ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 1 Mei 2022

KERAMAHAN YANG MENGGEMBALAKAN

Peristiwa inkarnasi Sang Firman Allah adalah wujud keramahan Allah yang solider dengan umat manusia. Karena itu karya penebusan Kristus dalam wafat dan kebangkitanNya adalah puncak dari keramahan Allah yang lembut dan menggembalakan. Makna “keramahan” Allah di dalam inkarnasi dan penebusan Kristus adalah Ia menjadi seorang Bapa yang menyambut setiap umat dengan kasihNya walau menghadapi penolakan, penyangkalan dan perlawanan. Allah di dalam Bapa-Anak-Roh Kudus menyatakan keramahanNya dengan memberikan kemurahan, pengampunan, pemulih, penebusan dan pencurahan kasih karuniaNya. Karena itu makna “keramahan” bukan sekadar berlaku baik, sopan dan peduli. Tetapi di dalam “keramahan ilahi” Allah Trinitas bagaikan seorang Bapa dan Tuan Rumah yang menyambut orang-orang berdosa dalam pelukan kerahimanNya.

Yohanes 21:1-19 memperlihatkan keramahan Kristus yang bangkit kepada para muridNya yang gagal mencari ikan sepanjang malam. Yesus bertindak seperti tuan rumah yang menyediakan dan menyambut mereka untuk menikmati makan pagi bersama. Khusus kepada Petrus yang telah menyangkal tiga kali. Di Kisah Para Rasul 9:1-20 Kristus yang bangkit menyapa dan memperlihatkan keramahanNya kepada Saulus yang telah menganiaya jemaat Tuhan. Kepada kedua tokoh tersebut Alkitab memperlihatkan bagaimana keramahan Kristus yang mengembalakan itu telah mengubah mereka menjadi pemimpin yang menginspirasi umat manusia sepanjang zaman.

Jikalau Allah di dalam Kristus menyatakan keramahanNya yang mengembalakan, bagaimana sikap kita saat menghadapi anggota keluarga, anggota jemaat dan sesama di sekitar yang pernah melukai dan mengkhianati? Bukankah masih sering terjadi di antara kita merespons dengan kebencian, pembalasan, bullying, dan penghinaan? Tema “Keramahan yang Menggembalakan” menjadi urgent dan relevan bagi kehidupan kita di masa kini. Karena dengan spiritualitas keramahan yang menggembalakan kita dimampukan untuk membawa orang-orang yang pernah bersalah menjadi para pribadi yang menjadi berkat. Spiritualistas keramahan yang menggembalakan adalah model karakter dan kepemimpinan Kristus. Di dalam spiritualitas keramahan yang menggembalakan itu berakar secara mendalam hakikat kasih dan empati ilahi sehingga menghasilkan daya cipta yang membaharui dan memulihkan.

Mempercayai dan mengikuti Kristus yang bangkit berarti mempraktikkan spiritualitas keramahan yang menggembalakan dalam setiap situasi sehingga kita dibebaskan dari segala bentuk keramahan yang basa-basi, dan keramahan yang munafik. Sebaliknya, kita dimampukan menjadi para pribadi yang kaya dengan pengampunan, kemurahan hati, empatis, memulihkan, dan memberdayakan orang di sekitar.

Dian Penuntun


Minggu, 8 Mei 2022

EVERLASTING LIFE

Cre-values kepercayaan seluruh agama adalah keselamatan yang mengupayakan hidup tetap abadi dalam kemuliaan. Karena itu, kepercayaan afterlife menjadi bagian utama dan pengharapan agama-agama. Umumnya, agama-agama dan kepercayaan memiliki kepercayaan bahwa jiwa/roh manusia bersifat baka (immortal). Walaupun jiwa bersifat immortal, pada hakikatnya, membutuhkan panduan ilahi melalui ajaran dan ritual keagamaan. Kegagalan menjalani kehidupan dengan mengabaikan ajaran dan ritual keagamaan akan menyebabkan jiwa/roh manusia menerima hukuman di neraka atau mengalami reinkarnasi.

Melalui kebangkitanNya, Yesus menegaskan bahwa Ia adalah Sang Jalan yang berasal dari sorga dan sehakikat dengan Allah. Di Yohanes 10:3, Yesus menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu. Karena itu setiap orang yang berada di dalam Dia akan menerima hidup abadi. Realitas keabadian hanya dapat berasal dari Allah yang kekal. Makna “kekal” berarti tidak berawal dan tidak berakhir. Kristus yang sehakikat dengan Allah yang kekal (Adonai El Olam) adalah berasal dari sorga sehingga memiliki kuasa untuk mengaruniakan hidup yang abadi (everlasting life).

