ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 7 Maret 2021

IKUTLAH AKU

Umat yang terkasih, mari kita cermati kehidupan kita. Tanpa kita sadari, hidup kita begitu bising. Ada banyak suara yang kita dengarkan. Bukan sekedar suara perkataan langsung, tetapi suara-suara yang kita terima melalui pesan elektronik, status atau tulisan dalam media-media sosial. Belum lagi, aktivitas kita yang seperti tidak berujung. Dari mulai bangun pagi hari sampai hendak kembali beristirahat, jadwal kegiatan kita telah tersusun dengan padat merayap. Seakan-akan di dalamnya tidak ada waktu terluang. Untuk semua suara dan aktivitas ini, kita selalu memiliki alasan untuk mengatakan bahwa inilah tanggung jawab dan bagian kehidupan yang harus dikelola dengan baik. Alasan tersebut tidaklah salah tetapi patut kita perhatikan apakah suara Tuhan dengan kebenaran firmanNya bersuara keraskah dalam kehidupan kita atau suaranya sayup-sayup bahkan tidak terdengar sama sekali karena kebisingan suara lainnya? Apakah dari setiap aktivitas kita telah memiliki tujuan/fokus untuk memuliakan nama Tuhan, mengabarkan kasih Tuhan bagi orang-orang di sekitar kita ataukah semata-mata hanya untuk menyelesaikan tugas dan menampilkan image/gambar/penilaian diri positif di hadapan orang lain? Apakah kita dapat melihat dan memaknai rancangan besar yang Allah sudah persiapkan bagi hidup kita di tengah kebisingan dan kesibukan kita?

Untuk dapat memaknai rancanganNya bagi kita maka kita harus dapat mendengarkan suara Tuhan yang senantiasa memanggil dan mengarahkan kita. Dalam perjalanan pelayanan Yesus, kita dapat menemukan betapa seringnya Ia memanggil orang untuk mengikut Dia. Ini berlaku bukan saja bagi mereka yang baru mengenal Dia tetapi juga menjadi panggilan yang terus berulang bagi mereka yang telah mengikut Dia. Mungkin kita bertanya-tanya, koq kalau sudah mengikut Dia apalagi sebagai muridNya tetap menerima panggilan untuk mengikut Tuhan? Apa maksudNya? Mari kita melihat contoh pada Petrus sebagai murid yang menyertai perjalanan pelayanan Tuhan Yesus. Suara Tuhan yang menyatakan kepadanya “Ikutlah Aku” memanggilnya ketika ia sedang menjalankan pekerjaannya sebagai nelayan, tetapi juga hadir untuk meneguhkan langkah pelayanan Petrus. Peringatan tidak langsung juga Tuhan sampaikan ketika Ia mengajar Petrus bersama dengan murid-murid yang lain mengenai pemberitahuan tentang penderitaan Yesus dan syarat-syarat mengikut Dia. Bahkan ketika Petrus telah menyangkal Yesus, dalam kebangkitanNya, Tuhan menyatakan kembali kepada Petrus: “Ikutlah Aku” (Yohanes 21:19.22). PanggilanNya terus bergema untuk meneguhkan setiap langkah muridNya, sehingga di dalam melakukan kehidupan, menyikapi setiap suara, murid Tuhan melakukannya sesuai dengan teladan dan sikap Kristus.

Begitu pula dalam kehidupan kita sebagai murid Kristus, “mengikut Dia” sudah semestinya menjadi dasar, motivasi dan kekuatan kita. Kita sediakan telinga kita untuk peka mendengarkan suara Tuhan yang selalu mengajak kita “Ikutlah Aku” sehingga kita tidak hilang arah, dan merasa tidak mampu. Kita percaya bahwa ketika kita dengan setia mengikut Tuhan, menerapkan segala teladan dan sikapNya maka kita sedang mengerjakan rancangan besar Allah bagi kehidupan kita dan pastinya menjadi berkat bagi sesama.

Forum Pendeta


Minggu, 14 Maret 2021

MEMURIDKAN ATAU DIMURIDKAN DUNIA?

Bagaimana pandangan kita tentang dunia yang Tuhan percayakan kita hidup di dalamnya? Bisa jadi kita menemukan bahwa dunia ini menyulitkan bagi kita untuk hidup secara leluasa sebagai orang Kristen. Nilai-nilai kekristenan tampak bertolak belakang dengan nilai-nilai duniawi yang kompromistis, pemberontakan, mau menang sendiri dan tidak peduli pada orang lain. Tetapi di sinilah, pada situasi seperti ini, Tuhan menempatkan kita untuk menjalani identitas sebagai muridNya. Jika kita mau merenungkan kembali, apakah kita sudah memuridkan dunia untuk Kristus ataukah justru kita yang dimuridkan untuk menjadi serupa dengan dunia?

