Persatuan yang menjadi semangat orang Indonesia ternyata juga menjadi salah satu pengajaran yang Tuhan Yesus Kristus wariskan bagi kita. Kita diajak mampu terus menjaga persatuan walaupun berada dalam perbedaan. Perbedaan bukan sebagai penghalang namun dapat dijadikan peluang untuk saling mengisi ruang dalam diri. Persatuan dapat terwujud ketika setiap kita mau merangkai perbedaan yang ada, pesan ini yang dapat kita gaungkan agar banyak orang yang terus terlibat.

Galvin T. Bartianus


Minggu, 15 Agustus 2021

PEMAHAMAN TENTANG TUHAN
Yohanes 18 : 34-37

Dewasa ini, banyak orang mempertanyakan tentang keberadaan Tuhan sehingga tidak sedikit yang akhirnya memikirkan ulang tentang Tuhan. Dalam kehidupan modern sekarang banyak orang tidak terlalu meyakini adanya sosok Tuhan dalam kehidupan, bahkan ada yang beranggapan bahwa Tuhan hanya sebuah dongeng belaka. Pemikiran tersebut banyak muncul diakibatkan berkembangnya ilmu pengetahuan yang membuat manusia merasa mampu hidup sendiri tanpa Tuhan. Peristiwa ini menunjukkan sebuah problem dalam kehidupan beriman. Tidak sedikit, orang percaya juga menjadi undur dalam kehidupan bergereja karena banyak paham-paham yang berkembang untuk menentang keberadaan Tuhan. Itulah sebabnya, pemahaman tentang Tuhan perlu disegarkan kembali agar orang Kristen masa kini mampu tetap hidup dalam imannya di tengah perubahan zaman.

Injil Yohanes 18:34-37, mengisahkan tentang percakapan Tuhan Yesus Kristus dengan Pilatus. Percakapan tersebut menunjukkan kebingungan Pilatus tentang status Tuhan Yesus Kristus, Ia adalah raja atau bukan. Kebingungan ini membuat Tuhan Yesus Kristus mengajak Pilatus untuk berfikir dan menimbang pemahamannya tentang raja yang ada di dunia dengan yang di sorga. Akan tetapi, Pilatus tidak mampu memahami bahwa Tuhan Yesus Kristus bukan sekedar raja di dunia melainkan raja dari segala raja. Tuhan Yesus Kristus menutup kebingungan yang terjadi dengan memberikan sebuah penekanan tentang kehadiranNya, pelayananNya, dan kebenaranNya yang menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan. Ia menekankan hal itu karena pemahaman tentang Tuhan bukan hanya melalui logika tetapi juga perlu hati yang mampu merasakanNya.

Penekanan Tuhan Yesus Kristus kepada Pilatus tentang karya penyelamatanNya, ingin mengingatkan bahwa dalam beriman seorang tidak hanya membutuhkan sebuah akal tetapi juga hati. Pelayanan kasih yang Tuhan Yesus Kristus kerjakan melampaui segala akal manusia tetapi menyentuh kehidupan manusia. Banyak orang Yahudi dahulu membayangkan dan memahami sosok yang akan menyelamatkan mereka ialah orang yang gagah berani dan berasal dari keturunan raja. Akan tetapi, Tuhan Yesus Kristus hadir melalui sebuah kesederhanaan yang merangkul setiap orang di dalamNya. Tidak pernah terpikirkan yang Tuhan kerjakan dalam kehidupan manusia tetapi dapat kita rasakan setiap karyaNya.

Pemahaman tentang Tuhan tidak hanya dapat dicari melalui logika, buku-buku teologi, dan media social. Keberadaan Tuhan melampaui itu semua, Ia hadir dekat dengan kehidupan kita. Pemahaman tentang Tuhan yang hadir dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam bagian terkecil hidup kita perlu dibangkitkan kembali. Pemahaman ini menolong kita untuk mampu melihat karya kasihNya dalam sepanjang hidup kita. Melalui pemahaman ini juga, orang Kristen mampu menghadapi segala perkembangan dunia dan mampu menyikapinya dengan bijak. Itu semua dapat terwujud ketika kita mampu mengalami Tuhan dalam kehidupan kita sehari hari.

Selamat memahami Tuhan melalui setiap karya kasihNya yang engkau temui setiap hari dalam hidupmu.