Hidup yang abadi di dalam Kristus diterima umat saat mereka percaya dan akan berlangsung sampai selama-lamanya. Kitab Wahyu 7:9-17 memberikan gambaran bagaimana hidup abadi di dalam Kristus dialami oleh umat percaya. Walau pun umat mengalami kematian (martir) karena penganiayaan kelak mereka akan menerima mahkota kemulian sorgawi. Jaminan keselamatan tersebut bersumber pada diri Sang Kristus yang kekal sehingga Ia berkuasa atas maut dan bangkit dari kematian.

Makna hidup abadi (everlasting life) dalam realitas sehari-hari tidak senantiasa bersifat supernatural melalui berbagai mukjizat. Sebaliknya umat percaya dapat mengalami hidup abadi dalam realitas sehari-hari yang bersifat natural, yaitu hidup yang bermakna dan penuh di dalam Kristus (bdk. Yoh. 10:10b). Sebab apa artinya seseorang dapat berusia lanjut, tetapi tidak mengalami hidup yang bermakna? Hidup yang tanpa makna akan kosong, hampa dan kering. Sebaliknya, hidup nyang bermakna adalah hidup yang penuh (fulfilled life) walau pun mengalami penderitaan karena menyatakan iman dan kebenaran.

Dian Penuntun


Minggu, 15 Mei 2022

MAKNA SEBUAH KATA

Pernahkah Saudara mendengar orang berkata: “Kata adalah doa?” Artinya dalam setiap kata, salam, ucapan baik secara langsung dalam sebuah perjumpaan atau melalui media sosial kita sedang menaikkan doa. Kata bukan sekedar ucapan, di dalamnya tergambar tindakan dan harapan. Baik bagi diri kita maupun bagi sesama kita. Ini menegaskan kepada kita bahwa setiap kata memiliki kekuatan untuk mempengaruhi atau mengubahkan seseorang atau keadaan. Kata-kata provokatif dan penuh kebencian akan membuat orang terluka, marah kecewa bahkan bisa memancing sebuah kerusuhan. Bila kita belajar dari pengalaman betapa banyak orang yang celaka karena kata-katanya atau tulisannya. Betapa banyak anak-anak, pasangan, saudara, sahabat dan sesama yang terluka oleh sebuah kata, ucapan atau tulisan. Apakah sebuah kata memiliki tuah atau kekuatan? Apa yang dibayangkan ketika mendengar kata ‘tuah’? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘tuah’ mengandung makna sakti, keramat; berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan (kebahagiaan, keselamatan dan sebagainya). Salah satu kata yang penuh berkat, pengaruh yang mendatangkan kebahagiaan dalam Injil adalah kasih. Kata itu diucapkan berulangkali oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNya.

Apa yang menjadi tuah kata kasih sebagaimana diucapkan oleh Tuhan Yesus? Injil Yohanes 13 : 31-35 berisi kekuatan dari kasih. Karena itu, Tuhan Yesus berpesan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yohanes 13:34). Kekuatan kasih yang diajarkan Yesus pada murid-muridNya adalah kasih yang bersumber dari Dia sendiri. Setiap orang yang mengalami kasihNya dan mau hidup di dalamnya akan merasakan kasih dan mampu membagikan kasih. Pengalaman menerima aliran kasih membuat para murid mengalirkan kasih kepada sesama, siapapun itu. Para murid Yesus harus mengasihi setiap orang apapun latar belakangnya, bahkan kepada mereka yang memusuhi sekalipun. Keteladanan Petrus, seperti yang ditulis dalam Kisah Para Rasul 11 : 1-18 menjadi contoh bagi kita. Di hadapan banyak orang ia menuturkan pengalaman dikasihi. Baginya kasih menjadi prinsip yang tidak dapat diganti dengan apapun.

Banyak orang merasakan kekuatan dari sapaan Tuhan Yesus dalam hidup mereka. Para murid jelas sekali mendapatkan itu dalam hidup, dan hal itu mendatangkan perubahan dalam hidup mereka. Bagaimana dengan kita saat ini. Apakah kekuatan firman Tuhan yang kita baca, kita dengar dan kita renungkan itu juga kita wujudkan dalam sikap setiap hari? Kata-kata apa yang kita ucapkan setiap bangun pagi dengan orang-orang terkasih? Sapaan seperti apa yang kita bagikan kepada teman, sahabat dan rekan dalam media sosial kita. Sapaan seperti apa yang kita tebarkan kepada sesama dalam berbagai status kita? Bila kita memaknai sebuah kata memiliki kekuatan untuk mengubah dan mempengaruhi hati seseorang anak, hidup seseorang rekan dan hidup sesama serta dinamika masyarakat, maka Saudara akan menjadi orang yang hati-hati dan bertanggungjawab sebelum berkata atau menulis sesuatu. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Forum Pendeta


Minggu, 22 Mei 2022

APAKAH SAUDARA HIDUP DALAM DAMAI SEJAHTERA?

