ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 2 Agustus 2020

PENATUA GEREJA KRISTEN INDONESIA

Umat Tuhan yang terkasih, pada ibadah hari minggu ini, 2 Agustus 2020, dilaksanakan pelayanan Peneguhan Penatua. Sebagai jemaat, GKI Pengadilan telah berproses cukup lama untuk sampai kepada peristiwa ini. Dimulai sekitar Bulan Agustus 2019 ketika seluruh anggota jemaat diberikan kesempatan untuk mendoakan dan mengusulkan nama-nama anggota jemaat GKI Pengadilan yang dianggap mumpuni untuk melaksanakan pelayanan kepemimpinan dalam kerangka pembangunan gereja secara sukarela untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi dalam konteks masyarakat, bangsa dan negara. Nama-nama yang masuk digumuli di dalam Persidangan Majelis Jemaat (PMJ), bukan berdasarkan suara terbanyak, melainkan kebutuhan pelayanan yang harus terpenuhi di dalam GKI Pengadilan. PMJ memutuskan untuk menetapkan nama bakal calon penatua yang kemudian akan dilawat dan ditanyakan kesediaannya. Sampai setelah proses perlawatan selesai, maka, nama-nama yang bersedia diwartakan untuk seluruh anggota jemaat menggumuli selama 3 minggu berturut-turut. Dan karena tidak ada surat keberatan yang sah, maka nama-nama yang telah diwartakan sebagai calon penatua tersebut yang diteguhkan pada hari ini. Seorang penatua Gereja Kristen Indonesia memiliki masa pelayanan selama 3 tahun dan jika sangat dibutuhkan maka ia dapat dipilih dan diteguhkan kembali untuk satu kali masa pelayanan berikutnya. Sesudah itu, ia tidak dapat dipilih dan diteguhkan kembali untuk waktu sekurang-kurangnya 1 tahun. Dengan adanya batasan waktu pelayanan ini, maka selain peneguhan penatua, dalam ibadah ini pun dilakukan pengucapan terima kasih untuk para penatua yang telah menyelesaikan masa pelayanan mereka. Seperti apa kedudukan atau keterlibatan para penatua dalam GKI? Kita harus melihatnya dalam sistem organisasi gereja yang diberlakukan di GKI.

Gereja Kristen Indonesia, dalam melaksanakan tugas panggilannya di tengah-tengah dunia ini, menganut sistem Presbiterial Sinodal, yang merupakan penggabungan dari sistem Presbiterial [Gereja dipimpin oleh para presbiter (Penatua). Keputusan tertinggi ada pada Persidangan Presbiter (Majelis Jemaat)] dan Sinodal [Gereja dipimpin oleh Persidangan para pejabat Gerejawi yang disebut Sinode. Persidangan Sinode ini merupakan instansi tertinggi, yang keputusannya harus dilaksanakan oleh jemaat-jemaat yang tergabung dalam Sinode tersebut]. Beberapa ciri yang terdapat dalam sistem presbiterial-sinodal:

  • Gereja dipimpin oleh pejabat-pejabat gerejawi (Pendeta dan Penatua); yang secara kolektif disebut Majelis Jemaat. Pejabat-pejabat gerejawi bukanlah wakil-wakil dari anggota jemaat wilayah atau kelompok tertentu. Setiap anggota Majelis Jemaat mempunyai kedudukan yang sama; tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, dan masing-masing mempunyai tugasnya sendiri.
  • Ciri utama sistem ini adalah kepenuhan dalam kesatuan. Tiap-tiap jemaat yang dipimpin oleh Majelis Jemaat mempunyai kemandirian penuh tetapi pada saat yang sama, tiap-tiap jemaat berada dalam kesatuan dengan jemaat-jemaat lain dalam satu sinode sebagai wujud nyata berjalan bersama para presbiter dalam memimpin gereja yang Tuhan percayakan.
  • Dalam sistem ini terdapat dua garis timbal balik, antara jemaat – klasis – sinode wilayah – sinode. Hubungan yang ada bukanlah bersifat hierarkis (dari atas ke bawah) melainkan lebih bersifat mengarah kepada kesatuan sebagai keluarga besar.
  • Kekuasaan tertinggi ada pada persidangan-persidangan pejabat gerejawi, baik di lingkup jemaat, klasis, sinode wilayah dan sinode. Dalam sistem ini mengharuskan banyak terjadi dialog dan komunikasi yang intensif antara pengambil keputusan.

