MENAPAKI HIDUP BERSAMA TUHAN

Jalan hidup tak selalu
Tanpa kabut yang pekat
Namun kasih Tuhan nyata
Pada waktu yang tepat
Mungkin langit tak terlihat
Oleh awan yang tebal
Di atasnyalah membusur
Pelangi kasih yang kekal

Bait lagu di atas adalah bagian dari lagu yang berjudul: Jalan Hidup Tak Selalu. Lagu ini terdapat dalam NKB 170. Lagu yang cukup popular dan sering dinyanyikan dalam berbagai kesempatan. Lagu yang liriknya membawa pesan agar kita tidak lekas menyerah atau berputus asa saat hidup diliputi berbagai masalah. Ini penting karena saat hidup manusia diliputi masalah seperti kabut yang pekat dan awan yang tebal membuat kita sulit untuk melihat karya Tuhan. Hal ini juga dialami pemazmur dalam Mazmur 121. Pertanyaan: “dari manakah pertolonganku” seringkali juga menjadi pertanyaan dalam kehidupan banyak orang percaya. Apakah pertanyaan itu menandakan sebuah keputusasaan? Bagi pemazmur pertanyaan itu justru menuntunnya untuk mempercayakan diri kepada TUHAN.

Pertolonganku ialah dari TUHAN (121:2). Saat melakukan perjalanan untuk beribadah ke Yerusalem pemazmur harus melewati daerah pegunungan yang seringkali menjadi tempat persembunyian para perampok. Gunung-gunung yang menjulang dan menyembunyikan bahaya yang bisa mengancam sewaktu pemazmur melewatinya tidak menghentikan langkahnya. Ia menegaskan pada dirinya bahwa semua itu dapat ia lewati dan lalui karena “TUHAN yang menjadikan langit dan bumi” adalah sumber pertolongan dalam hidupnya. Para penjahat dan mara bahaya dapat mengintai dan menimpanya tetapi TUHAN yang menjadikan gunung-gunung itu akan menolongnya. Apa yang manakutkan dalam hidup Saudara? Ancaman atau bahaya apa yang bisa menimpa Saudara? Semua itu adalah hal yang nyata, bisa terjadi kapan saja. Satu hal jangan pernah kehilangan kepercayaan bahwa Tuhan Yesus akan menolong kita. Mari jadikan Ia sebagai sumber kekuatan, keberanian dan pengharapan untuk melewati jalan-jalan hidup yang tidak mudah. Lih. Ibrani 4:16. Juga Matius 10:30-31.

TUHANlah Penjagamu (121:5). Apa atau siapa yang sering kita andalkan untuk menjaga kita? Orang tua, anak, saudara, teman atau sahabat. Bisa juga kedudukan, kekayaan, jabatan, kerekanan. Semua itu tidak salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Pengalaman membutikan bahwa semuanya itu bisa mengecewakan, karena fana dan rapuh. Bagi pemazmur yang sungguh-sungguh bisa menjaga hidupnya adalah TUHAN Allah. Dia tidak pernah mengecewakan. Dia tidak berubah. Dia selalu ada. Inilah yang membuat pemazmur menempatkan TUHAN sebagai yang utama yang dapat menjaga hidupnya. Sang Penjaga (3x) yaitu TUHAN akan menjaga (3x) dalam segala situasi dan kondisi. Ia sudah, sedang dan akan menjaga kehidupan Saudara apapun situasinya.

TUHAN menjaga keluar masukmu (121: 8). Inilah keyakinan pemazmur bahwa TUHAN akan menjaga saat ia memasuki Yerusalem melalui gunung-gunung yang mebahayakan. Tuhan juga akan menjaganya saat ia pulang dari beribadah di Yerusalem. Keyakinan ini juga bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sebagai orang percaya bahwa Tuhan Yesus akan menjaga dalam segala waktu kehidupan kita. Ia menjaga saat pagi ketika kita bangun. Ia juga menjaga kita memasuki malam dalam istirahat. Ia tidak hanya menjaga di waktu-waktu tertentu. Ia akan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya.

Refrain lagu NKB 170 meyakinkan kita untuk menyakini pertolongan Tuhan Yesus menyibak awan yang gelap dan tebal:

Habis hujan tampak pelangi
Bagai janji yang teguh
Di balik duka menanti
Pelangi kasih Tuhanmu

Percayalah, melangkah bersama Tuhan Yesus memampukan kita menapaki setiap langkah hidup yang kita jalani.

