ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 4 April 2021

BERPALING KEPADA SANG HIDUP
Yohanes 20:11-18

Seorang rekan pendeta dari salah satu GKI di Jawa Timur membuat dan menyebarkan berita dengan judul #kabar suka.  Kontennya berisi pengalaman orang-orang yang pernah terkena Covid-19 dan mengalami pemulihan. Juga berisi pengalaman anggota keluarga saat mereka menyikapi perginya orang-orang terkasih karena Covid-19. Alasan rekan pendeta ini membuat dan mengajak membuat #kabar suka adalah untuk mengimbangi kabar duka dan menakutkan yang ditebarkan oleh berbagai media, baik resmi atau tidak. Baik yang bisa dipertanggungjawabkan atau yang abal-abal. Masyarakat  sudah  terbentuk sedemikian rupa, sehingga lebih mudah tertarik dengan berita-berita yang negatif. Sebagai contoh: hari ini yang terpapar Covid-19 sekian puluh ribu, yang meninggal sekian ribu. Perhatikan, dua hal ini yang menjadi perhatian utama, mereka  jarang melihat dan memperhatikan yang sembuh, walaupun jumlahnya jauh lebih banyak dari yang meninggal. Rupanya kabar duka lebih disukai dan layak dijual, walupun melahirkan teror dan ketakutan. Semua itu sudah menjadi candu yang dibenci tetapi dirindukan.

Saat hidup hanya fokus pada kematian, maka mata dan hati akan tertutup kesedihan. Air mata dan keputusasaan akan menghilangkan pengharapan dan melihat Tuhan yang menyapa. Hal ini di alami oleh Maria Magdalena. Ia pergi ke kubur untuk melihat Yesus yang mati. Ia “hanya” ingin berjumpa dengan Yesus yang terbaring mati di dalam kubur. Ia hanya ingin bersedih dan meratap di depan mayat Sang Guru. Tidak lebih. Tidak mengherankan ketika ia tidak menemukan mayat Yesus, maka ia berkata: Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan” (ay. 14), saat malaikat bertanya: Ibu, mengapa engkau menangis? Hal yang sama terjadi saat Yesus yang telah bangkit menyapa dan bertanya kepadanya, bahkan ia berkata kepada-Nya: Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya” (ay. 15). Lihatlah betapa duka, air mata dan kesedihan membuat Maria tidak mengenali Yesus yang ada didekatnya.

Apakah Yesus akan membiarkan semuanya seperti itu? Tidak. Ia memanggil: “Maria”. Maria berpaling dan berkata kepada-Nya: “Rabuni! (ay. 16). Berpaling bukan sekedar menengok, saat ia berpaling maka ia melihat dengan lebih jelas dan memperhatikan. Ia tidak lagi berfokus pada kubur yang kosong. Ia tidak lagi fokus pada pikirannya sendiri saat ia berpaling, ia mengenal Yesus, Sang Guru. Apakah bersedia berpaling dari kesedihan dan mengalihkan pandangan kepada Yesus yang bangkit? Temukan penghiburan, semangat dan sukacita kepada Sang Hidup yang mengasihi Saudara.

Pengenalan akan Yesus yang bangkit, menghadirkan semangat dan sukacita, sekaligus kesediaan untuk berbagi kabar suka kepada sesama. Maria Magdalena yang rapuh bagai abu, bangkit menjadi ciptaan baru. Pembawa warta pertama dari kebangkitan Kristus (ay.18). Ia yang terpuruk di depan makan Yesus yang kosong, kini berlari dalam membawa kabar suka penghapus kabar duka. KABAR APA YANG AKAN KITA BAGI HARI INI?

Kebangkitan Kristus bukan hanya peristiwa tetapi kuasa yang mengubahkan dunia. SELAMAT PASKAH 2021.