Selamat melayani untuk para penatua yang baru diteguhkan. Teruslah mengambil bagian pelayanan dalam jemaat GKI Pengadilan bagi para penatua yang mengakhiri masa pelayanannya pada hari ini.

Dan biarlah kita semua, sebagai bagian dari GKI Pengadilan tetap dapat mengupayakan kesatuan jemaat untuk pembangunan tubuh Kristus agar nama Tuhan Yesus Kristus senantiasa dipermuliakan dalam setiap langkah kehidupan kita.

Forum Pendeta


Minggu, 9 Agustus 2020

MENGENALI TANDA ALLAH DALAM KESEHARIAN

Tanda menjadi hal yang penting bagi manusia. Dengan tanda, manusia dapat memperkirakan langkah selanjutnya dari situasi yang tidak atau belum jelas. Misalkan saja, jika seseorang mengalami demam, itu menjadi pertanda kalau ada yang sedang tidak sehat dalam tubuhnya. Apalagi kemudian diperkuat dengan munculnya bercak-bercak merah. Orang bisa mengambil kesimpulan sementara bahwa kemungkinan terserang demam berdarah. Berkaitan dengan situasi saat ini, ketika kita semua berhadapan dengan Covid-19, kita betul-betul buta untuk bisa mengenalinya, apalagi ada orang-orang yang dikategorikan dalam kelompok Orang Tanpa Gejala. Hal ini mengharuskan kita mengambil langkah preventif dengan mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.

Apakah kehidupan yang kita jalani sebagai orang percaya juga memerlukan tanda? Secara manusiawi, iya. Ada banyak kejadian dalam hidup yang seringkali membuat kita menjadi bingung, bahkan ragu untuk melangkah. Belum lagi, kita memang tidak bisa memperkirakan masa depan akan seperti apa. Di dalam iman, kita percaya bahwa dalam situasi apapun, Allah senantiasa hadir dan menyertai kita. JanjiNya menjadi pegangan dan kekuatan untuk kita tetap mengerjakan bagian yang dipercayakan pada kita. Namun, lagi-lagi, bagaimana kita megenali tanda kehadiran Allah dalam kehidupan kita? Situasi serba sulit dan tidak jelas ini, juga dialami oleh Musa. Ketika Allah memanggilnya untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir 40 Tahun, semenjak Musa tinggal di Midian, ia sudah tidak berurusan lagi dengan Mesir ataupun Israel. Bahkan untuk menjadi seorang pemimpin, Musa tahu betul sampai di mana kapasitas dirinya. Dengan berbagai alasan, Musa berusaha menolak permintaan Allah ini. Tetapi Allah tidak pernah menyerah dengan keterbatasan maupun alasan manusia.

Di kitab Keluaran 4:2-7, Tuhan menunjukkan kepada Musa 2 tanda untuk meyakinkan Musa mengenai penyertaan dan kehadiran Allah dalam tugas yang harus dilakukannya. Dan menariknya, tanda-tanda yang dibuat Allah ini, bukanlah dari hal yang asing. Justru Allah memakai hal-hal dari keseharian Musa. Tanda yang pertama, Allah memakai tongkat yang ada pada Musa. Seperti kita ketahui, Musa adalah gembala. Ia pasti memegang tongkat yang dipergunakan untuk banyak hal, misalkan membuka semak yang cukup tinggi, menghalau binatang lain, membantunya untuk melangkah bahkan menarik domba yang terperosok. Ketika tongkat Musa dilemparkan ke tanah, Allah mengubahnya menjadi ular. Ketika Musa memegang ekor ular itu, maka ular kembali berubah menjadi tongkat. Apa maknanya ketika tanda ini juga harus diperlihatkan Musa kelak di depan bangsa Isarel untuk meyakinkan mereka akan pembebasan yang Allah lakukan? Bagi Mesir, ular menjadi simbol kedaulatan bahkan keilahian. Firaun, Raja Mesir, memakai simbol ular dalam mahkotanya. Allah memberi tanda, bahwa ketika Musa memegang ekor ular, ular berubah menjadi tongkat. Kuasa Allah jauh lebih tinggi daripada sesembahan orang Mesir. Bangsa Israel tidak perlu merasa takut dan ragu untuk berjalan dalam kuasa Allah. Juga tanda yang kedua, Allah mengerjakan melalui tangan dan baju Musa. Tidak ada yang istimewa dari tangan dan baju. Tetapi Tuhan memakainya menjadi tanda, ketika tangan dimasukkan dalam baju, tiba-tiba Musa melihat tangannya menjadi kusta. Ketika ia masukkan kembali, tangan itu pulih. Kusta dalam pandangan masyarakat kala itu, merupakan kutukan Allah. Tetapi Allah menunjukkan bahwa Allah bisa membebaskan manusia dari kutuk.