Forum Pendeta


HORMATILAH TUHAN DAN TAATILAH DIA

Mazmur 95

Saudara terkasih apa yang Saudara rasakan saat beribadah? Biasa saja? Sukacita? Senang? Hampa? Tidak merasa apa-apa? Mari kita memperhatikan syair lagu dari PKJ 264: Apalah Arti Ibadahmu. Saat kita beribadah berarti kita berelasi dengan Tuhan Yesus. Relasi ini melibatkan tubuh dan hati kita. Relasi yang disertai dengan kesadaran sehingga dalam relasi itu komunikasi kita dengan Allah terjalin dengan indah. Setiap bagian dari liturgi menuntun kita menghayati perjumpaan dengan respon dan sikap yang benar. Apakah itu gerakan tubuh: duduk dan berdiri, atau ucapan kita: nyanyian umat, doa, pengakuan iman. Demikian juga dengan berbagai simbol yang membuat kita mengerti nuansa atau suasana yang mewarnai ibadah kita, mari kita perhatikan syair di bawah ini.

APALAH ARTI IBADAHMU KEPADA TUHAN,
BILA TIADA RELA SUJUD DAN SUNGKUR?
APALAH ARTI IBADAHMU KEPADA TUHAN,
BILA TIADA HATI TULUS DAN SYUKUR?

Mazmur 95 mengajarkan kepada kita arti ibadah. Pertama: Ibadah adalah pengakuan penuh sukacita akan keagungan Tuhan dan karya keselamatan yag dikerjakan bagi umat-Nya. Ibadah adalah penyembahan penuh takwa akan hadirat-Nya, juga mendengarkan firman Allah dan teguran-Nya. Ibadah adalah tindakan kita (manusia) di hadapan Allah, tetapi tidak pernah satu arah karena Allah ada. Dia hadir di tengah umat-Nya sebagai Penyelamat dan Pencipta. Belum ada ibadah kalau umat tidak membiarkan Allah berbicara dan tidak siap untuk mendengar firman-Nya dan menerima bimbingan-Nya.

Kedua: Ibadah membawa kita berhadapan dengan Allah yang hadir pada “hari ini” berbicara kepada umat-Nya dan melaksanakan karya keselamatan-Nya. Firman Tuhan yang kita dengar dan menyapa kita adalah kesaksian tentang firman dan karya-Nya di masa lampau. Akan tetapi dalam ibadah, masa lampau menjadi “hari ini”. Jemaat adalah keturunan dari angkatan masa lampau, dengan mendengarkan pengalaman iman mereka, pengalaman mereka menjadi pengalaman kita di masa kini. Tanpa pengalaman mereka, kita tidak menjadi seperti apa adanya kita sekarang ini. Di dalam liturgi, Tuhan benar-benar berbicara kepada kita seperti Dia telah berfirman kepada orang-orang beriman di masa lampau. Bagaimana Saudara menghayati perjumpaan dengan Tuhan itu dalam sikap hormat?

Ketiga: Ibadah tidak berakhir dengan waktu ibadah. Sikap mau mendengarkan Tuhan harus berlangsung dalam hidup yang nyata. Di sini Tuhan Yesus hadir dan menyatakan diri-Nya. Ibadah harus menjadi suatu sikap hidup setiap hari. Sikap ibadah yang sejati adalah bersukacita ialah bersukacita menghadap Tuhan di segala tempat dan waktu, berlutut di hadirat-Nya dan siap mendengarkan firman-Nya.

Buah dari ibadah yang sejati adalah diperkenankan masuk dalam perhentian bersama Tuhan, ini adalah anugerah. Teguran yang Tuhan lakukan melalui contoh kehidupan orang Israel menjadi pelajaran bagi kita. Bahwa sikap hormat dan taat serta mendengarkan suara-Nya menjadi hal penting dalam kehidupan orang percaya saat ini.

Di Minggu Pra-Paskah ke-3 ini kita dipanggil melangkah dan menghidupi perjumpaan dengan Tuhan dengan sikap yang benar. Dalam sikap yang benar itu kita membuka hati mendengarkan suara-Nya, mengikuti perintah dan petunjuk-Nya dan memiliki kesediaan untuk berubah dan mengubah diri.