Forum Pendeta


 Minggu, 11 April 2021

TANDA CINTA“DAN SESUDAH BERKATA DEMIKIAN IA MENUNJUKKAN TANGAN-NYA
DAN LAMBUNG-NYA KEPADA MEREKA”

(Yohanes 20:20)

Gambar  di samping saat ini dikenal sebagai “Tangan Yang Berdoa.” Semula gambar tersebut hanya berjudul “Tangan.” Banyak orang melihat gambar tersebut sebagai tangan yang berdoa. Hal ini tidak mengherankan karena gambar yang ada menunjukkan hal tersebut. lebih dari itu, gambar ini ingin bercerita tentang cinta. Cinta bukan hanya kata-kata apalagi perasaan. Cinta adalah pengurbanan. Cinta yang tidak terbantahkan adalah tanda dari cinta itu sendiri. Gambar tersebut ingin menceritakan cinta dua bersaudara Albrecht Durer dan Albert Durer.

Mereka berdua memiliki bakat seni melukis, tetapi kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinkan mereka untuk menempuh pendidikan secara bersama. Setelah melempar koin, maka diputuskan Albrecht yang melanjutkan sekolah ke Nurnberg, sedangkan Albert bekerja di pertambangan untuk membiayai sekolah saudaranya. Setelah Albrecht selesai maka ia akan membiayai Albert untuk bersekolah. Empat tahun setelah Albrecht menyelesaikan sekolahnya dan sedang diadakan pesta, ia berkata kepada Albert: “Saudaraku sekarang giliranmu untuk sekolah dan aku akan membiayaimu.”

Tetapi Albert menjawab: “Tidak, saudaraku. Aku tidak bisa pergi ke Nurnberg. Sudah terlambat bagiku. Lihatlah… lihatlah apa yang terjadi selama empat tahun dipertambangan terhadap tanganku! Tulang di setiap jariku telah hancur, dan akhir-akhir ini aku telah menderita rematik begitu parah di tangan kananku bahkan aku tidak bisa memegang gelas atau mengambil roti panggang. Apalagi membuat garis halus pada kanvas dengan pena atau kuas. Tidak, saudaraku, bagiku itu sudah terlambat.”

Tuhan Yesus yang bangkit menjumpai murid-murid-Nya yang bersembunyi karena takut, dan saat Ia berdiri di tengah-tengah mereka: Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya.”  Tangan Yesus yang dipaku dan lambung yang ditikam tombak adalah tanda yang dikenali para murid. Bukan hanya tanda perih dan pedihnya serta beratnya penderitaan tetapi tanda cinta Yesus kepada mereka. Tanda cinta yang berbicara lebih keras dari kata-kata. Tanda cinta dari Guru yang mengasihi murid-murid-Nya. Tanda cinta dari Tuhan yang mencintai ciptaan-Nya. Tanda cinta dari tuan untuk hamba-Nya. Tanda cinta Tuhan kepada Saudara dan saya. Masihkan Saudara mempertanyakan dan meragukan cinta Tuhan Yesus dalam hidup Saudara?

Mereka bersukacita melihat Tuhan yang mengasihi mereka.” Ini reaksi para murid yang di catat penulis Injil Yohanes. Ya sumber sukacita yang paling utama dalam kehidupan manusia adalah ketika ia tahu bahwa ia dikasihi. Berjumpa dengan pribadi yang mengasihi adalah sukacita besar. Dalam kasih ada penerimaan. Dalam kasih yang besar ada pengertian. Dalam kasih tidak ada penolakan. Jika seseorang mengatakan mengasihi tetapi masih menghakimi dan tidak bisa menerima kelemahan dan kekurangan dari yang dicintainya. Pantas bila kasihnya diragukan. Bila ada yang memberikan syarat pada Saudara atau menolak Saudara karena kelemahan yang ada pada diri Saudara, ingat Yesus tidak pernah melakukan itu. Cinta Yesus merengkuh dan merangkul apapun dan siapapun Saudara. Kasih yang telah terbukti memulihkan setiap mereka yang bersedia direngkuh dan dirangkul-Nya.

Mari kita lukis tanda kasih kita di tangan, kaki, mata, wajah kepada setiap orang-orang yang kita kasihi. Temukan juga tanda cinta dari orang-orang yang mengasihi kita. Kita tebarkan sukacita kebangkitan Kristus dalam hidup yang berlimpah tanda cinta kasih dalam hidup kepada Tuhan dan sesama.