Kisah di atas menunjukkan bahwa tanda-tanda yang Allah pakai dalam kehidupan manusia, bukanlah berasal dari benda atau situasi yang asing, melainkan justru dalam keseharian. Demikian pula dalam kehidupan kita. Ada banyak tanda yang Allah tunjukkan pada kita dalam hidup sehari-hari, untuk menyatakan bahwa Ia senantiasa beserta dengan kita dan menyediakan jalan yang harus kita tempuh. Bagian kita adalah untuk mengenali tanda-tanda yang Allah hadirkan dalam keseharian kita. Caranya tentu saja dengan menata fokus / pusat perhatian kita terlebih dahulu. Kalau selama ini yang menjadi pusat perhatian kita adalah masalah ataupun ketidakmampuan, maka memang akan sulit sekali mengenali tanda kehadiran Allah dalam hidup kita. Dengan menempatkan Allah sebagai pusat perhatian kita, itu berarti bahwa kita hidup dalam kebenaran firmanNya, menaruhkan janjiNya pada pikiran dan perasaan kita serta berjalan dalam pengharapan. Setelah fokus kita kepada Allah, kita mulai menaikkan syukur untuk setiap keseharian / keadaan kita. Dengan demikian, kita akan dapat melihat kuasa dan kasihNya bekerja dalam kehidupan kita.

Selamat mengerjakan kehidupan yang dipercayakan Allah pada kita. KehadiranNya dalam kuasa dan kasihNya memampukan kita untuk terus melangkah.

Forum Pendeta


Minggu, 19 Agustus 2020

GKI : MENJADI BERKAT BAGI INDONESIA

Telah 75 tahun semenjak 17 Agustus 1945 di mana kita menegaskan kemerdekaan dan kedaulatan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemerdekaan yang diperoleh dengan perjuangan melawan penjajah dengan memakai kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Walaupun tertatih dan tidak sempurna, Indonesia berani melangkah untuk berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri untuk membangun negeri. Tentu saja, ini tidak lepas dari keyakinan para pendiri bangsa, bahwa kita mampu menghadirkan tatanan yang lebih baik, menggapai masa depan yang menyejahterakan masyarakat. Keyakinan ini bisa terjadi bukan karena para pendiri bangsa memiliki kemampuan penerawangan atau melihat masa depan. Melainkan karena tekad dan kesungguhan cinta mereka kepada tanah air. Memang, kita melihat dalam perjalanan sejarah, jatuh bangun, keringat darah yang bercucuran untuk menghantarkan Indonesia seturut cita-cita para pendiri bangsa.

Dan saat ini, ketika kita memasuki usia 75 tahun, justru kita diperhadapkan kembali pada peperangan. Namun, bukan perang seperti dulu, di mana senjata beradu, di mana musuh bisa diprediksi dan diperkirakan dari gerak-gerik dan perilakunya. Saat ini, kita diperhadapkan dengan musuh yang tidak terlihat, di mana gerak geriknya tidak dapat terprediksi dan tidak ada satupun senjata perang yang dapat digunakan untuk melawan. Musuh kita bersama adalah virus corona. Musuh yang telah mengobrak-abrik seluruh sendi kehidupan bangsa, beberapa di antaranya: kesehatan, pendidikan, perekonomian, budaya. Senjata perang yang paling ampuh justru penaklukkan diri sendiri, di mana semua orang memiliki kesadaran untuk saling menjaga diri dan sesama, memulai kembali gaya hidup sehat, menggunakan masker, menjaga kebersihan diri selalu terutama tangan. Tantangan di usia 75 tahun bangsa kita, adalah kesediaan melangkah dengan cara pandang dan cara sikap yang baru, agar musuh dapat diatasi dan kita masuk dalam era baru yang lebih baik.

Berbicara mengenai 75 tahun dan melangkah di era baru, mengingatkan kita kepada Abram. Dalam Kejadian 12 dinyatakan bahwa pada usia 75 tahun, Abram dipanggil Allah untuk pergi dari negerinya, dari sanak saudara dan dari rumah bapanya ke negeri yang sama sekali ia belum ketahui. Abram memasuki era baru untuk hidupnya. Tentu ini bukan perjalanan yang mudah dan bisa ditebak. Tetapi Abram berpegang pada firman yang ia terima, walaupun segala yang difirmankan itu belum kelihatan wujudnya. Abram melangkah dengan taat, bersedia mendengarkan dan melakukan firman. Dengan kesungguhan Abram, keturunannya mengalami janji Tuhan.