Forum Pendeta


TUHAN ADALAH GEMBALAKU

Mazmur 23

Satu dari banyak metafora yang dipakai untuk menggambarkan relasi antara orang percaya dan Tuhan Allah adalah domba dan Gembala. Perjanjian Lama mengungkapkan dalam banyak kesempatan, misalnya dalam Mazmur 28:9, 79:13, Mazmur 90:2, Mazmur 95:7, Yes. 40:11, Yer.31:10, Yeh 34: 6-19. Gambaran Allah sebagai Gembala menggambarkah kasih Allah yang besar kepada umat-Nya. Tuhan Yesus juga menggunakan metafor yang sama dalam relasi dengan umat-Nya. Misalnya dalam Yohanes 10: 11-16, Ibrani 13:12, 1 Petrus 5:4, dan Wahyu 7:17.

Dua kebenaran ditekankan dalam metafora Allah sebagai Gembala dan umat sebagai domba-Nya. Pertama: Allah, melalui Kristus dan oleh Roh Kudus, demikian memperhatikan setiap anak-Nya sehingga Ia ingin mengasihi, memelihara, melindungi, membimbing, dan dekat dengan anak itu, sebagaimana dilakukan oleh seorang gembala yang baik dengan domba-dombanya sendiri (Yoh.10:11,14). Kedua: Orang percaya adalah domba-domba Tuhan. Kita adalah milik-Nya dan menjadi sasaran khusus kasih
sayang dan perhatian-Nya. Sekalipun “kita sekalian sesat seperti domba” (Yes. 53:6), Tuhan telah menebus kita dengan darah-Nya yang tercurah (1 Petrus 1:18-19), dan kini kita menjadi milik-Nya. Selaku domba-domba Allah kita dapat menagih janji-janji mazmur ini waktu kita menanggapi suara-Nya dan mengikut Dia (lih. Yoh 10:3-5).

Apa yang dirasakan dalam relasinya dengan Allah sebagai Gembala dan dirinya sebagai domba? Pertama: “TAKKAN KEKURANGAN AKU” ini berarti aku tidak kekurangan apapun yang diperlukan bagi pelaksanaan kehendak Allah dalam kehidupanku. bahwa aku akan puas dengan pemeliharaan Gembala yang baik serta perhatian-Nya kepadaku bahkan pada saat-saat mengalami kesulitan pribadi, karena aku mengandalkan kasih dan komitmen Allah kepadaku (bd. Yoh 10:11; Fili 4:11-13).

IA MEMBARINGKAN AKU. Kehadiran dan kedekatan sang Gembala membuat saya dapat “membaringkan diri” dengan tenang, bebas dari segala ketakutan. Roh Kudus selaku Penghibur, Penasihat, dan Penolong menyampaikan perhatian dan kehadiran Kristus sebagai gembala dalam hidupku (Yoh 14:16-18; bd. 2Tim 1:7).

Kita dapat istirahat yang aman dalam kehadiran-Nya akan dialami “di padang yang berumput hijau,” yaitu di dalam Yesus Kristus dan Firman Allah, yang dibutuhkan untuk kehidupan yang berlimpah (Yoh 6:32-35,63; Yoh 8:31; Yoh 10:9; 15:7). “Ia membimbing aku ke air yang tenang” dari Roh Kudus-Nya.

IA MENYEGARKAN JIWAKU. Ketika Saudara menjadi putus asa (Mazm 42:12), Gembala yang Baik membangkitkan dan menghidupkan kembali jiwa Saudara melalui kuasa dan kasih karunia-Nya (Ams 25:13). “Ia membimbing aku” dengan Roh Allah (Rom 8:14) pada jalan yang benar, yang sesuai dengan jalan kekudusan-Nya (bd. Rom 8:5-14). Bagaimana tanggapan kita adalah ketaatan: kita mengikuti Gembala dan mendengarkan suara-Nya (Yoh 10:3-4); kita tidak akan mengikuti “suara orang-orang asing”
(Yoh 10:5).

ENGKAU BESERTAKU. Pada saat-saat bahaya, kesulitan dan bahkan kematian, aku tidak takut bahaya. Mengapa? Karena “Engkau besertaku” di dalam setiap situasi kehidupan (bd. Mat 28:20). “Gada” (tongkat pendek) menjadi senjata pertahanan atau disiplin, melambangkan kekuatan, kuasa, dan wibawa Allah (bd. Kel 21:20; Ayub 9:34). “Tongkat” (tongkat ramping panjang yang salah satu ujungnya melengkung) dipakai untuk mendekatkan domba-domba dengan gembalanya, menuntunnya pada jalan yang benar atau menyelamatkannya dari kesulitan. Gada dan tongkat Allah menjamin kasih dan bimbingan Allah dalam kehidupan kita (bd. Mazm 71:21; 86:17).