Forum Pendeta


Minggu, 18 April 2021

CERITA KEHIDUPAN

“Lalu kedua orang itu pun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.”
(Lukas 24: 35)

Lagu Ku Suka Menuturkan” oleh Yamuger penerbit Kidung Jemaat dimasukkan dalam kelompok “Tanggung Jawab Pengikut Kristus.” Lagu ini diciptakan oleh Arabella Katherine “Kate” Hankey. Ia lahir pada tanggal 12 Januari 1834 di Clapham,Middlesex, Inggris. Ia tidak memiliki latar belakang sebagai keluarga penulis lagu ataupun misionaris. Ia adalah anak seorang banker di Inggris yang kaya, tetapi ia punya kerinduan untuk memberitakan kabar baik kepada semua orang, baik itu kaya atau miskin. Saat berumur 18 tahun Hankey pindah ke London dan mengajar alkitab kepada wanita-wanita yang bekerja di pabrik. Ia sangat bersemangat dalam mengabarkan Alkitab kepada orang-orang. Ketika Hankey berumur 30 tahun ia mengalami sakit yang sangat serius dan ia disuruh oleh dokternya untuk beristirahat selama 20 bulan. Pada masa inilah ia menulis puisi yang kemudian terciptalah lagu “I Love To Tell Story.”* 

Perjumpaan dengan Yesus bukan hanya menakjubkan tetapi mengubahkan banyak orang. Perubahan yang membuat mereka rindu menceritakan pengalaman dan perubahan itu kepada sebanyak mungkin orang. Ini yang dilakukan oleh dua orang murid yang telah berjumpa dengan Yesus yang bangkit saat mereka dalam perjalanan ke Emaus. Pengenalan dengan Yesus yang bangkit, membangkitkan semangat, keberanian dan kerinduan mereka untuk menceriterakan semuanya itu kepada murid-murid yang lain. Ya, perjumpaan dan pengenalan dengan Yesus yang bangkit telah mengubahkan mereka. Yesus yang bangkit mengubahkan para murid untuk bersaksi kepada orang-orang di sekitar mereka. Petrus dengan berani menceritakan kepada orang-orang Yahudi yang semula mereka takuti (Kis. 4:1-22). Yesus yang bangkit telah menjadi kabar sukacita yang menghadirkan semangat, keberanian dan sukacita. Apakah kisah yang sama masih menginspirasi Saudara pada saat ini?

Setiap kita punya pengalaman berjumpa dengan Yesus yang bangkit. Setiap kita punya cerita tentang tentang Yesus dan cinta kasih-Nya. Setiap kita pernah takut, lemah, rapuh dan hampir menyerah, tetapi Yesus hadir dan meneguhkan kita. Apakah semua kisah itu akan kita biarkan terpendam? Ataukah akan kita kisahkan menjadi cerita kehidupan yang didengar dan menginspirasi serta mengubahkan orang-orang yang mendengarnya? Saat ini kita punya “tanggung jawab” atau panggilan yang sama dengan dua orang murid yang kembali dari Emaus: berbagi cerita tentang Yesus. Cerita yang bisa kita bagi di tengah keluarga, di tengah pergaulan, di tengah persekutuan, di media sosial di mana Saudara membagikan hidup Saudara. Tentu bukan sekedar cerita, tetapi cerita yang telah mengubahkan hidup kita. Perubahan yang dilihat, disaksikan dan dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita. Dimanapun kita hadir.

‘Ku suka menuturkan cerita mulia
Yang sungguh melebihi impian dunia
‘Ku suka menuturkan semua padamu
Sebab cerita itu membawa s’lamatku.

