ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 6 Februari 2022

BAHASA KASIH

Apa biasanya yang menjadi penyebab dari sebuah konflik? Perbedaan pendapat? Atau kesalahpahaman akibat nada suara yang cukup tinggi? Kedua hal tersebut kadang kala menjadi faktor penyebab dari timbulnya sebuah konflik yang bisa berjalan bertahun-tahun. Akibatnya kita akan sulit untuk memulai pembicaraan sehingga yang muncul ialah kekesalan jika bertemu dengan orang yang sedang berkonflik dengan kita. Tidak jarang juga, kita menghindari pertemuan dengan orang yang membuat kesal tersebut. Peristiwa ini hanya akan menghambat pertumbuhan iman dan komunitas kita yang ada di gereja, lingkungan rumah, keluarga, dan tempat bekerja. Pertanyaannya bagi kita saat ini ialah “bagaimana mengatasi konflik yang ada agar tidak menghambat pertumbuhan iman yang sedang kita jalani di kehidupan ini?”. Mari, sejenak kita renungkan pengajaran Tuhan Yesus Kristus dalam Injil Matius 5:43-44.

Tuhan Yesus Kristus menyadari betul problematika dalam kehidupan manusia yang kehilangan damai sejahtera akibat konflik. Orang banyak pada masa Ia hidup telah menerima hukum taurat yang menjadi pegangan hidup tetapi kurang memahami makna dari apa yang telah diajarkan kepada mereka. Tuhan Yesus Kristus menyadari ketidakmampuan orang banyak pada saat itu memahami Firman Tuhan akibat para pengajar yang membengkokkan makna dari taurat Tuhan tersebut. Tuhan menyampaikan sebuah makna yang selama ini dikaburkan oleh para imam dan pengajar lainnya yaitu kasih. Kasih merupakan inti dari hukum taurat yang diberikan bagi bangsa Israel yang harusnya mendidik mereka untuk dapat terus menerapkannya. Akan tetapi, bahasa kasih tersebut tidak dapat dipahami sehingga berakibat orang banyak saling menyakiti dan berkonflik satu dengan yang lain. Pengajaran Tuhan Yesus Kristus tentang mengasihi musuh merupakan pedoman hidup yang terabaikan selama ini. Ia kembali menggaungkan kembali agar setiap orang mampu hidup dalam damai sejahtera yang selama ini mereka idamkan.

Pengajaran Tuhan Yesus tentang kasih dapat kita serap sebagai sebuah bahasa yang tidak terkatakan namun dapat dirasakan secara nyata. Tutur bahasa kita mungkin terbatas dalam menyampaikan sebuah pesan bahkan hal itu mampu memicu sebuah konflik. Bahasa kasih yang Tuhan ajarkan menolong kita untuk melampaui tutur kata yang diucapkan. Pengampunan dan penerimaan dapat menjadi sebuah bahasa kasih yang kita terapkan agar setiap konflik yang sedang dialami dapat dikelola dengan baik sehingga menghasilkan sebuah pertumbuhan yang baik. Ketika kita mampu menerapkan hal ini, dampak pada pertumbuhan iman kita akan sangat terlihat dan setiap orang yang menerima bahasa kasih akan dilembutkan hatinya oleh Tuhan. Akibatnya, damai sejahtera yang selama ini kita dambakan mampu terwujud secara nyata karena bahasa kasih menjadi cara kita untuk berkomunikasi. Kini, kita perlu melatih bahasa kasih yang telah Tuhan ajarkan dan berusaha menerapkannya agar setiap orang terus merasakan Tuhan sehingga mampu bertumbuh.

