ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 5 Juli 2020

TIDAK PERNAH MENYERAH

Pemerintah Indonesia, di bawah komando Presiden Joko Widodo tidak menyerah menghadapi pandemi covid-19 yang berdampak pada hampir semua segi kehidupan masyarakat. Berbagai cara dan kebijakan dibuat dan ditempuh agar pemerintah dari berbagai jenjang dapat bekerja dengan baik dan benar. Apakah kemudian semuanya berjalan dengan baik dan lancar? Ternyata tidak. Masih ada begitu banyak kendala dan hambatan, baik dari para pelaksana kebijakan maupun kesadaran masyarakat dalam menyikapi pandemi covid-19 ini. Pada rapat kabinet beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi menekankan perlunya memiliki “sense of crisis” pada semua menterinya, dengan tujuan supaya setiap kementrian menanggapi masalah yang ada dengan serius. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah menanggapi dan melakukan apa yang menjadi kebijakan pemerintah Indonesia?

Tuhan Yesus tidak pernah lelah, apa lagi menyerah untuk memberitakan Kerajaan Sorga kepada umat-Nya. Dengan berbagai cara Tuhan Yesus mencoba membuat mereka menyadari dan mengerti tentang semua ajaran dan ajakan-Nya. Ia melakukan dengan berbagai cara: mengajar, menegur, menggali lebih dalam firman Tuhan, mengkritisi tradisi dan adat istiadat yang membelenggu, menyoroti motivasi yang salah, bahkan ancaman kalau sampai mereka menolak apa yang Ia beritakan (Matius 11:20-24). Tuhan Yesus bukan hanya menghadapi umat yang tegar tengkuk, tetapi juga yang mencari-cari kesalahan diri-Nya. Banyak hal dari kehidupan Tuhan Yesus (ucapan, sikap dan tindakannya) yang sering menjadi pangkal perselisihan dalam kebersamaan mereka. Walaupun Tuhan Yesus sering menegur mereka secara langsung dan terus terang tetapi tidak banyak mengubah sikap mereka. Apakah hal ini juga masih sering terjadi dalam kehidupan umat pada saat ini?

Tuhan melihat umat Israel lelah dengan hidupnya, letih dengan beban yang mereka pikul dan menanti dalam ketidakpastian sosok mesias seperti yang mereka harapkan. Sampai mereka tidak bisa mengenali Mesias yang telah datang dan hidup di tengah mereka. Di tengah situasi seperti itu, Ia tetap memperdengarkan cinta kasih-Nya. Ia berkata: ”Marilah kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Undangan yang sama juga berlaku bagi Saudara dan saya. Agar kita mampu mengangkat beban dan menjalani kehidupan dengan penuh pengharapan. Pengharapan dalam kasih Tuhan Yesus yang akan memberi kita kekuatan dan keyakinan dalam hidup ini.

Forum Pendeta


Minggu, 12 Juli 2020

SAAT BENIH DITABUR

“Demikianlah frman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” (Yesaya 55:11)

Pada tahun 1921, dua pasang suami istri dari Stockholm (Swedia) menjawab panggilan Allah untuk melayani misi penginjilan ke Afrika. Mereka terbeban untuk melayani negara bagian Belgian Kongo, yang sekarang bernama Zaire. Mereka adalah David dan Svea Flood serta anaknya David Jr yang berusia 2 tahun, serta Joel dan Bertha Erickson. Setelah sampai di Afrika dan melapor ke kantor misi setempat dengan menggunakan parang mereka membuka jalan melalui hutan pedalaman yang dipenuhi nyamuk malaria. Dalam perjalanan David Jr terkena malaria. Tetapi hal ini tidak menghentikan langkah mereka untuk memberitakan Injil Allah. Mereka sampai di sebuah desa di pedalaman, tetapi penduduk desa tidak mengijinkan mereka memasuki desanya. Dewa-dewa akan marah kalau ada orang kulit putih masuk ke desanya.

Mereka membangun rumah di dekat desa itu, setelah beberapa bulan mereka dilanda kesepian dan kekurangan gizi. Mereka juga jarang mendapat kesepatan berinteraksi dengan penduduk desa. Setelah enam bulan keluarga Erickson memutuskan untuk kembali ke kantor misi. Keluarga Flood memutuskan untuk tetap tinggal. Pada saat itu Svea sedang hamil dan menderita malaria cukup parah. Di samping itu David menginginkan anaknya lahir di Afrika dan ia sudah bertekad untuk memberikan hidupnya untuk melayani di tempat tersebut. Keluarga ini berusaha bertahan di tengah situasi yang buruk. Mereka memberikan bimbingan rohani kepada seorang anak laki-laki kecil, penduduk asli dari desa di dekat mereka, boleh dikatakan inilah satu-satunya hasil pelayanan Injil keluarga Flood di tempat tersebut. Penyakit malaria yang diderita Svea semakin parah, ia hanya bisa berbaring saja. Beberapa waktu setelah bayi perempuannya lahir, Svea meninggal, anak perempuan yang dilahirkannya diberi nama Aina.