*https://id.m.wikipedia.org

Forum Pendeta


Minggu, 25 April 2021

SIAPA GEMBALAKU?
MAZMUR 23

Apakah Saudara tahu Mazmur 23? Sebagian besar orang Kristen akan menjawab tahu. Isinya tentang: TUHAN gembala yang baik. Benar. Walaupun seringkali ada yang hilang. Apakah itu? Yaitu, kurang kata “ku” pada kata gembalaku. Ini bisa terjadi karena Mazmur 23 seringkali dipahami sebagai kisah Daud, seorang gembala yang kemudian menjadi raja Israel. Mazmur 23 memang mempesona dan rasanya disenangi karena memberi kekuatan dan penghiburan bagi kita yang mengalami pergulatan dan pergumulan hidup. Apakah di masa pandemi ini kita merasakan dan menghayati pemeliharaan Allah sebagai Gembala yang memelihara kita?

Penghayatan Daud yang menempatkan TUHAN sebagai gembala yang baik dilatarbelakangi oleh pengalaman hidupnya sebagai seorang gembala. Daud mengerti dengan benar bagaimana hidupnya sebagai seorang gembala. Dia tahu betul seluk beluk bahaya yang dihadapi domba dan sang gembala. Dia mengerti benar bagaimana tidak mudahnya membawa domba ke air yang tenang dan rumput hijau. Bagi Daud, dia akan melakukan apapun juga untuk menjamin domba gembalaannya selamat dan terjamin. Pengalaman sebagai gembala itu kini ia rasakan saat menjadi domba Allah. Ia punya keyakinan bahwa ia tidak akan kekuarangan (ay. 1). Ia percaya akan pemeliharaan TUHAN dalam hidupnya, walupun tidak selalu indah apalagi mudah (ay. 2). Jalan yang benar harus ia tempuh. Proses ini tidak mudah karena seringkali bertolak belakang dengan keinginanya sendiri, dan ia harus menerima pukulan dan tongkat Sang Gembala (ay. 3). Pada saat yang sama ia tidak khawatir akan lembah kekelaman dan bahaya yang menghadang. Rasa aman dari kehadiran Sang Gembala dan perlindungan-NYa menghadirkan ketenangan (ay. 4).

Bahkan di hadapan para lawan (ay. 5) yang tidak pernah habis dalam hidupnya, ia merasakan karya TUHAN yang luar biasa. Dimana ia merasakan kemenangan yang TUHAN sediakan baginya. Apakah dengan begitu hidup menjadi mudah, tanpa masalah dan senantiasa “damai sejahtera”? Tentu saja bukan seperti itu. Domba tidak pernah bisa tenang dalam hidupnya. Bahkan saat ia di dalam kandang, bisa saja seorang pencuri atau perompok mendatanginya (Yoh. 10:1) atau ada orang yang menyamar sebagai gembala tetapi sebenarnya penipu (Yoh. 10:5). Oleh karena itu mengenal dengan baik siapa Sang Gembala menjadi sangat penting. Pengenalan akan Sang Gembala dan karakternya yang membuat Daud dapat menjalani semua musuh hidupnya.

Tidak setiap kita pernah menjadi gembala (secara fisik) seperti Daud. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa menyelami dan menghayati kehidupan seekor domba. Apa kebutuhannya, tantangan apa yang dihadapinya dan apa yang ditakutinya? Bila Tuhan Yesus hadir sebagai Gembala bagi kita (Yoh. 10), Ia hendak memberikan teladan bagaimana sikap dan karakter seorang Gembala yang baik. Pengorbanan adalah kata kuncinya. Apa yang tidak dikorbankan seorang gembala untuk domba-dambanya? Bagi keselamatan domba-dombanya, Yesus gembala yang baik, menyerahkan nyawa-Nya (Yoh. 10:11). Ia bersedia mati dan kehilangan nyawa-Nya agar domba-domba-Nya (Saudara dan saya) hidup dan selamat.

Kiranya Saudara memiliki pengalaman yang nyata dan indah bersama Yesus, Gembala yang Baik. Tanpa melalui pengalaman dan penghayatan iman seperti yang dimiliki oleh Daud, sulit bagi kita menghadapi dan bertahan di hidup yang semakin menantang ini.

SELAMAT MELANGKAH DAN BERJUANG BERSAMA GEMBALA YANG BAIK: TUHAN YESUS. AMIN.