Dalam kesulitan ini, kita harus kembali mengingat hakikat menjadi murid Kristus. Kita tidak menjadi murid Kristus dengan kekuatan kita. Kita bukanlah orang Yahudi yang dapat memilih guru dan menunjukkan kemampuan yang layak untuk menjadi seorang murid. Sebagaimana Yesus senantiasa mengatakan “ikutlah Aku”, panggilan yang sama juga diberikan kepada kita. Di tengah keterpurukan karena dosa, di dalam kasih dan anugerah Allah, kita dipanggil untuk menjadi murid Kristus. Dengan selalu mengingat kedua hal itu (kasih dan anugerah), maka kita memiliki kekuatan untuk tetap berdiri kokoh di arus dunia yang begitu deras. Nilai-nilai dunia tidak akan mampu mendobrak pertahanan hidup kita. Hal ini dapat terjadi semata-mata hanya karena kasih dan anugerah Allah-lah yang membawa kita kepada hidup baru yaitu hidup dalam kemenangan atas dosa dan maut sebagai upah dosa. Menyadari dan memahami bahwa kita telah berada dalam hidup baru yang berkemenangan akan mengokohkan kita untuk tetap menjadi murid Kristus. Di manapun kita berada, kita bersaksi tentang Kristus, menyatakanNya bukan sekedar melalui perkataan namun lebih lagi melalui sikap, perbuatan dan karakter kehidupan kita yang tidak sama dengan dunia. Kehidupan kita sebagai murid Kristus menyajikan alternatif gaya hidup bagi mereka yang belum mengenal Kristus dan bergumul dengan situasi dunia.

Sebagaimana dunia yang terus berubah, demikian juga tantangan kehidupan kita. Untuk dapat memuridkan dunia, kita harus lebih dari dunia. Kita harus beberapa langkah lebih maju dari dunia sehingga dapat mengantisipasi gerak dan tantangan yang ada. Tentu hal ini bukan untuk menakut-nakuti kita, melainkan memacu kita. Oleh karena itu, sebagai murid Kristus, kita tidak pernah berhenti belajar dan berproses. Inilah sekolah kehidupan kita, dengan Kristus sebagai guru dan juga sahabat yang berjalan bersama kita. Walaupun Dia adalah Guru sekaligus Sahabat bagi kita, bukan berarti kita dapat berlaku seenaknya. Dalam belajar dan berproses inilah, kita juga dituntut untuk memiliki kedisiplinan. Disiplin untuk belajar kebenaran dan kehendakNya, dan berani mendisiplinkan diri untuk senantiasa taat kepada Kristus dalam segala situasi(karena biasanya manusia seringkali lemah terhadap dirinya sendiri, begitu banyak alasan yang bisa disampaikan hanya untuk membuat dirinya tidak harus menanggung konsekuensi yang memberatkan. Dan kita harus betul-betul waspada karena kelemahan sikap terhadap diri sendiri sebetulnya menjadi awal kita dimuridkan oleh dunia). Roh Kudus yang berkarya di dalam diri kita akan memampukan, menopang dan memberikan kekuatan untuk berdisiplin. Seperti pengajaran Paulus kepada Timotius dalam 2 Timotius 1:7-8 “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi InjilNya oleh kekuatan Allah.” Setiap kesempatan kehidupan kita, di manapun kita berada, kita jalani kehidupan sebagai murid Kristus dengan disiplin. Kita percaya bahwa melaluinya, dunia pun dapat belajar mengenal arti murid Kristus dan merasakan perbedaannya. Kekuatan Allah memampukan kita memuridkan dunia bagi Kristus.