MENYEDIAKAN HIDANGAN. Allah digambarkan sebagai memperhatikan semua kebutuhan kita di tengah-tengah berbagai kekuatan jahat yang berusaha merusak kehidupan dan jiwa kita (lih. Rom 8:31-39).

  • Hari lepas hari aku dihadapkan pada Iblis dan dikelilingi oleh masyarakat fasik, namun kita dibekali dengan cukup kasih karunia untuk hidup dan bersukacita di hadapan Allah (lih. 2Kor 12:9-10). Kita bisa makan di meja Tuhan dalam iman, ucapan syukur, dan harapan, tenteram dan terlindung oleh darah yang tercurah dan tubuh yang terluka dari Gembala yang Baik ini (lih. 1Kor 11:23).
  • “Mengurapi kepalaku dengan minyak” mengacu kepada perkenan dan berkat khusus dari Allah melalui urapan Roh Kudus-Nya atas tubuh, pikiran dan rohku.
  • “Pialaku penuh melimpah” secara harfiah berarti, “Pialaku memberiku minuman berlimpah.” Piala di sini menunjuk kepada piala seorang gembala yang merupakan sebuah batu besar yang dilubangi dan dapat berisi 150-188 liter dan menjadi tempat minum domba-domba.

KEBAJIKAN DAN KEMURAHAN
Dengan sang Gembala menemani kita sepanjang jalan hidup ini, kita akan menerima pertolongan, kemurahan, dan dukungan. Tidak perduli apa yang terjadi aku dapat mempercayai Gembala yang Baik akan bekerja melalui segala sesuatu demi kebaikan kita (Rom 8:28; Yak 5:11). Sasaran dari mengikuti sang Gembala serta mengalami kebaikan dan kasih-Nya ialah agar pada suatu saat kita akan bersama Tuhan selama-lamanya (1Tes 4:17), melihat wajah-Nya (Wahy 22:4), dan melayani Dia sepanjang masa di rumah-Nya (lih. Wahy 22:3; bd. Yoh 14:2-3).

Selamat memasuki Minggu Prapaskah ke-IV. Minggu Prapaskah ke-IV disebut “Laetare” atau “Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem” (Yes. 66:10).

Forum Pendeta


BERPENGHARAPAN DI DALAM KASIHNYA

Mazmur 130

Apakah Saudara pernah berada di titik nadir kehidupan? Di mana Saudara merasa sudah tidak lagi memiliki semangat, pengharapan, kekuatan dan keberanian untuk menghadapi hidup? Titik nadir dalam hidup manusia bisa hadir melalui pekerjaan, usaha, kesehatan, relasi dalam keluarga, pelayanan atau studi. Tidak ada seorangpun yang senang saat menghadapi titik nadir atau titik terendah dalam hidup. Bila hal ini tidak bisa dihindari dan kita harus menghadapinya, apa yang harus kita lakukan?

Belajar dari pengalaman “mereka” yang Tuhan Allah ijinkan mengalami itu dan bagaimana mereka menghadapinya adalah salah satu cara bagimana kita belajar menjalani titik nadir dalam kehidupan kita. pemazmur membagikan pengalamannya kepada orang percaya, agar kita bisa belajar, bertahan dan akhirnya menjadi kuat dalam menjalaninya.

Pertama: Pemazmur berseru dan berharap kepada TUHAN (ay.1-2). Titik nadir kehidupan Pemazmur digambarkan dengan kata “jurang yang dalam”. Pemazmur berada dalam situasi yang sangat menakutkan, menggelisahkan dan terasing serta merasa sendiri. Ia bukan hanya merasa jauh dengan sesamanya tetapi juga jauh dengan TUHAN. Bisa jadi keadaan ini disebabkan oleh dosa atau kesalahan sehingga ia terpisah begitu jauh dengan TUHAN. Saat seseorang merasakan keterpisahan dari TUHAN, maka ia merasakan hidup yang begitu sepi, menakutkan dan hampa. Sama halnya bila keadaan ini terjadi karena berbagai kegagalan dan pergumulan dalam hidup yang terasa begitu berat dan melelahkan. Kita merasa melangkah sendiri, TUHAN Allah terasa begitu jauh dari hidup kita. Lalu apa permintaan Pemazmur? Ia meminta agar TUHAN mendengarkan suaranya dan menaruh perhatian pada permohonannya (ay.2). Pemazmur tidak menyerah atau berhenti berharap. Dari jurang yang dalam ia berseru dan menaruh pengharapan pada TUHAN yang akan mendengar teriakan dan permohonannya. Mazmur 18: 7 memberi kesaksian kepada kita bahwa TUHAN mendengar suara teriakan kita dari bait-Nya, dan teriakan kita dari jurang yang dalam akan sampai ke telinga-Nya.