Sebagai bagian dari bangsa ini, seyogianya kita pun siap seperti Abram. Kita tinggalkan pola-pola kehidupan yang dapat merusak atau menghancurkan kesatuan bangsa. Kita masuki era baru kehidupan di mana setiap pribadi menaklukkan dan menguasai diri, mengabdikan segenap kemampuan dengan ketaatan pada Tuhan dan negara untuk membawa negeri ini melangkah kepada kehidupan yang lebih baik dan mengalami berkat Tuhan. Meski kita hanyalah warga masyarakat biasa, bukan berada pada level pengambil kebijakan atau yang bergulat dalam pemerintahan, peran kita untuk membangun negeri juga penting. Dengan menjadikan diri sebagai pribadi yang sadar dan taat hukum serta arahan pemerintah, kita telah turut berkarya bagi bangsa. Selamat ulang tahun negeriku. Kami siap mengabdikan diri untuk membawa dan menjadi bagian dari Indonesia maju! Tuhan memberkati Indonesia.

Forum Pendeta


Minggu, 23 Agustus 2020

32 TAHUN PENYATUAN GKI

Hari ini kita kembali merayakan sekaligus mensyukuri keberadaan gereja kita, Gereja Kristen Indonesia. Tentu ini tidak terjadi begitu saja. Sebagai hasil dari Pekabaran Injil yang dilakukan oleh tenaga-tenaga dalam dan luar negeri, di Jawa Timur pada tanggal 22 Februari 1934 berdirilah gereja yang dalam perkembangannya kemudian disebut Gereja Kristen Indonesia Jawa Timur; di Jawa Barat pada tanggal 24 Maret 1940 berdirilah gereja yang dalam perkembangannya kemudian disebut Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat; dan di Jawa Tengah pada tanggal 8 Agustus 1945 berdirilah gereja yang dalam perkembangannya kemudian disebut Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah. Ketiga gereja itu sejak 27 Maret 1962 telah berupaya menggalang kebersamaan untuk mewujudkan penyatuan Gereja Kristen Indonesia dalam Sinode Am Gereja Kristen Indonesia. Pada tanggal 26 Agustus 1988 ketiga gereja tersebut menjadi satu gereja yang diberi nama Gereja Kristen Indonesia.

Pemahaman teologis GKI mengenai gereja adalah bahwa di dalam Tuhan Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus, gereja sebagai umat yang baru itu esa. Pada satu pihak, keesaan gereja yang berakar pada Tuhan Yesus Kristus bersifat “diberikan”, pada pihak lain, oleh kuasa Roh Kudus gereja dipanggil untuk mewujudkan keesaan itu secara nyata. Keesaan gereja adalah keesaan dalam kepelbagaian. Di dalam Tuhan Yesus Kristus, gereja secara hakiki adalah esa. Namun, dalam kenyataan sejarah, gereja Tuhan Yesus Kristus yang esa telah mewujud menjadi satuan-satuan historis yang berkepelbagaian jika ditinjau dari segi-segi sejarah, kebudayaan, tradisi, cara hidup dan berpikir, organisasi dan lain-lain. Bertolak dari kenyataan ini, hanya dengan kuasa Roh Kudus, setiap gereja yang menjadi bagian dari gereja Tuhan Yesus Kristus itu dimampukan untuk mewujudkan keesaan dalam kepelbagaian.

Gereja melaksanakan misinya dalam rangka berperan serta mengerjakan misi Allah. Misi Allah adalah karya penyelamatan Allah yang universal dan meliputi segala sesuatu. Misi gereja dipahami sebagai kesatuan yang utuh yang terdiri atas persekutuan, kesaksian dan pelayanan. Dalam kenyataannya, misi gereja itu dibagi menjadi dua bagian besar yang tidak dapat dilepaskan satu dari lainnya. Pada satu sisi, dalam memberlakukan misinya, gereja mewujudkan persekutuan yang memberikan tekanan utama pada keberadaannya. Pada sisi lain, misi gereja itu diberlakukan oleh gereja dengan melaksanakan kesaksian dan pelayanan yang memberi tekanan pada kekaryaannya. Seluruh anggota gereja baik secara pribadi maupun bersama-sama bertanggung jawab dalam pelaksanaan misi gereja. Misi gereja tersebut harus dilaksanakan dalam konteks masyarakat, bangsa dan negara di mana gereja ditempatkan.

