ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 3 Januari 2021

SANG TERANG MEMBERI PENGHARAPAN BARU
(Yohanes 1:1-18)

Apa yang saudara harapkan saat bangun pagi? Sinar matahari. Ya sinar matahari menandakan kepada kita bukan hanya hari yang baru. Sinar matahari yang bersinar cerah memberikan tanda bahwa hari akan cerah. Hari-hari yang diwarnai mendung dan hujan menjadi berbeda saat kita melihat sinat matahari bersinar cerah. Inilah yang diwartakan Yohanes tentang kedatangan Kristus. Kristus Sang Terang adalah harapan yang nyata bagi manusia yang hidup dalam kegelapan. Tahun 2021 bukan hanya ditandai dengan berubahnya angka dari 2020 menjadi 2021. Hal yang memberi kita kekuatan dan pengharapan adalah hadirnya Kristus, Sang Terang Dunia yang menerangi hidup manusia.

Yesus, Sang Terang Dunia datang dari Allah, yang menciptakan dunia. Dunia yang Allah ciptakan “dengan sungguh amat baik” telah berubah menjadi tempat yang diliputi kegelapan. Manusia tidak lagi hidup seperti yang Allah inginkan. Manusia telah melangkah jauh dari apa yang seharusnya menjadi tujuannya. Dosa telah membawa manusia gagal dalam menghidupi apa yang Allah percayakan kepadanya. Manusia menjadi makluk yang menakutkan bagi sesamanya. Manusia seringkali menjadi sumber keputusasaan karena berbagai kegagalan dan kelemahan yang menyelimuti hidupnya. Allah datang dalam Kristus untuk membawa kembali manusia kepada hidup yang benar. Hidup yang terarah kepada Allah.

Tetapi apa yang terjadi. Dunia tidak mengenalnya. Inilah kegelapan yang sangat gelap. Dunia dan manusia tidak lagi mengenal pencipta-Nya. bagaimana ini bisa terjadi? Manusia telah lama hidup dalam kegelapan, terpisah dari Allah. maka saat Allah datang dalam Yesus, Sang Terang, sulit bagi manusia untuk meninggalkan kegelapan yang telah menguasai dirinya. Dunia telah nyaman dengan cara hidupnya yang jauh dari Allah. Tidak mengherankan bila mereka tidak mengenal dan menolak Allah yang datang di tengah mereka (ayat 11). Apakah Saudara sering menolak Allah yang ingin mengubah hidup Saudara?

Pengharapan akan hidup yang berubah, yaitu kembali menjadi anak-anak Allah (ayat 12) terbuka bagi setiap orang yang menerima Sang Terang dalam hidupnya. Hidup yang bersedia berubah dan diubah. Hidup di dunia tetapi dengan hati yang tertuju pada Allah. Hidup di tengah pergulatan hidup dan ketidakpastian yang seringkali memudarkan pengharapan, tetapi terus melangkah dalam terangNya. Hidup yang berat tetapi terus menjadi saksi kemuliaan-Nya.

Selamat memasuki tahun 2021 dengan berpengharapan kepada Kristus, Sang Terang Dunia. Di dalam kasihNya pengharapan menyertai setiap langkah hidup kita. Gelap bukan lagi hal yang menakutkan karena kita dipandu terang Kristus.

Forum Pendeta


Minggu, 10 Januari 2021

MENGUBAH KEBIASAAN

“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat
kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:14)

Pandemi Covid-19 memaksa manusia untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan lama dan diganti dengan kebiasaan-kebiasaan baru. Hal ini bukan perkara mudah karena banyak orang sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi bagian hidup yang sulit diubah dan ditinggalkan. Misalnya: berkumpul, pergi bersama, jarang mencuci tangan, berbagi makan dan minum saat makan bersama, menyentuh wajah, berbicara dalam jarak dekat. Semua itu sudah menjadi kebiasaan bahkan gerak refleks dari tangan kita. Maka saat kita harus membiasakan diri: memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, tidak berbagi makanan dan alat makan, membersihkan hidung, menyentuh mulut, hidung dan mata (wajah), membatasi diri dalam bepergian. Ini menjadi hal yang sulit. Pemerintah harus menerapkan PSBB, penjagaan dan pengetatan di berbagai sarana publik, berbagai macam tes untuk memastikan seseorang sehat bahkan menerapkan sanksi dan hukuman. Semua itu harus dilakukan dan diterapkan karena banyak orang sulit untuk mengendalikan dirinya dan melakukan semua kebiasaan baru itu dengan kesadaran. Bagaimana dengan Saudara, apakah untuk melakukan semua yang baik dan benar masih harus dipaksa?

