ULANG TAHUN: PERAYAAN KASIH DAN ANUGERAH TUHAN

Bila kita berbicara tentang ulang tahun, apa yang terbayang dalam benak Saudara? Ya, ulang tahun identik dengan kue, lilin, lagu ulang tahun, angka yang menandai usia, pesta dan hadiah. Pada saat lilin ditiup, yang berulang tahun diminta membuat doa permohonan. Tidak ketinggalan ucapan selamat ulang tahun dari keluarga, teman, sahabat dan rekan. Yang suka media sosial, ulang tahun juga menjadi momen untuk memposting ritual ulang tahun: makan bersama keluarga, roti berhias dan lilin yang menyala. Ulang tahun menjadi momen yang dirayakan banyak orang, walaupun ada yang tidak suka dan tidak merayakannya. Bagaimana kalau yang berulang tahun adalah gereja? Apa dan bagaimana kita merayakannya?

Tanggal 31 Oktober 2023, GKI Pengadilan Bogor, merayakan ulang tahun ke-55. Perjalanan yang membawa pada angka yang istimewa yaitu 55. Apakah yang istimewa, apakah angkanya? Angka menunjukkan atau menandakan suatu jumlah yang seringkali membuat orang terpana atau kaget dan bertanya. Pada sisi yang lain angka juga membuat orang merenung dan berefleksi: apa yang sudah terjadi dalam perjalanan yang telah dilalui? Apakah semua yang terjadi menjadi sesuatu yang berarti dan mencerminkan arah perjalanan hidup yang benar. Apakah di dalamnya kita merasakan kasih dan karya Allah yang mewarnai setiap peristiwa. Berapa banyak momen-momen yang membuat kita tertegun atau bertannya-tanya dalam hati tentang arti dari semua yang terjadi?

Bila kita menengok sejenak ulang tahun GKI Pengadilan Bogor ke-50, lima tahun yang lalu. Kita diingatkan akan tantangan yang akan dihadapi, salah satunya orang akan semakin egois dan lebih menyukai berinteraksi dengan handphone daripada sesamanya. Apakah semua itu terbukti saat ini? Ibarat sebuah perahu, ulang tahun adalah pelabuhan untuk bersandar, memperbaiki diri, mengevaluasi perjalanan, mempersiapkan bekal dan melanjutkan perjalanan. Apakah saat ini, lima tahun berselang, kita sudah berlayar dengan baik: kearah yang benar (seperti yang Tuhan Yesus inginkan) dan setiap orang melaksanakan tugasnya serta dapat bekerjasama yang menghasilkan karya dan perjalanan yang menghadirkan sukacita dan pengharapan?

Momen ulang tahun ke-55 GKI Pengadilan Bogor berada dalam bingkai tema pelayanan 2022-2024: Mewujudkan Pembaharuan Hidup. Ayat alkitab yang menjadi dasar tema ini yaitu Roma 12:12. Pembaharuan hidup menjadi nafas gereja, juga menjadi jalan hidup jemaat. Pembaharuan hidup menuntun dan membawa kehidupan bergereja mengikuti kehendak Allah bukan dunia. Bagaimana dengan kita, GKI Pengadilan Bogor, apakah ini juga terlihat dan terwujud dalam kehidupan kita bersama? Dalam pembaharuan hidup ini kita semakin meninggalkan cara-cara duniawi dalam menyikapi, menyelesaikan dan mewujudkan segala sesuatu dalam hidup bergereja. Di dalamnya kita semakin menemukan kehendak Allah, hidup yang berkenan kepada-Nya, dan semakin sempurna.

SELAMAT ULANG TAHUN KE-55 GKI PENGADILAN BOGOR
SOLI DEO GLORIA

Forum Pendeta


BEROLEH HATI YANG BIJAKSANA (Mazmur 90:1-12)

Lionel Messi merengkuh penghargaan Ballon d’Or yang ke-8 di tahun 2023. Ia lahir dan tumbuh dengan permasalahan kesehatan yang membuat orang tuanya harus mencari pengobatan untuk Messi. Inilah yang membawa Messi dan orangtuanya pergi ke Barcelona, Spanyol. Anak yang dulu mengalami masalah pertumbuhan ini dalam prosesnya menjadi salah satu pemain sepak bola terkenal di dunia. Novak Djokovic, masa kecilnya tumbuh dalam suasana yang menakutkan. Serbia, negara di mana ia lahir dilanda perang. Masa depan yang suram terbentang di hadapannya. Apakah ia menyerah? Tidak. Tahun ini ia merengkuh juara Grand Slam yang ke-24. Yaitu sebutan untuk empat kejuaraan tenis terkemuka di dunia, yaitu Australia Terbuka, Perancis Terbuka, Wimbledon dan Amerika Terbuka. Ia juga memecahkan berbagai rekor dunia. Noel, panggilan akrabnya menjadi petenis di era modern dengan piala Grand Slam terbanyak. Messi dan Djokovic adalah orang-orang yang belajar dan bangkit dari keterbatasan dan penderitaan serta menjadikannya sebagai tonggak untuk meraih kesuksesan.