Forum Pendeta


Minggu, 13 Februari 2022

UNCONDITIONAL LOVE

Pernah mendengar kisah-kisah romantis dalam film Hollywood atau drama Korea? Tentu Sebagian kita pernah mendengar bahkan menjadi penikmat kisah tersebut. Saya ingin mengambil contoh film Titanic yang cukup terkenal di Sebagian hidup kita. Dalam film tersebut ditampilkan bagaimana seorang sepasang kekasih menunjukkan cintanya sampai diakhir hayatnya. Tentu kisah ini sangat menggugah perasaan dan membuat orang banyak mendambakan sebuah cinta sejati dalam kehidupan nyatanya. Namun, cinta sejati yang disajikan dunia film ternyata sukar sekali ditemui dalam dunia nyata. Kita acap kali disuguhkan kisah yang menyayat hati sehingga memikirkan kembali tentang makna cinta sejati yang benar-benar rela berkorban dan tanpa pamrih. Apakah cinta seperti itu ada di dunia dan saat ini? Mari, kita temukan jawabannya di dalam perenungan bersama Firman Tuhan hari ini.

Konsep cinta yang rela berkorban dan tanpa pamrih dalam kehidupan manusia pernah diutarakan sekitar 2000 tahun yang lalu oleh Tuhan Yesus Kristus. Injil Yohanes 10:11-15, menjadi sebuah gambaran betapa sulitnya menerapkan Unconditional Love di tengah kehidupan. Tuhan memberikan sebuah pemahaman bahwa kasih yang tulus hadir bukan dari sebuah keuntungan namun berasal dari sebuah pengenalan yang mendalam. Ketika Tuhan mengenal setiap dombaNya, maka Ia juga mengetahui kekurangan serta kelebihan lalu menerimanya sebagai tanggungjawab untuk dijaga. Teladan ini sulit untuk dilakukan karena membutuhkan waktu untuk memurnikan setiap cinta yang kita miliki. Lalu, apa yang perlu kita kerjakan saat ini?

Menciptakan Unconditional Love di tengah kehidupan saat ini membutuhkan usaha yang lebih lagi. Marilah kita memulainya dengan mengenal setiap anggota keluarga yang ada, pahami, dengarkan, dan hadir bersama dengan mereka. Dengan mengenali setiap individu yang unik dalam keluarga, kita sedang dimurnikan untuk benar-benar dapat menghadirkan Unconditional Love yang nyata dalam kehidupan. Kebiasaan untuk mengenal akan membuat kita menjadi orang yang sedia mengasihi tanpa pamrih bahkan rela berkorban bagi sesama. Hal ini dikarenakan kita tahu bahwa cinta yang murni bukan supaya kita mendapat sesuatu melainkan karena Tuhan telah mengasihi manusia terlebih dahulu.

GTB


Minggu, 20 Februari 2022

MENGAPA HARUS KASIH?

Apa yang membuat manusia merasa dirinya hidup? Barangkali kita memiliki jawaban yang berbeda-beda untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun menurut hemat saya, manusia dapat merasa hidup karena ia dikasihi oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Mengapa demikian? Ketika kita melihat berita saat ini, banyak sekali orang yang menjadi depresi akibat kehidupan yang ia sedang jalani. Tidak sedikit orang yang memilih untuk mengakhiri hidupnya karena tidak menemukan kasih di dalam hidupnya. Peristiwa ini sungguh ironi karena Tuhan kita penuh kasih namun banyak orang tidak menemukan kasih di dalam kesehariannya. Mengapa orang membutuhkan kasih di dalam hidupnya? Mari, kita temukan jawabannya melalui pengajaran Tuhan Yesus Kristus yang dicatat dalam Alkitab.

Injil Yohanes 15:9-17 mencatat sebuah perintah Tuhan Yesus Kristus untuk dapat saling mengasihi. Perintah ini bukan hadir begitu saja tetapi diakibatkan kehidupan manusia yang sudah mulai meninggalkan kasih dalam hidup. Kasih merupakan sebuah tindakan yang mendatangkan damai sejahtera, kenyamanan, dan penerimaan bagi setiap orang yang menerimanya. Orang yang menerima kasih dalam hidupnya akan terus memiliki pengharapan dalam hidup. Pengharapan mampu menggerakkan setiap orang untuk dapat terus menjalani hidup yang terasa berat dan penuh dengan pergumulan. Tuhan mengingatkan ini agar setiap orang mampu membagikan kasih yang Ia telah wujud nyatakan dalam kehidupan ini. Apa yang telah Tuhan nyatakan bukan sebuah dongeng belaka melainkan sebuah kenyataan dalam sejarah panjang kehidupan manusia. Itulah sebabnya, kasih menjadi sebuah keharusan yang perlu diteruskan dalam kehidupan.