Inilah yang dipercayakan kepada kita sebagai bagian Gereja Kristen Indonesia. Panggilan kita adalah mewujudkan keesaan dalam kepelbagaian serta tekun mengerjakan misi Allah di tengah situasi yang terus berubah dan tantangan zaman yang tidak mudah. Uraian di atas, yang merupakan petikan dari Penjelasan tentang Mukadimah Tata Gereja GKI, menjadi pengingat bagi kita semua. Melalui momen ulang tahun GKI ini, kita didorong agar gereja terus membarui diri untuk dapat mewujudkan damai sejahtera Allah untuk sekitarnya. Tuhan memampukan kita.

Forum Pendeta


Minggu, 30 Agustus 2020

GKI : MENJADI BERKAT BAGI INDONESIA

Kita percaya bahwa keberadaan GKI bukanlah sebuah kebetulan. Ada rencana Tuhan dengan menghadirkan GKI di tengah bangsa Indonesia yang memiliki keragaman suku dan budaya. Kita akan bersama memperhatikan mengenai hal ini dari sebagian penuturan dalam Mukadimah dan penjelasan Mukadimah Tata Gereja dan Tata Laksana GKI.

Secara partikular, GKI di samping memahami dirinya sebagai bagian dari gereja Tuhan Yesus Kristus yang Esa, juga memahami dirinya sebagai bagian dari gereja-gereja di Indonesia, dan bagian dari masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Keberadaan GKI dimaksudkan sebagai sumbangan bagi proses yang lebih nyata dari Gereja Kristen yang Esa di Indonesia, dan bagi pelaksanaan yang lebih baik dari misi Allah. Oleh karena itu, wujud kesatuan GKI adalah kesatuan yang fungsional, yang dicerminkan dalam bentuk kesatuan struktural yang organis, dengan tetap menghargai dan memanfaatkan semua kekayaan serta kepelbagaian warisan historis yang ada di dalamnya. Maksud dari kalimat tersebut adalah bahwa kesatuan GKI tidak hanya dipandang sebagai tujuan, tetapi juga dimaksudkan untuk memampukan GKI mewujudkan fungsinya di dunia, khususnya di Indonesia. Kesatuan GKI pada satu pihak selalu berada dalam proses perubahan pada dirinya sendiri, namun pada pihak lain juga dalam proses memengaruhi dan mengubah lingkungan di luarnya. Karena itu kesatuan ini disebut sebagai kesatuan yang bersifat fungsional: pertama, dengan mendasar diri pada Kristus dan oleh kuasa Roh Kudus, kesatuan GKI berfungsi ikut mengambil bagian dalam perjuangan mewujudnyatakan keesaan Gereja Tuhan Yesus Kristus, khususnya di Indonesia; kedua, kesatuan GKI itu berfungsi melibatkan diri dalam misi Allah di dunia, khususnya di Indonesia.

Sebagai gereja di Indonesia, GKI mengakui bahwa gereja dan negara memiliki kewenangan masing-masing yang tidak boleh dicampuri oleh yang lain, namun keduanya adalah mitra sejajar yang saling menghormati, saling mengingatkan dan saling membantu. GKI mendukung, terlibat dan berpartisipasi penuh dalam pembangunan nasional oleh karena GKI memahami pembangunan nasional sebagai upaya sengaja dan terencana untuk mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang lebih baik dalam arti yang seluas-luasnya dan sepenuh-penuhnya. Dukungan, keterlibatan, dan partisipasi tersebut harus diwujudkan dengan sikap positif, kreatif, kritis, dan realistis. Positif artinya terbuka terhadap hal yang baik; kreatif artinya dalam kuat kuasa Roh Kudus terlibat secara aktif dalam usaha-usaha pembaruan; kritis artinya melihat segala sesuatu dalam terang firman Allah; realistis artinya sadar akan waktu dan batas-batas kenyataan dan tidak terbawa oleh impian kosong.

Bapak, Ibu, Sdr ini adalah keberadaan dan panggilan kita sebagai Gereja Kristen Indonesia. Di mana pun kita berada, kita dapat menghadirkan semangat untuk menjadi berkat bagi Indonesia. Biarlah melalui kita, nama Tuhan dipemuliakan di bumi Indonesia dan kasihNya dapat dialami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja memampukan kita selalu.

Forum Pendeta