Minggu, 4 September 2022

MENJADI BERKAT BAGI SAUDARA
(1 Yoh. 4:20)

Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.

Kasih! Siapa di antara kita yang tidak asing dengan kata yang satu ini? Sejak sekolah minggu hingga hari ini, kasih adalah hal paling mendasar yang sering kita dengar. Dalam peribadahan Minggu, persekutuan, pendalaman Alkitab, hingga saat teduh pribadi tema kasih kerap kali muncul dan diingatkan berulang kali. Hal ini tentu wajar. Kasih adalah hal paling mendasar yang perlu kita hidupi sebagai umat Kristen. Belum lagi ada dua hukum kasih yang terkenal: Kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Mat. 22:37-40)

Meskipun sudah sering diingatkan tentang kasih, mungkin kerap kali kita, sebagai manusia yang terbatas, kewalahan untuk menunjukkan kasih ini. Mengapa? lagi-lagi karena kita adalah manusia yang sangat terbatas. Emosi, logika, dan kepentingan kita pada akhirnya membatasi kita untuk bisa mengasihi secara utuh. Bila disandingkan dengan keterbatasan kita ini, mungkin mewujudnyatakan sikap kasih adalah hal yang cukup sulit untuk kita lakukan dan ini manusiawi!

Penulis surat 1 Yohanes 4:20 hendak mengingatkan kita, bahwa mengasihi Allah berarti mengasihi sesama kita manusia. Bagaimana caranya kita mengasihi Allah? Surat 1 Yohanes 4:20 menyederhanakan bahwa mengasihi Allah dapat diwujudkan melalui tindakan mengasihi saudara kita, yang wujud dan kehadirannya bisa kita rasakan secara fisik. Oleh karena itu kedua hukum kasih ini tidak dapat dipisahkan, karena jika kita mengasihi Allah, maka kita akan mengasihi saudara kita. Dengan kita mengasihi saudara kita, maka kita juga sedang mengasihi Allah. Tentu saja bentuk kasih ini dapat hadir dalam bentuk apa saja, termasuk menjadi berkat bagi saudara-saudara kita.

GKI Pengadilan mengusung bulan September sebagai Bulan Kesaksian dan Pelayanan (Kespel) dengan tema: “Dimampukan Untuk Terus Menjadi Berkat.” Selama satu bulan ini kita akan diingatkan kembali tentang kasih dalam wujud kesaksian dan pelayanan kita sebagai gereja di tengah dunia ini. Majelis Jemaat Bidang Kespel memiliki kepanjangan tangan untuk melakukan tugas pelayanannya yaitu di dalam Badan Pelayanan Jemaat melalui kelompok-kelompok kerja yang ada. Beberapa kelompok kerja (Pokja) dari Bidang Kespel adalah Diakonia dan Beasiswa serta Pokja Mandiri. Melalui kedua pokja ini, GKI Pengadilan terus berusaha untuk menjadi berkat bagi seluruh anggota jemaat GKI Pengadilan.

Pokja Diakonia dan Beasiswa GKI Pengadilan memberi bantuan biaya pendidikan bagi para siswa dan mahasiswa serta bantuan biaya hidup untuk anggota jemaat yang membutuhkan. Melalui Pokja Mandiri, GKI Pengadilan membuka ruang bagi para orang tua yang anaknya menerima beasiswa untuk bisa melakukan usaha kecil dengan membuat makanan, demikian juga mereka yang menerima bantuan diakonia supaya mereka bisa punya penghidupan lebih. Para pengurus hadir untuk memastikan kualitas dan memberi masukan-masukan. Keduanya memiliki tujuan yang sama, menghadirkan kasih dan menjadi berkat bagi seluruh anggota jemaat GKI Pengadilan.

Bersama-sama sebagai jemaat GKI Pengadilan, mari kita menghadirkan kasih yang nyata ini kepada saudara-saudara kita dengan terus menjadi berkat. Kasih dapat dimulai dari ruang lingkup yang paling kecil, yaitu gereja kita sendiri. Seluruh anggota jemaat GKI Pengadilan adalah saudara yang dipersatukan dalam sebuah persekutuan jemaat. Selayaknya saudara, seindah dan seburuk apa pun relasi yang kita miliki satu sama lain, kita semua tetap adalah saudara. Mari kita tapaki bulan September ini dengan satu semangat yang sama: “Mengasihi Allah dan menjadi berkat bagi saudara-saudara kita!” Amin.

Kenneth Oswald


Minggu, 11 September 2022

MENJADI BERKAT BAGI YANG ASING
(Mat. 5:13-16)

Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”

Lebih mudah yang mana: Berbuat baik pada orang yang sudah kita kenal atau berbuat baik pada orang asing? Berbuat baik pada orang yang sudah kita kenal adalah hal lumrah yang kita lakukan. Tentu kita bisa berbuat baik, karena kita mempunyai ikatan dengan mereka. Dengan adanya ikatan, maka muncul dorongan dari dalam hati untuk bisa berbuat baik. Mungkin sebagian dari kita akan kesulitan untuk berbuat baik pada orang asing karena kita tidak memiliki ikatan khusus seperti dengan orang yang telah kita kenal. Dengan tidak adanya ikatan, mungkin kita akan mempertimbangkan banyak hal sebelum kita bisa berbuat baik pada orang asing.