Bagi orang beriman, perubahan dalam hidup adalah hal yang penting dan mendasar. Tanpa adanya kesadaran akan hal ini, maka semua kegiatan keagamaan dan berbagai ritual ibadah hanya akan menjadi penghias hidup jasmani. Berbagai pengakuan yang kita ungkapan dan ucapkan berhubungan dengan iman, hanya akan menghadirkan keindahan dalam panca indera tanpa mengubahkan kualitas hidup. Gelapnya pikiran, tindakan dan isi hati seakan-akan tidak tersentuh oleh terang Kritus: yang kelahiran-Nya kita peringati. Juga kemuliaan yang seharusnya terpancar dalam hidup tidak kunjung terpancar. Mengapa, karena kita tidak bersedia memiliki hidup yang berkenan kepada-Nya. Sejauh mana Saudara mengalami kehadiran Allah (Firman yang telah menjadi manusia) dan mengubahkan hidup Saudara?

Tahun baru 2021 telah kita masuki dan akan terus berjalan. Apakah Saudara siap atau tidak? Apakah Saudara belajar dari dari pengalaman di tahun 2020 yang “ditemani” pandemi Covid-19 untuk menjadi lebih waspada, hati-hati dan semakin berserah kepada Tuhan? Ataukah Saudara memilih untuk hidup dalam ketakutan, acuh dengan berbagai aturan dan menjauh dari Tuhan? Pandemi Covid-19 mengajarkan betapa rapuhnya hidup manusia. Semua kebanggaan manusia runtuh dan harus disusun ulang, seperti menara Babel. Pada saat seperti itu kita diingatkan akan “kasih karunia demi kasih karunia” dari Kristus (Yohanes 1:16). Ini yang memampukan kita terus melangkah dalam pengharapan dan keyakinan. Kita manusia yang rapuh, tetapi kasih karunia-Nya tidak pernah berhenti menyertai setiap langkah hidup. Bagaimana agar kasih karunia itu sungguh-sungguh dapat Saudara rasakan dalam hidup? Hiduplah bersama dan di dalam Sang Terang yaitu Yesus Kristus. Jangan hanya berhenti pada indahnya baju keagamaan, syahdunya ritual peribadatan atau megahnya perayaan. Tundukkan diri dan bukalah hati. Hidup dan berubah bersama Sang Firman, menapaki langkah peziarahan sebagai pengikut Sang Terang.

Forum Pendeta


Minggu, 17 Januari 2021

HIDUP YANG BERTUMBUH

“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”
(2 Timotius 3:16-17)

Pada awal masa pandemi, pemerintah menerapkan protokol kesehatan bagi rakyat dalam kehidupan setiap hari. Protokol yang diterapkan dikenal dengan gerakan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan menjaga jarak). Ternyata tidak mudah untuk mendidik orang untuk menerapkan dengan benar protokol kesehatan ini, orang seringkali hanya ”ala kadarnya” dalam menerapkan semua aturan kesehatan itu. Tidak mengherankan bila penularan Covid-19 tidak semakin berkurang, tetapi justru semakin bertambah. Sebagai reaksi atas semua itu, maka protokol kesehatan bukan lagi 3M tetapi 5M (menghindari kerumunan dan mengurangi perjalanan) adalah tambahan untuk 3M di atas. Apakah ini akan berhasil?