Kasih setia yang Tuhan berikan perlu kita teruskan sebagai upaya menghidupkan pengharapan bagi banyak orang. Bayangkan, ketika kita mampu menerapkan kasih dalam hidup ini berapa banyak orang yang pulih dari kehidupannya dan mampu kembali berjuang dalam kehidupan ini. Melakukan kasih yang sederhana seperti pengampunan dan penerimaan mampu berdampak cukup besar bagi kehidupan setiap orang yang kita temui. Mereka akan memiliki semangat kembali dalam menerjang segala badai kehidupan karena kasih Tuhan dapat dirasakan secara nyata. Kini, kita perlu terus menerapkan kasih yang sudah Tuhan nyatakan dalam hidup ini agar setiap orang dapat terus menjalani kehidupannya.

GTB


Minggu, 27 Februari 2022

SIAPA YANG TUHAN KASIHI?

Pertanyaan yang sering kita utarakan kepada Tuhan ketika sedang menghadapi pergumulan hidup ialah “Apakah Engkau mengasihiku?” Hal ini cukup menggelitik, setiap orang akan berseru seperti itu ketika menghadapi sebuah pergumulan tetapi saat hidupnya nyaman dan aman tidak ada pertanyaan tersebut keluar dari hati dan pikirannya. Menarik memang cara memahami kehidupaan saat ini, kadang kita merasa dicintai Tuhan tetapi dalam waktu yang singkat kita bisa mengatakan bahwa Tuhan tidak lagi mengasihi. Kemunculan pemikiran ini paling tidak didasari oleh dua faktor yaitu hidup dalam kenyamanan atau sedang berada dalam pergumulan. Perenungannya bagi kita saat ini ialah bagaimana dapat memahami setiap tindakan kasih Tuhan dalam kehidupan ini? Mari, kita selami bersama kasih Tuhan yang tidak pernah hilang dari kehidupan ini.

Tuhan mendidik umatNya dengan berbagai cara, tidak selamanya menyenangkan dan menyulitkan. Setiap orang memiliki proses perjalanan dalam berimannya, kini tinggal bagaimana kita dapat mengolah pikiran yang dimiliki untuk memandang setiap didikan Tuhan. Amsal 3:11-12, mengingatkan sebuah tindakan Tuhan dalam mendidik ditujukan bagi setiap kita yang dikasihiNya. Penulis kitab Amsal mengibaratkan didikan Tuhan seperti ayah dengan anak, relasi yang dekat dan penuh kasih. Namun kadangkala, seorang anak tidak benar-benar mampu memahami apa yang menjadi didikan sang ayah sehingga selalu merasa tersakiti oleh didikan. Penulis Amsal ingin menunjukkan bahwa setiap didikan yang diberikan Tuhan didasari oleh kasih dan diberikan bagi orang yang Ia kasihi. Lalu, siapa yang dikasihi Tuhan?

Kasih Tuhan tidak selalu ditunjukkan dalam keindahan tetapi juga dalam sebuah perjuangan, pergumulan, dan kesedihan. Kita sebagai umatNya diajak untuk mampu melihat bagaimana Tuhan bekerja dalam setiap hidup manusia. Mengolah pikiran dengan mengingat tujuan dari didikan yang hadir melalui pergumulan ialah cara Tuhan mengasihi umatNya, membuat setiap kita mampu melihat Pelangi dibalik segala perjuangan yang sedang dijalani. Tuhan tidak pernah berhenti mengasihi manusia, Ia selalu memberikan jalan bagi umatNya untuk mampu menemukan kasihNya dalam situasi apa pun. Teruskan perjuanganmu, teruskan perjalanan imanmu, Tuhan sangat mengasihimu sehingga kamu dimampukan untuk berjalan sampai saat ini. Mari, mulai olah cara pandangmu untuk menemukan jawaban dari pertanyaan “Siapakah yang Tuhan Kasihi?”.

GTB