Galvin T. Bartianus


Minggu, 22 Agustus 2021

HUT GKI: MENGHADAPI TANTANGAN

Dewasa ini, sulit sekali menemukan orang yang mau keluar dari zona nyamannya menuju keluar untuk berhadapan dengan sebuah tantangan. Banyak orang memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman karena ini berkaitan dengan dirinya. Sikap egosentris ini memaksa banyak orang enggan untuk memberi diri dan masuk dalam realita kehidupan. Perilaku yang berkembang pada masa kini, pernah juga dialami oleh seorang St. Ignasius Loyola. Loyola muda pernah menjadi orang yang egosentris dengan tidak memikirkan yang lain dalam hidupnya. Ia hanya memikirkan dirinya untuk mendapatkan sebuah kehormatan. Namun, dalam ambisi yang besar tersebut ia malah mendapatkan peristiwa yang mengubah cara pandangnya. Ia yang ikut berperang terkena meriam di bagian kakinya, peristiwa ini membuatnya memahami bahwa Tuhan tidak hanya mematahkan kakinya tetapi juga semua ambisinya. Pengalaman ini mengubahkan Loyola untuk tidak menjadi egosentris tetapi mampu memikirkan yang lain.

Menghadapi tantangan bukanlah perkara yang mudah dalam kehidupan, seringkali kita terjebak pada keinginan pribadi sehingga menghindari tantangan. Tantangan yang dihadapi saat ini ialah bergereja tanpa tembok pembatas. Gereja saat ini dapat terus diakses dengan mudah melalui YouTube atau yang lainnya. Realita saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi GKI yang perlu hadir di tengah situasi ini. Pertanyaannya bagi kita (GKI), “mengapa kesulitan dan tantangan ini perlu terjadi dalam kehidupan gereja saat ini?” Tetapi, sebagai orang yang telah menerima Tuhan Yesus Kristus kita diajak untuk mampu melewatinya dengan sikap yang sigap. Kisah dari Loyola muda memberikan kita sebuah sudut pandang lain yaitu tantangan yang diterima dapat mengubahkan gereja untuk dapat menyelami karya Tuhan dalam kehidupan ini. Pesan ini juga yang Tuhan Yesus Kristus berikan untuk muridNya yang belum benar-benar memahami karyaNya.

Kisah Tuhan Yesus Kristus yang dimuliakan di atas gunung menjadi fokus kita dalam menghayati hari-hari menjelang Paskah. Matius 17:1-9, menunjukkan peristiwa yang tidak dipahami oleh para murid yang selama ini bersama dengan Dia. Dalam peristiwa tersebut mereka melihat Tuhan Yesus Kristus bercahaya dan nampak juga Musa dan Elia dalam penglihatan mereka. Jika melihat melalui cara pandang murid Tuhan yang berlatar belakang Yahudi, bercahaya merupakan sebuah tanda akan kemuliaan Tuhan yang hadir dan kehadiran Musa serta Elia membangkitkan memori mereka tentang orang-orang berpengaruh dalam kehidupan orang Yahudi. Sikap yang diambil oleh Petrus ketika melihat peristiwa tersebut ialah ingin membuat kemah. Kemah yang ingin dibuat Petrus bertujuan untuk menahan kemuliaan untuk dirinya dan bangsanya yang membutuhkan pembebasan. Petrus menyangka bahwa Tuhan Yesus Kristus akan menjadi pembebas mereka dari keterjajahan. Akan tetapi, Tuhan Yesus Kristus lebih memilih jalan penderitaan untuk menyatakan karya penyelamatanNya untuk dunia.

Jalan yang penuh tantangan menjadi pilihan Tuhan Yesus Kristus dalam menyatakan karyaNya. Cara pandang seperti itu yang mungkin sulit diterima oleh kebanyakan orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Tuhan Yesus Kristus ingin menegaskan bahwa IA hadir untuk semua ciptaan sehingga perlu menyerahkan diriNya untuk keselamatan dunia. Tantangan yang penuh dengan kesulitan menjadi cara Tuhan menunjukkan kasihNya yang besar kepada manusia. Akan tetapi, kita selalu ingin berada dalam zona nyaman yang memudahkan dan sedikit tantangan.