Penulis Injil Matius hendak mengingatkan kita bahwa ikatan seorang Kristen dalam menjadi garam dan terang dunia bukan pada orang lain, tetapi pada Tuhan sebagai sumber kekuatan kita untuk menjadi berkat. Bila ikatan dengan Tuhan itu kuat, maka tidak ada pengecualian lagi kepada siapa kita akan berbuat baik. Kita tidak akan lagi melihat apakah kita kenal atau tidak kenal dengan orang tersebut. Karena ketika mengikatkan diri pada Tuhan, kita akan dimampukan untuk memakai setiap kesempatan maupun sumber daya yang ada untuk bisa melakukan perbuatan baik.

Contohnya adalah Kelompok Kerja (Pokja) Mitra Waluya dan Marturia sebagai perpanjangan tangan MJ Bidang Kespel untuk berbuat baik pada siapa saja dan menjadi berkat. Pokja Mitra Waluya adalah klinik kesehatan di Pos Kracak yang dibuka setiap hari kerja untuk melayani warga yang tinggal di sekitar Pos Kracak. Selain Mitra Waluya, ada pula Pokja Marturia yang mengadakan senam setiap hari Jumat pukul 8 pagi di halaman gereja. Program senam ini terbuka untuk umum, tidak hanya untuk seluruh anggota jemaat GKI Pengadilan saja bahkan sejak awal pesertanya berasal dari berbagai macam agama! Siapa saja boleh ikut bergabung dan mengikuti program senam yang ada. Kedua pokja ini memiliki tujuan
yang sama, yaitu menjadi berkat sebagai garam dan terang bagi orang banyak, tidak hanya bagi anggota jemaat GKI Pengadilan. Dalam keterbatasannya, keduanya selalu berupaya maksimal membuka “pintu” gereja sehingga siapa saja dapat merasakan kasih persahabatan dan pertolongan.

Bersama-sama sebagai jemaat GKI Pengadilan, mari kita juga menjadi garam dan terang bagi orang banyak. Dengan ikatan kasih pada Tuhan, sesederhana apapun tindakan dan perbuatan kita, kita akan dimampukan untuk menggarami dan menerangi sekitar kita. Mari kita lanjutkan perjalanan iman kita dalam bulan September ini dengan satu semangat yang sama: “Menjadi berkat sebagai garam dan terang bagi mereka yang asing!” Amin.

Kenneth Oswald


Minggu, 18 September 2022

MENJADI BERKAT BAGI YANG KESULITAN

Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Gal. 6:2)

Salah satu sikap yang terkenal dari bangsa Indonesia adalah gotong-royong. Berdasarkan KBBI, gotong-royong adalah sebuah sikap bekerja bersama-sama dan saling tolong. Gotong berarti bekerja dan royong berarti bersama-sama. Maka dari itu, sikap gotong royong ditunjukkan untuk mencapai tujuan bersama. Biasanya gotong-royong lekat dengan kegiatan membersihkan lingkungan rumah bersama-sama dengan para tetangga. Bersih-bersih di lingkungan rumah dilakukan bersama-sama untuk menunjukkan rasa memiliki, sekaligus mempercepat proses pembersihan yang dilakukan. Selain itu, istilah gotong-royong juga lekat dalam tindakan untuk saling menolong, khususnya ketika kita bersama-sama hendak menolong orang lain yang tengah kesulitan. Oleh karena itu, sikap gotong-royong sebenarnya juga bisa dikaitkan dengan sikap solidaritas antar-tetangga untuk saling menolong.

Paulus, melalui surat bagi jemaat di Galatia, hendak mengingatkan kita untuk saling menolong dan saling mengingatkan. Bila ada saudara, teman, rekan, atau orang lain di sekitar kita yang membutuhkan bantuan, maka tugas kita sebagai pengikut Kristus adalah bukan diam saja. Bukankah ini juga termasuk budaya gotong royong yang mau saling tolong? Sudah selayaknya kita memberikan mereka bantuan dan pertolongan agar mereka dapat berjuang melewati kesulitan yang dihadapi. Sikap ini juga yang menjadi perintah Kristus dalam hukum kasih yang kedua. Panggilan kita adalah untuk mengasihi sesama kita, seperti kita mengasihi diri kita sendiri.

Contohnya adalah Kelompok Kerja (Pokja) Bantuan Hukum sebagai perpanjangan tangan MJ Bidang Kespel yang menjadi berkat lewat bantuan hukum yang diberikan kepada anggota jemaat GKI Pengadilan yang membutuhkan. Sebagai warga negara yang tidak berkecimpung di dunia hukum, kadang-kadang kita mungkin kebingungan dan tidak tahu harus melapor ke mana dan berbuat apa ketika kita memiliki pergumulan yang melibatkan hukum negara kita. Oleh karena itu, melalui Pokja Hukum ini GKI Pengadilan memberi pelayanan konsultasi di bidang hukum yang kontaknya dapat kita temukan dalam warta jemaat. Tidak hanya pelayanan konsultasi di bidang hukum, Pokja Hukum juga memberi ruang bagi
anggota jemaat untuk mempelajari dan memperdalam hukum di negara kita lewat pembinaan-pembinaan yang diadakan. Pokja ini memiliki satu tujuan yaitu menjadi berkat bagi mereka yang kesulitan dalam bidang hukum dengan menolongnya menemukan jalan keluar, sekaligus memberi pencerahan tentang hukum yang berlaku di negara kita.