Umat beragama, khususnya Kristen, Katolik, Islam dan Budha baru saja merayakan Paskah, Idul Fitri dan Waisak. Rentang waktu yang berdekatan menghadirkan semarak ritual keagamaan yang indah. Ritual keagamaan kembali menggeliat seiring melandainya kasus Covid-19, baik di Indonesia maupun dunia. Berbagai ritual keagamaan ini juga menghadirkan pengharapan akan kehidupan yang terbebas dari rasa takut. Hal ini dapat kita lihat salah satunya dalam peristiwa mudik. Hari libur perayaan keagamaan selain menghadirkan ibadah dan perayaan, juga menghadirkan hari libur. Hari libur yang dinantikan banyak orang dan “dirayakan” oleh semua orang. Hari libur sesungguhnya menggerakkan orang untuk bergerak dalam arus kehidupan yang dinamis dan menyenangkan, serta membahagiakan. Pertanyaannya, apakah hari libur yang berkaitan dengan perayaan keagamaan ini juga mewarnai atau paling tidak mempengaruhi hidup banyak orang? Puji syukur kalau bisa menginspirasi, sehingga tercipta relasi yang indah: toleransi.

Toleransi dalam wujudnya yang paling sederhana adalah mengucapkan selamat kepada rekan, sahabat, teman, tetangga atau saudara yang merayakan hari raya keagamaannya. Bila bisa berkunjung atau bersilaturahmi tentu akan lebih menghidupi roh toleransi dalam bentuk yang lebih indah. Toleransi menghadirkan penghargaan kepada kehidupan yang berbeda. Siapa yang bersedia hidup dalam toleransi akan merasakan keindahan dan damai dalam hidupnya di tengah perbedaan yang nyata. Apalagi kalau sikap ini mewarnai setiap tindakan dalam interaksi sosial lainnya. Misalnya saat di jalan raya. Jalan raya menjadi salah satu penguji bagi kesabaran dan toleransi umat beragama dalam kehidupan yang sederhana. Beberapa kasus yang terjadi di jalan raya, (khususnya saat libur), menunjukkan betapa rentan dan rapuhnya toleransi dalam hidup. Semuanya ingin cepat, saling mendahului, menerobos rambu-rambu jalan, saling memaki: nilai keagamaan tidak lagi menjadi dasar hidupnya.

Minggu ini, kita memasuki Minggu Paskah VI. Kita diajak merenungkan tema: Warisan Damai Sejahtera. Damai sehjahtera yang diwariskan Tuhan Yesus kepada para murid dan pengikutnya. Pertanyaannya adalah apakah damai sejahtera yang Tuhan Yesus wariskan sebelum Ia naik ke Sorga menjadi warisan yang kita jaga, rayakan dan wujudkan dalam hidup setiap hari? Siapa yang tidak ingin hidup damai sejahtera? Semua orang menginginkannya dan merindukan dalam hidupnya, tetapi tidak setiap orang bersedia mewujudkan itu dalam hidupnya setiap hari. Ini bisa kita lihat dalam hidup kita. Betapa mudahnya hati kita diselimuti rasa gelisah dan gentar. Berbagai hal yang terjadi dalam hidup sangat mudah mempengaruhi dan mengubah pola pikir, pola sikap dan tindakan kita. Apa yang terjadi dalam kehidupan sangat mempengaruhi kita dan seringkali itu menghadirkan pergulatan hidup yang lebih berat. Bagaimana dengan janji Tuhan: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu…….dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu” (Yoh.14:27). Umat Allah diajak untuk berpikir dan menyikapi apa yang terjadi dalam hidupnya bukan dengan pola yang diajarkan dunia. Orang percaya diajak dan diajar untuk menyikapi apa yang terjadi dari sudut pandang imannya. Iman yang akan mewarnai, memandu dan menuntun setiap orang untuk berpikir bersikap dan bertindak dengan cara yang berbeda. Apakah sudah. Tidak. Hal ini tidak mudah karena setiap hari dunia sangat mewarnai dan mempengaruhi kita kita. Hidup dalam damai sejahtera yang Kristus tinggalkan adalah perjuangan. Perjuangan yang akan mewarnai dan mewujud dalam sikap hidup setiap hari. Mari kita wujudkan damai sejahtera yang dari Kristus dalam hidup setiap hari. Ingat, damai sejahtera yang sejati dari Allah asalnya dan bukan dari dunia.