David sangat terpukul dengan kematian istrinya, ia membuat peti dan menguburkan istrinya. Saat berdiri di samping kuburan, ia memandang anak laki-lakinya sambil mendengar tangis bayi perempuannya dari dalam gubuk yang terbuat dari lumpur. Timbul kekecewaan dalam hatinya, dengan emosi yang tidak terkontrol David berseru, “Tuhan mengapa Engkau ijinkan semua itu terjadi? Bukankah kami datang untuk memberikan hidup kami dan melayani Engkau? Istriku yang cantik dan pandai kini telah tiada. Anak sulungku kini baru berusia tiga tahun dan nyaris tidak terurus, apalagi si kecil yang baru lahir. Setahun lebih kami ada dihutan ini dan kami hanya memenangkan seorang anak kecil yang bahkan mungkin belum cukup memahami berita Injil yang kami ceritakan, Kau telah mengecewakan aku Tuhan. Betapa sia-sianya hidupku!”

David meninggalkan tempat itu, ia kembali ke kantor misi Afrika. Di sana ia berjumpa dengan keluarga Erickson dan ia menyerahkan anak perempuannya, sambil berkata: saya akan kembali Ke Swedia. Saya tidak mampu lagi mengurus anak ini. saya ingin titipkan bayi perempuanku kepadamu.” Ia pulang dalam kekecewaan yang sangat dalam dan marah kepada Tuhan. https://wanita.sabda.org/sebuah_kisah_nyata_dari_afrika

Apakah karya keluarga David benar-benar sia-sia. Apakah pengorbanan mereka tidak ada hasilnya. Ia kehilangan istri, larut dalam kekecewaan kepada Tuhan yang sangat besar. Hasilnya hanya satu anak yang belum tentu tahu berita Injil yang mereka sampaikan. Saat kita siap menabur, maka kita harus siap berkorban dan kehilangan. Tetapi pada saat yang sama kita tidak boleh kehilangan pengharapan. (Bersambung).

Forum Pendeta


Minggu, 19 Juli 2020

JANGAN PERNAH BERHENTI BERHARAP

“Dan sebagian jatuh ditanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.” (Matius 13:8)

Umat yang dikasih dan mengasihi Tuhan Yesus, saat keluarga David Flood memutuskan untuk mengakhiri pemberitaan Injil di Zaire, mereka merasa gagal. Mereka pulang bukan hanya dengan perasaan gagal tetapi juga kecewa dan marah. Satu tahun melakukan pekabaran Injil, “hanya” satu anak kecil yang bisa mereka ajar mengenal Injil Kerajaan Sorga. Harga yang dibayar juga mahal, kehilangan istri, kehilangan semangat dan mengalami kekecewaan: gagal total. Belum lagi keluarga Erikson yang merawat Aina diracun oleh kepala suku dimana mereka melakukan pelayanan. Tetapi benarkah demikian?

Si kecil Aina diasuh oleh keluarga Arthur dan Anna Berg yang kemudian membawanya ke Amerika Serikat. Setelah dewasa Aina berusaha mencari informasi tentang ayahnya tetapi tidak mendapatkannya. Ia tidak tahu ayahnya telah menikah dengan adik ibunya dan kini telah dikarunia lima orang anak. Aina menikah dengan Dewey Hurst, presiden Sekolah Alkitab Northwest Bible College. Suatu saat mereka mendapatkan tiket ke Swedia dari institusi dimana suaminya bekerja. Saat tiba di London Aina dan suaminya menghadiri sebuah pertemuan penginjilan. Mereka mendengarkan seorang pengkotbah kulit hitam yang sedang bersaksi bahwa Tuhan Yesus sedang melakukan perkara besar di Zaire. Hati Aina terperanjat. Setelah selesai acara, ia mendekati pengkotbah itu dan bertanya; “Pernahkah anda mengetahui pasangan penginjil David dan Svea Flood?” Pengkotbah itu menjawab, “Ya, Svea adalah orang yang membimbing saya kepada Tuhan Yesus waktu saya masih anak-anak. Mereka memiliki bayi perempuan tetapi saya tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Aina/ Aggie berseru: “Sayalah bayi perempuan itu! Saya adalah Aina-Aggie!”