Bersama-sama sebagai jemaat GKI Pengadilan, mari kita juga bergotong-royong membantu saudara kita yang saat ini sedang kesulitan. Sikap gotong-royong dapat dihadirkan lewat tindakan yang sederhana dan dimulai dengan panggilan untuk tidak tinggal diam ketika kita melihat ada yang kesulitan. Mari kita lanjutkan perjalanan iman kita dalam bulan September ini dengan satu semangat yang sama: “menjadi berkat dengan saling menolong, khususnya menolong mereka yang sedang dalam kesulitan!” Amin.

Kenneth Oswald


Minggu, 25 September 2022

DIMAMPUKAN TERUS MENJADI BERKAT

Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: “Olehmu segala bangsa akan diberkati.” Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. (Gal. 3:7-9)

Apakah di antara kita ada yang tidak memiliki pergumulan di dalam hidup? Seberapa baiknya jalan hidup yang kita lalui, kita pasti akan berjumpa dengan pergumulan. Misalnya pergumulan ekonomi, pergumulan dalam rumah tangga atau keluarga, pergumulan dalam pekerjaan, pergumulan akan masa depan, dan pergumulan dalam hal pendidikan. Kadang kala pergumulan yang dihadapi menyulitkan kita untuk berpikir dengan jernih, berkonsentrasi dalam hal yang kita lakukan, bahkan mempengaruhi kesehatan fisik kita. Dan tanpa kita sadari, pergumulan ini juga yang menghalangi kita untuk bisa menjadi berkat, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain di sekitar kita.

Ketika memiliki pergumulan, kita sendiri sedang berjibaku dengan persoalan hidup kita sendiri sehingga akhirnya kita cenderung memikirkan diri sendiri demi mencari jalan keluar dari pergumulan yang dihadapi. Mengapa? Karena hidup kita dipenuhi dengan kekhawatiran akan masa depan. Bila khawatir dengan kehidupan sendiri, maka tidak ada ruang untuk memikirkan kehidupan orang-orang lain yang ada di sekitar kita. Inilah akhirnya yang menjadi hambatan bagi kita untuk bisa menjadi berkat.

Paulus, melalui suratnya untuk jemaat di Galatia, hendak mengajak kita untuk meneladani iman yang dimiliki Abraham. Abraham tidak tahu ia akan dibawa ke mana oleh Tuhan ketika ia disuruh pergi, Abraham bahkan dijanjikan keturunan yang banyak di usianya yang sudah sangat senja. Meskipun langkahnya tampak gelap, tetapi Abraham tetap menuruti perintah Tuhan, karena ia tahu dengan siapa ia berjalan. Iman Abraham adalah iman yang membuatnya taat melangkah meski banyak persoalan, iman yang membuatnya berani menyerahkan yang berharga di dalam hidupnya. Imannya menunjukkan bahwa ia tidak lagi berpikir tentang untung dan rugi, karena ia hanya berfokus pada kehendak Tuhan.

Iman seperti Abraham inilah yang patut kita teladani di dalam kehidupan kita yang berliku. Dengan iman seperti Abraham, kita tidak lagi memikirkan diri kita sendiri. Kita mau menjadi berkat dan menolong orang lain tanpa memikirkan untung dan rugi. Menjadi berkat bagi orang lain tidak lagi menjadi sebuah beban karena kita tidak lagi hanya memikirkan diri sendiri. Iman menuntun kita untuk dapat terus melangkah di setiap pergumulan yang ada. Iman membuat kita terus berjalan di tengah pergumulan hidup yang ada secara perlahan. Ketika kita memiliki iman seperti Abraham, maka pergumulan kita justru menjadi kesempatan untuk menjadi berkat. Kita akan dimampukan untuk terus berkarya meskipun tidak berdaya.

Sepanjang bulan September ini kita sama-sama berefleksi tentang menjadi berkat bagi sesama kita. Bagi saudara kita, bagi yang asing, bahkan bagi orang yang kesulitan. Tema yang diusung GKI Pengadilan dalam bulan Kespel (Dimampukan Terus Menjadi Berkat) hendak meneguhkan langkah kita untuk bisa terus menjadi berkat bagi siapa saja di tengah keterbatasan kita. Menjadi berkat tidak hanya berhenti pada bulan ini saja, tetapi terus berlanjut dalam kehidupan kita masing-masing. Mari kita tutup bulan September ini dan melanjutkan kehidupan kita dengan satu semangat yang sama: “bersama-sama terus menjadi berkat di tengah pergumulan kita dengan meneladani iman Abraham!” Amin.

Kenneth Oswald