Musa, abdi Allah dalam Mazmur 90:1-2 menyadari betapa lemah, fana dan terbatas hidupnya. Hidupnya digambarkan seperti rumput, pagi tumbuh, sore layu, atau seperti giliran jaga, sangat singkat. Belum lagi berbagai kesalahan dan dosa yang ada dalam hidupnya membuat ia tidak dapat lari dari hukuman dan murka Allah. Hanyalah debu aku. Apa yang menarik dari hidup manusia seperti ini? Belum lagi penderitaan yang silih berganti menerpa, menyapa, menghiasi hidupnya dan membuatnya menghabiskan hidupnya dalam keluh.

Musa, abdi Allah tidak hanya mengeluh, semua keterbatasan dan dosa tidak hanya membuatnya rapuh. Semua itu membawa ia belajar. Pertama, ia belajar untuk bersandar kepada Allah. Allah adalah tempat perteduhan. Allah Sang Pencipta menjadi tempatnya berteduh dari berbagai pergolakan dan pergumulan dalam hidupnya. Musa mengakui semua kelemahan dan keterbatasan hidupnya dan pada saat yang sama ia memiliki kesadaran bahwa semua itu tidak terlepas dari tangan Allah. Bahkan murka Allah sekalipun adalah alat pengingat baginya untuk melihat kedahsyatan Allah dalam hidupnya. Bahkan dalam geram dan murka Allah, Musa melihat karya-Nya yang mengingatkannya untuk hati-hati dengan hidupnya. Hidup yang fana, rapuh dan terbatas serta diwarnai berbagai dosa dan kesalahan dapat membuat manusia putus asa, menyerah dan kehilangan semangat serta daya juang. Bagi orang yang bersandar kepada Allah penderitaan dan kesukaran menjadi tantangan sekaligus peluang. Penderitaan dan kesukaran yang bisa dilewati menjadi hal yang membanggakan. Proses yang tidak mudah namun menghasilkan kebanggaan, karena berhasil melaluinya. Musa, abdi Allah melewati semua proses itu. Bagi kita saat ini, Tuhan Yesus mengundang kita untuk melewati penderitaan dan kesukaran bersama-Nya: “Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Apakah Saudara menanggapi undangan dari Tuhan Yesus ini?

Kedua, memiliki hati yang bijaksana. Musa, abdi Allah belajar dari semua yang ia jumpai dalam hidupnya dengan baik. Semua yang ada: kelemahan, kefanaan, keterbatasan (umur 70-80), penderitaan dan kesukaran, bahkan murka Allah membuatnya semakin merendahkan diri di hadapan Allah. Ia memohon kepada Allah agar diberi hati yang bijaksana. Hati yang bisa memaknai semua yang terjadi bukan hanya dari sudut pandang manusia yang terbatas, tetapi dari sudut pandang Allah. Hidup yang tidak hanya diukur dari keberhasilan dan kesuksesan, tetapi dari kesetiaan dan kewaspadaan serta kesadaran. Hidup yang tidak hanya memilih dan meminta hal-hal yang mudah dan indah, tetapi juga menghidupi penderitaan, kesukaran dan keterbatasan sebagai jalan untuk semakin berserah dan bukan menyerah. Hati yang bijaksana adalah hati yang terus merasakan kasih dan kuasa Allah dalam kelemahan kita. Seperti pengalaman rasul Paulus: Tetapi jawab Tuhan kepadaku, ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (2 Kor. 12:9-10). Bila dalam hidup ini kemudian kita bermegah, kita bermegah dalam kuasa Allah. Apakah semakin hari (bertambah usia) Saudara semakin memiliki hati yang bijaksana?