Hidup manusia senantiasa diperhadapkan dengan pilihan. Semua pilihan memberi konsekuensi bagi hidupnya. Manusia bisa belajar dari berbagai pengalaman, baik pengalamannya sendiri maupun pengalaman orang lain sebagai referensi untuk berbagai pilihan dalam hidupnya. Satu dari sekian banyak referensi bisa didapatkan dari firman Tuhan. Firman Tuhan yang seharusnya dipandang, dipahami dan dimengerti sebagai cara Tuhan untuk membuat manusia memiliki kehidupan yang benar. Bukan sebagai penjara atau aturan yang membatasi kebebasannya. Bila manusia memahami dan mengerti maksud Allah ini, maka ketaatan bukanlah keterpaksaan, tetapi kesadaran dari pilihannya: ini baik untuk saya.

Inilah yang Paulus sampaikan kepada Timotius. Pilihan untuk percaya kepada Kristus dan hidup dalam kebenaran bukanlah tanpa konsekuensi. Paulus mengajak Timotius untuk mengingat Kitab Suci yang dikenalnya sejak kecil dan menjadi dasar hidupnya. Kitab Suci yang berisi Firman Tuhan itu berguna: mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan (mengubah sifat), mendidik orang dalam kebenaran (4MK). Ini semua Allah maksudkan agar manusia hidup sebagai “manusia kepunyaan Allah.” Manusia yang memiliki integritas, sehingga bersedia belajar, menyadari kesalahannya, memperbaiki kelakuan dan bersedia hidup dalam kebenaran. Semua ini bisa terwujud bila semua orang bersedia melakukan apa yang mereka ketahui dalam tindakan setiap hari. Pandemi Covid-19 juga mengajar kita belajar dari kesalahan, berdaptasi dengan kebiasaan baru, dan melakukan semua aturan dengan benar. Selamat bertumbuh dalam anugerahNya.

Forum Pendeta


Minggu, 24 Januari 2021

SYUKURI APA YANG ADA

“Asal ada makanan dan pakaian cukuplah” (1 Timotius 6:8).

“Syukuri apa yang ada,
Hidup adalah anug’rah,
Tetap jalani hidup ini,
Melakukan yang terbaik.”

Syair di atas adalah refrain dari lagu “Jangan Menyerah” dari d’Masiv. Lagu ini pernah menjadi hit dan terkenal di sekitar tahun 2009. Lagu ini berkisah tentang hidup yang tidak sempurna. Walaupun begitu menyerah bukanlah sebuah pilihan. Saat manusia bersedia berusaha, tabah dan melakukan yang terbaik, Tuhan akan memberikan anugerah-Nya.

Pada masa pandemi ini kita semua dihadapkan pada ketakutan, keterbatasan, kekhawatiran, ketidakpastian dan kesulitan dalam banyak hal. Belum lagi kita harus menyesuaikan diri atau mengubah banyak kebiasaan yang selama ini telah menjadi rutinitas sehari-hari. Tidak mudah, oleh karena itu tidak mengherankan bila banyak orang yang mengeluh dan melakukan banyak hal dengan terpaksa. Emosi menjadi labil. Relasi menjadi rapuh. Hidup bersama dalam jangka waktu lama (tinggal di rumah) yang dulu menjadi idaman, kini terasa membosankan. Bahkan seringkali dianggap sebagai penjara.

Bila keadaan ini kita biarkan, maka kita akan semakin tersiksa, menderita dan sengsara. Kita tidak lagi bisa merasakan keindahan dan kebahagiaan dalam hidup. Apalagi bersyukur, bagi Paulus, rasa cukup itu harus diawali dari hal yang paling mendasar dalam hidup yaitu ibadah. Apakah ibadah yang kita jalani selama ini telah menghadirkan damai sejahtera, karena menjadi sarana dimana kita mengucap syukur kepada Tuhan? bukan sarana untuk mendapatkan sesuatu dari Tuhan. Bila ibadah yang kita jalani di dasari rasa syukur, maka kita akan bahagia dengan apa yang ada dalam hidup kita (berkat Tuhan). Apa yang ada dalam hidup cukup untuk hidup. Lahir tidak membawa apa-apa, mati juga tidak membawa apa-apa (1 Timotius 6:7).