Ada sebuah potongan doa dari seorang jenderal yang beranama Douglas MacArthur yang berbunyi “Ya, Tuhan bimbinglah ia. Bukan di jalan yang mudah dan lemah. Tetapi di jalan yang penuh tempaan, tantangan dan kesulitan. Ajarilah ia, agar puteraku sanggup berdiri teguh di tengah badai dan berbelah kasih kepada mereka yang jatuh”. Sepenggal doa yang diberikan Jenderal Arthur untuk anaknya menunjukkan sebuah sikap siaga dalam menghadapi tantangan karena ia tahu ada Tuhan dalam kehidupan. Mampukah kita untuk Siaga Dalam Menghadapi Tantangan Kehidupan?

Tantangan yang dihadapi oleh gereja saat ini bukanlah sebuah petaka yang harus ditangisi terus. Melalui tantangan hari ini, gereja diajak untuk bergerak maju demi memberikan pelayanan yang mampu menjawab kebutuhan umat. GKI hari ini berulang tahun, artinya sudah banyak tantangan yang sudah dilewati selama ini. Tuhan akan selalu menyertai perjalanan kehidupan GKI sebagai gereja yang terus hadir di tengah tantangan kehidupan.

Galvin T. Bartianus


Minggu, 29 Agustus 2021

MENGHADAPI TANTANGAN IMAN

Perkembangan teknologi pada masa kini semakin cepat sehingga menyebabkan banyak informasi yang di dapat tanpa adanya filter. Akibat peristiwa ini, banyak orang yang hanya menggunakan akalnya dalam memahami kejadian dan tantangan dalam hidup. Banyaknya informasi yang diterima membuat manusia juga merasa mampu menyelesaikan semua masalah seorang diri tanpa butuh bantuan dari pihak mana pun. Realita ini sungguh ironi karena manusia mulai meninggalkan rasa kebergantungan kepada Tuhan dalam menghadapi setiap tantangan. Tidak hanya itu, peristiwa ini ialah sebuah tantangan iman di jaman modern yang membenturkan logika dengan iman. Tantangan iman tentu perlu dihadapi oleh diri yang sigap. Oleh karena itu, kisah Tuhan Yesus Kristus yang dicobai di padang gurun menjadi pembahasan yang akan menolong untuk memiliki sikap sigap dalam menghadapi tantangan iman.

Matius 4 : 1-11 mencatat sebuah kisah tentang Tuhan Yesus Kristus yang dicobai di padang gurun. Mungkin peristiwa ini membingungkan karena Tuhan Yesus dicobai oleh iblis, tetapi melalui kisah ini Ia ingin menunjukkan posisiNya dalam menyatakan diri di tengah semua ciptaan. Dalam ketiga cobaan yang diberikan oleh iblis Tuhan Yesus mampu bertahan dengan berbagai godaan. Pertama Ia diberikan cobaan yang berkaitan dengan hal jasmani yaitu mengubah batu menjadi roti. Hal ini dikarenakan iblis tahu bahwa Ia puasa selama 40 hari. Kedua ialah berkaitan dengan kesombongan dengan berusaha supaya Tuhan Yesus mau menunjukkan kekuasaanNya. Ketiga ialah berkaitan dengan memberikan kuasa dan ketenaran duniawi yang akan diberikan kepadaNya. Dari ketiga godaan tersebut tidak ada satupun yang dapat menggoyahkan diriNya. Mengapa Tuhan Yesus Kristus tidak dapat digoyahkan?

Pertanyaan di atas mungkin dapat dijawab dengan mengatakan bahwa Ia adalah Tuhan tetapi jawaban tersebut tidak lengkap. Tuhan Yesus Kristus tidak mudah goyah karena Ia memiliki fokus dan taat dalam menjalani karyaNya. Ia tahu bahwa tugasNya di dunia bukan hanya masalah perut saja, kesombongan, dan ketenaran semata tetapi untuk menyelamatkan semua manusia. Sikap yang fokus dan taat inilah yang menyebabkanNya sigap dengan tantangan iman.

Tantangan iman pada masa kini yang didominasi oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat dan laju informasi tanpa filter. Memaksa kita memiliki filter pribadi untuk mampu menyaring setiap informasi yang ada. Memiliki iman yang fokus dan taat kepada Tuhan akan membuat kita menjadi sigap dalam menghadapi tantangan iman oleh perkembangan teknologi.

Galvin T. Bartianus