Selamat Paskah. Selamat merayakan damai sejahtera yang Tuhan Yesus wariskan untuk Saudara dan saya. Amin.


Minggu, 29 Mei 2022

HIDUP DALAM PENGHARAPAN

“Dan bukan hanya untuk mereka ini saja aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya
kepada-Ku oleh pemberitaan mereka. (Yohanes 17: 20)

Mengapa Saudara bangun pagi dan kemudian bergegas mengerjakan banyak hal? Mengapa Saudara begitu khawatir dengan nilai anak-anak dan tempat di mana mereka bersekolah? Mengapa Saudara bersedia memakai masker, menjaga jarak dan menjaga protokol kesehatan? Mengapa Saudara sedemikian rupa memperhatikan kehidupan orang-orang yang dekat dengan Saudara? Mengapa Saudara beribadah dan berdoa? Semua itu terjadi karena Saudara memiliki pengharapan. Pengharapan dalam hidup orang-orang yang ada di sekitar Saudara. Juga pengharapan dalam hidup Saudara sendiri. Pengharapan membuat kita bersedia melakukan banyak hal, yang seringkali tidak kita sadari. Mengapa, karena semua tindakan itu seringkali sudah biasa kita lakukan. Bisa jadi pengharapan itu juga berhimpitan dengan rasa khawatir.

Ketika Yesus berdoa untuk murid-murid-Nya, apakah ini juga menggambarkan pengharapan? Pengharapan apa yang Yesus percayakan kepada murid-murid-Nya? Ya Yesus memiliki pengharapan kepada murid-murid-Nya. Yaitu agar mereka bisa menjadi saksi-Nya di dunia. Inilah pengharapan yang Yesus miliki. Yesus sangat mempercayai para murid-Nya, sehingga Ia berani menaruh pengharapan akan keberlanjutan karya-Nya di tangan mereka. Pengharapan Yesus kepada murid-murid-Nya didasarkan pada dua hal:

Pertama, para murid adalah milik Bapa (ay.9). Para murid bukan hanya milik Yesus, tetapi juga milik Bapa. Yesus meminta dan percaya bahwa Bapa akan memelihara mereka. Siapa yang dapat memelihara dan menjaga kehidupan mereka sebaik Sang Bapa? Bukankah Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal supaya setiap orang yang percaya mendapat hidup kekal? Para murid adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus, Anak Tunggal Bapa. Pasti Bapa akan memelihara mereka. Apakah ini Saudara rasakan dalam hidup Saudara saat ini? Apakah pemeliharaan Bapa Saudara rasakan dalam berbagai situasi dan kondisi? Kiranya keyakinan ini menjadi dasar dalam hidup Saudara, tanpa keyakinan ini Saudara akan terombang-ambingkan gelombang jaman. Dan Saudara bisa tenggelam di dalamnya.

Kedua, Yesus juga berdoa untuk orang-orang yang percaya kepada-Nya oleh pemberitaan mereka. Inilah keyakinan Yesus, bahwa harapan-Nya kepada para murid tidak akan mengecewakan. Para murid akan hidup sebagai saksi-Nya, sehingga melalui kehidupan mereka banyak orang akan percaya kepada Yesus. Doa Yesus juga ditujukan kepada mereka. Pengharapan Yesus melampaui keberadaan para murid. Artinya Yesus tidak meragukan keterbatasan dan kelemahan yang ada dalam diri para murid. Mengapa? Ia percaya, Bapa mengasihi mereka (ay. 23). Kasih Bapa inilah yang akan membuat para murid mampu menjadi utusan-utusan yang mewartakan kabar baik.

Pengharapan yang Yesus miliki didasarkan pada relasinya dengan Allah Bapa. Pada saat yang sama ia mempercayai para murid dalam segala keberadaan mereka. Bagaimana dengan kita? Apakah semua pengharapan yang kita miliki bersumber pada Allah, Sang Pemilik kehidupan yang mengasihi kita? Apakah kita seringkali masih ragu dengan pengharapan kita karena keterbatasan kita dan orang-orang yang kita kasihi? Bila semuanya sudah pasti dan kita bisa, maka itu bukan pengharapan. Hidup dalam pengharapan adalah hidup yang tidak pernah menyerah dan kalah dengan keterbatasan. Selamat Paskah.

Forum Pendeta