Bagi orang beriman (berani mempercayakan hidupnya pada Tuhan), rasa aman bukan karena memiliki banyak hal yang menjamin hidupnya. Tetapi ia tahu siapa yang menjamin hidupnya (2 Tim.1:12). Rasa aman dalam Tuhan Yesus inilah yang membuat orang beriman “sibuk” bersyukur dengan apa yang ada dalam hidupnya. Bukannya “sibuk” dan khawatir dengan yang belum/tidak ada. Rasa syukur dan cukup (makanan dan pakaian) inilah yang mendatangkan daya tahan tubuh (imun) dalam kehidupan manusia. Hal inilah yang membuat kita bisa berdamai dengan keadaan, tidak membanding-bandingkan dengan hari kemarin. Tidak terlalu khawatir dengan hari esok. Tetapi menghidupi hari ini, ingat 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi bepergian) menjaga diri kita dari luar, dan IAI (iman, aman, imun) menjaga kita dari dalam.

Forum Pendeta


Minggu, 31 Januari 2021

STAMINA DALAM KEHIDUPAN

“Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yesaya 40:31)

Darmiyanto bukan sembarang tukang becak. Kakek berusia 68 tahun juga seorang lari jarak pendek, menengah, dan jauh. Total 171 medali dan 9 piala telah berhasil diraihnya. Setiap hari Darmitanto mengaku berlari dari rumahnya di Dusun Ngemplak, Tugel, Desa Krando Lor, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang ke pangkalan becaknya di Kota Salatiga yang berjarak sekitar 11 km. “Pulangnya saya juga lari dari Salatiga. Rute yang saya lalui sama seperti dari rumah ke pangkalan. Makanya meski sudah tua, saya tetap sehat ujar Darmiyanto. Tahun 2016, ia mendapat undangan untuk bertanding di Perth. Pada tahun 2017 ia dikirim Kemenpora mengikuti kejuaraan lari South American Master Athletics Championships di Santiago, Cile.

Pandemi Covid-19 diperkirakan tidak akan selesai dalam waktu dekat. Ini bukan pandangan yang pesimis atau menakut-nakuti. Hal ini dikatakan untuk menegaskan agar masyarakat tidak berpuas diri, mengendorkan sikap waspada dan menjadi terlena, apalagi mengabaikannya. Hidup dengan kebiasaan baru tetap harus dihidupi dan dijalankan dalam kesadaran yang penuh. Sedikit saja masyarakat mengabaikan protokol kesehatan dan tidak bisa mengekang diri (bergerombol dan berpergian) maka kasus Covid-19 meningkat tajam. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita mulai bosan, jenuh dengan kondisi yang ada dan ingin hidup seperti sebelum pandemi. Ini akan menjadi pertarungan panjang dan tentu membutuhkan stamina yang kuat. Stamina yang kuat akan membuat kita dapat berlari jauh. Bukankah hidup orang beriman diibaratkan seorang atlet sedang bertanding (1 Timotius 6:12). Atlet yang memiliki stamina yang kuat akan dapat bertanding sampai akhir. Banyak orang yang jatuh di tengah jalan dan tidak bisa mencapai garis akhir.

Bagaimana agar kita dapat memiliki stamina yang baik? Latihan jasmani tentu diperlukan dan dibutuhkan (seperti kisah Darmiyanto di atas). Demikian juga rohani kita membutuhkan latihan yang terus menerus agar tidak mudah lelah dan lesu. Perjuangan hidup bukan hanya menghadapi Covid-19, masih ada banyak yang harus kita hadapi. Hal utama dan pertama yang harus kita lakukan adalah senantiasa mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan, Sang Sumber Kehidupan. Sebagaimana tumbuhan mengarahkan hidupnya kepada sinar matahari, orang beriman harus mengarahkan hidupnya kepada Tuhan Yesus, sumber kekuatan dan pertolongan dalam hidup kita. Baca Alkitab setiap hari, temukan dan dapatkan janji penyertaan-Nya dan yakini semua itu dalam langkah hidup setiap hari. Dapatkan kekuatan dalam doa dan pujian yang kita lantunkan setiap saat. Bukan hanya tubuh kita yang membutuhkan kedisiplinan berlatih agar tetap bugar dan sehat. Hidup dalam kedisiplinan rohani juga akan menghantar kita pada hidup dalam kekuatan Allah.

Forum Pendeta