Kedua: Pemazmur mengakui kesalahannya dan percaya pada pengampunan TUHAN (ay.3-4). Pemazmur menyadari bahwa apa yang terjadi saat ini – di jurang yang dalam- adalah karena kesalahannya. Tetapi Pemazmur tidak hanya terpaku pada hal ini, Pemazmur menyadari dan mengakui itu. Lebih dari itu ia memiliki keyakinan bahwa mata TUHAN tidak hanya terpaku pada kesalahan-kesalahan yang ada dalam hidupnya. Ia juga memiliki keyakinan TUHAN bersedia mengampuni dan memulihkannya. Di antara yang hidup tidak seorangpun yang benar di hadapanMu (Maz.143:2). Tetapi Pemazmur percaya TUHAN itu baik, suka mengampuni dan berlimpah kasih setia bagi semua orang yang berseru kepada-Nya (Maz.85:6). Pengampunan inilah yang membuat orang takut (hormat, kagum, bersyukur) dan ingin hidup menurut kehendak-Nya. Betapapun terpuruknya hidup kita saat ini, betapa pun besarnya kesalahan yang pernah kita perbuat, ingat dan percayalah: pengampunan dan pemulihan dari Tuhan Yesus akan menghampiri Saudara.

Ketiga: Pemazmur yakin TUHAN tidak menolak dia (5-6). Inilah keyakinan yang dimiliki oleh Pemazmur. Sekalipun ia berada di jurang yang dalam Allah tidak menolaknya. Ia selalu menanti-nantikan TUHAN. Perhatiannya tertuju kepada Allah, satu-satunya yang dapat menyelamatkannya, sehingga ia tetap hidup. Ia terus menanti TUHAN sendiri yang bebas bertindak dan pasti berbuat baik. Pengharapan Pemazmur sangat kuat lebih daripada pagi maupun fajar yang dinantikan oleh para penjaga. Jikalau pagi dan fajar saja TUHAN hadirkan untuk memberi kelegaan, TUHAN pasti akan bertindak dalam kasih-Nya. Inilah pengharapan pemazmur. Sejauh mana saudara menaruh pengharapan kepada TUHAN Yesus dalam jerih juang saat terpuruk di dalam jurang yang dalam. Pengharapan bukanlah bayangan, pengharapan adalah jangkar/sauh yang kokoh atau kuat (Ibrani 6:19). Pengharapan dalam Kristus tertanam kuat dalam jiwa kita. inilah yang membuat kita kuat dan berani menghadapi pergulatan hidup.

Keempat: Firman keselamatan itu berisi janji bahwa “pada TUHAN ada kasih setia”. Inilah yang Pemazmur bagikan kepada umat: berharaplah kepada TUHAN. Hanya pada Tuhan Allah ada kasih setia dan pembebasan. Orang yang jatuh ke dalam jurang yang dalam dimerdekakan-Nya dan dibebaskan-Nya. Mereka tidak lagi dikuasai ketakutan dan maut. Inilah sebabnya pemazmur mengucap syukur di hadapan umat: ia mengakui bahwa TUHAN telah membebaskannya dan mengundang orang lain untuk berharap kepada TUHAN. Kini Saudara dan saya mempunyai Yesus Kristus sebagai Imam Besar: “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:15-16).

Saat ini kita memasuki Minggu Pra-Paskah V yang menekankan kuasa Tuhan Yesus yang menghidupkan. Tuhan Yesus membangkitkan semangat dan pengharapan, di tengah keputusasaan dan keluh kesah di tengah hidup yang tidak mudah untuk dihadapi. Di dalam kuasa Roh Kudus, kita dibimbing dalam semangat kebangkitan, bukan keterpurukan.

Forum Pendeta