Ya, pengkotbah itu adalah anak kecil yang dulu dilayani oleh orang tuanya. Ia telah tumbuh menjadi seorang penginjil yang melayani bangsanya dan pekerjaan Tuhan berkembang pesat dengan 110.000 orang Kristen, 32 Pos Penginjilan, beberapa Sekolah Alkitab dan sebuah rumah sakit dengan 120 tempat tidur. Setibanya di Swedia ia menjumpai saudara laki-lakinya David Jr dalam keadaan yang mengenaskan. Juga ayahnya. Masih tenggelam dalam kekecewaan dan alkohol. Pada saat itulah Aina bercerita tentang apa yang terjadi dan dijumpainya di London. Seorang anak “laki-laki kecil” yang tidak tahu apa-apa telah menjelma menjadi seorang pekabar Injil yang diberkati Tuhan. David Flood dipulihkan dan bertobat. Setelah pertemuan itu David Flood meninggal, tetapi Allah telah memulihkan semuanya, kepahitan hatinya dan kekecewaannya. Diringkas dari: https://wanita.sabda.org/sebuah_kisah_nyata_dari_afrika.

Saat penabur menaburkan benih, ia punya pengharapan yang besar terhadap benih-benih itu. Dan ini adalah proses yang panjang. Tidak bisa mengharapkan hasil dalam sekejap mata. Proses itulah yang membuat penabur berserah sepenuhnya terhadap kuasa Allah. Allah yang memberi pertumbuhan. Jadi dengan lekas kecewa dan marah kepada Tuhan apabila kita seakan-akan mendapat hasil yang mengecewakan dan pelayanan kita. Satu anak kecil buah dari penginjilan lebih dari cukup untuk menghasilkan buah ribuan bahkan ratusan ribu kali lipat.

Forum Pendeta


Minggu, 26 Juli 2020

HIDUP DALAM PENGHARAPAN

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”
(Roma 8:28)

Ayat di atas adalah ayat yang cukup populer, disukai, dihafal dan sering dikutip untuk memberikan kekuatan kepada diri sendiri atau teman yang sedang menghadapi pergulatan hidup. Mereka berusaha meyakinkan diri atau orang lain bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Ia adalah Allah yang terus berkarya dalam segala sesuatu untuk kebaikan umat-Nya.

Tentu saja pandangan atau sikap ini tidak salah. Asal saja pandangan atau sikap itu kemudian diikuti dengan sikap dan tindakan yang mencerminkan pandangan atau sikap itu. Pandangan dan sikap yang diejawantahkan dalam pikiran, kata dan sikap yang bisa terbaca jelas oleh orang-orang disekitarnya. Bagi orang beriman hal ini sangat penting untuk dihayati dan dimaknai dalam hidup yang tidak pernah lepas dari penderitaan. Apapun bentuknya, sehingga ayat di atas bukan sekedar pelarian atau penghiburan kosong. Tetapi menjadi dasar iman yang meneguhkan setiap langkah hidup yang senantiasa kita perjuangkan. Hidup yang tidak mudah, tetapi hidup yang patuh diperjuangkan, agar mengalirkan narasi indah dari orang-orang yang berani berjuang menghadapi tantangan, kesulitan, penderitaan yang dapat menjelma dalam berbagai bentuk.

Pandemi covid 19 bisa jadi menjadi batu uji bagi banyak orang beriman dalam memelihara api pengharapan dalam hidupnya. Tidak ada batas waktu yang dapat dipegang sampai kapan situasi dan kondisi seperti saat ini harus kita hadapi. Kita sebagai manusia seringkali berhadapan dengan keterbatasan diri dalam menghadapi dan mengelola hal-hal yang tidak kita inginkan dan sukai. Sampai kapan anak-anak kita akan bertahan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)? Sampai kapan kita akan kuat dengan @akutinggaldirumahkamubagaimana? Sampai kapan kita akan kuat menahan diri untuk tidak pergi ke pusat perbelanjaan (mall), tidak trave lling, tidak berpelukan atau minimal menjabat tangan mereka yang kita rindukan? Kapan kita akan ibadah kembali di gereja? Inilah sebagian dari hal-hal baru yang menggelisahkan kita. Sampai kapan hal ini akan terjadi dan berakhir?

Kasih kepada Allah yang kita wujudkan dalam bentuk hidup yang bertanggung jawab (mematuhi protokol kesehatan), terus membangun kepedulian (apa yang bisa kita lakukan melalui hal-hal yang sederhana) dan terus berbagi (materi dan non materi). Di sinilah pengharapan itu terus mengalir menyegarkan dahaga sesama, memancarkan sinar di redupnya kehidupan dan menghadirkan cita rasa di tengah hambarnya hidup.

Kiranya kasih dan karunia Tuhan Yesus senantiasa menjadi sumber kekuatan dalam memelihara pengharapan di setiap langkah hidup.

Forum Pendeta