Forum Pendeta


KRISTUS RAJA

Marilah kita bersorak-sorai untuk TUHAN
bersorak-sorak bagi gunung batu keselamatan kita.
Marilah kita menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur,
bersorak-sorak bagi-Nya dengan nyanyian mazmur.
Sebab TUHAN adalah Allah yang besar
Raja yang besar di atas segala ilah.
Bagian-bagian bumi yang paling dalam ada di tangan-Nya
puncak gunung-gunung pun milik-Nya.
Laut milik-Nya, Dialah yang menjadikannya,
dan darat, tangan-Nyalah yang membentuk-Nya.
Masuklah, marilah kita sujud menyembah,
berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.
Sebab Dialah Allah kita,
dan kitalah umat gembalaan-Nya, kawanan domba tuntunan tangan-Nya.
(Mazmur 95:1-7a)

Hari Minggu Kristus Raja menjadi akhir atau puncak dari tahun gerejawi. Minggu Kristus Raja juga menjadi tanda bahwa umat Allah akan memasuki kalender tahun gereja yang baru yaitu Minggu Adven 1. Apa yang harus kita renungkan dan hayati di Minggu Kristus Raja ini? Bagaimana kita menerapkannya dalam kehidupan kita, sehingga Minggu Kristus Raja tidak hanya menjadi penutup tahun gereja? Penulis Mazmur 95:1-7a membagikan pengalamannya sebagai orang beriman yang menghidupi Allah sebagai Raja dalam hidupnya.

Pertama: TUHAN gunung batu keselamatan. Sorak-sorai menandai umat yang bersyukur dan bersukacita karena TUHAN adalah gunung batu keselamatan dalam hidup mereka. Sorak sorai dengan nyanyian syukur dan mazmur menjadi puji-pujian atas karya TUHAN Allah dalam kehidupan mereka. Ajakan untuk bersorak-sorai dengan nyanyian syukur dan mazmur menjadi hal pertama yang mereka bawa dan persembahkan untuk TUHAN dalam perjalanan mereka menghadap TUHAN. Hal ini menegaskan dan mengajarkan kepada umat bahwa hanya TUHAN yang layak menerima sorak-sorai dengan nyanyian syukur dan mazmur. Juga menegaskan betapa umat mengalami dan mengimani bahwa TUHAN Allah adalah gunung batu keselamatan dalam hidup mereka. Apakah hal ini juga menjadi nyata dalam kehidupan kita saat ini?

Kedua: TUHAN penguasa seluruh ciptaan. Sorak-sorai nyanyian syukur dan mazmur dari umat Allah juga menandakan bahwa Allah yang mereka sembah dan percayai adalah Allah yang besar. Allah yang mengatasi semua ilah dari bangsa-bangsa lain di sekitar mereka. Allah yang mengenal bagian-bagian terdalam dan ciptaan-Nya. Pemilik dari puncak-puncak gunung yang tinggi menjulang. Laut dan darat adalah milik-Nya serta bentukan tangan-Nya. Pengakuan ini menuntun umat pada sikap tunduk dan menyanyikan kebesaran TUHAN Allah. Ia Raja atas seluruh ciptaan, lebih besar dari semua ilah. Maka hanya TUHAN Allah saja yang patut menerima sorak-sorai dan pujian.

Ketiga: TUHAN menggembalakan umat-Nya. Inilah yang membuat umat sujud menyembah. TUHAN Allah bukanlah raja yang lalim, otoriter, bengis, main kuasa dan menakutkan. Ia adalah Raja yang dekat dengan umat-Nya. Ia bagaikan seorang gembala memperhatikan domba-domba-Nya. Umat juga menyadari dirinya sebagai kawanan domba yang digembalakan Allah. Dialah Allah kita, Pencipta sekaligus Pemelihara hidup umat-Nya. Umat sujud menyembah bukan karena takut tetapi karena merasakan kedekatan yang indah. TUHAN Allah yang adalah gunung batu keselamatan, pemilik dan yang membentuk gunung darat, dan laut, itu adalah Allah yang menjadi pemilik dan penjaga kawanan domba (umat Allah).

Kita demikian pemazmur menempatkan dirinya dan umat Allah. Kita sebagai umat Allah yang mengakui Allah sebagai Raja seharusnya memperlihatkan sikap itu dalam relasi yang indah dengan TUHAN Allah. Bukan hanya pengakuan secara formal tetapi lebih lagi dalam sikap dan relasi setiap hari. Tuhan Yesus adalah Raja kita, jika kita mengakuinya secara nyata dalam sikap hidup setiap hari. Minggu Kristus Raja tidak hanya mengakhiri tahun gerejawi, tetapi juga menegaskan puncak keyakinan iman kita: Kristus Adalah Raja Semesta.

Forum Pendeta