Forum Pendeta


Minggu, 21 Maret 2021

KETERHUBUNGAN

Dalam dunia modern seperti sekarang, ditambah lagi situasi pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita menjaga jarak dan membatasi kerumunan, internet menjadi bagian kehidupan yang cukup penting. Operator penyedia layanan harus yang mumpuni sehingga kita mendapatkan sinyal kuat pada berbagai tempat, kuota ataupun fasilitas wi-fi harus tersedia agar komunikasi atau keterhubungan kita dengan orang lain bisa tetap berjalan dengan baik. Bagaimana jika operatornya mumpuni tetapi kita tidak memiliki kuota/fasilitas wi-fi atau situasi sebaliknya kita memiliki kuota/fasilitas wi-fi tetapi operatornya tidak mumpuni? Tentunya, kita tidak dapat memperoleh akses internet dengan baik, dan bukankah hal tersebut sangat mengesalkan. Pekerjaan, relasi dengan berbagai pihak, ataupun ibadah yang dilakukan secara online tidak dapat dilakukan. Dalam banyak kasus, entah tua atau muda, anak-anak hingga para lanjut usia, emosinya lantas terpicu ketika berhadapan dengan situasi tersebut. Hal ini menunjukkan dengan jelas, manusia adalah makhluk relasional, yang tidak dapat dilepaskan dari hubungan satu dengan yang lain.

Jika relasi itu dipandang begitu signifikan dalam kehidupan manusia, apakah hal yang sama juga berlaku ketika manusia berelasi dengan Allah? Jangan-jangan, manusia terlampau sibuk membangun relasi horizontalnya dengan sesama sehingga tidak menaruh perhatian yang sungguh dalam relasi vertikalnya dengan Allah. Untuk ini, ada beragam alasan. Bisa karena, relasi dengan Allah dipandang sebagai sesuatu yang misterius. Tetapi apakah dengan kemisteriusan relasi ini membuat kita patah arang dan bersikap sekedarnya (orang seringkali menutupinya dengan berkata “ya, yang penting saya tetap percaya.” walaupun kesungguhan pemaknaannya seringkali menjadi PR tersendiri). Sebagai makhluk inderawi, manusia bergantung pada respon langsung dalam sebuah hubungan. Maka itu tidak heran, jika ada orang yang uring-uringan dan emosional ketika pesannya tak berbalas. Jika berelasi dengan Allah, tentunya ini menjadi tantangan tersendiri, karena kita tidak secara langsung mendengar suara Allah menjawab, atau kita tidak dapat melihat langsung Allah menganggukkan atau menggelengkan kepalaNya.

Untuk menjawab tantangan ini, marilah kita memikirkan ulang, relasi dengan Allah seperti apa yang sedang kita bangun. Apakah kita memperlakukan Allah sebagai penyedia segala yang kita perlukan setiap kali kita meminta ataukah kita memperlakukanNya dengan hormat sebagai Pemilik Kehidupan yang memberikan kepercayaan kepada kita hamba-hambaNya untuk mengelola milik kepunyaanNya? Kita dipanggil menghidupi relasi hamba kepada Sang Tuan, di mana sebagai hamba, kita rela untuk terus menerus belajar mengenal kehendak Sang Tuan dan belajar mengerjakan kehidupan seturut dengan kehendakNya. Menjadi hamba sekaligus juga seorang murid yang tangguh dan tekun. Dengan demikian, ketika kita berelasi dengan Allah, fokusnya bukan lagi kepada diri atau kehendak kita melainkan kepada Allah, di mana sikap kita adalah bersungguh-sungguh menyembahNya sebagai hamba sekaligus murid. Tuhan Yesus mengatakan seperti yang dituliskan dalam Yohanes 4:23-24 “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” Dalam roh dan kebenaran-lah kita terhubung erat dengan Allah. Menikmati setiap tuntunan dan pernyataanNya bagi kita. Kita tidak lagi mengandalkan inderawi kita dalam menantikan jawaban Allah tetapi justru menggunakan hati, pikiran dan roh kita untuk bersekutu dan intim dengan Allah sehingga dapat mengenali arahanNya.

Mari kita menjalani hidup penyembahan kita yang benar kepada Allah sebagai wujud kesungguhan kita membangun relasi denganNya. Inilah juga wujud seorang murid yang bukan sekedar memacu diri menyelesaikan tugas namun juga mementingkan relasi keintiman dengan Sang Guru, Pemilik KehidupanNya. Tuhan memampukan kita selalu.

Forum Pendeta


Minggu, 28 Maret 2021

FOKUS

Dalam situasi saat ini, dengan informasi dalam genggaman, dari satu gawai, kita dapat terhubung dengan banyak hal. Mulai dari urusan pribadi, pekerjaan, informasi hingga hiburan. Hal ini melahirkan suatu kebiasaan yang nampaknya tidak banyak disadari oleh manusia yaitu tidak fokus. Banyak orang menemui kesulitan untuk fokus, karena misalkan saja ketika mengerjakan pekerjaannya dengan gawai tiba-tiba mendapatkan ada pesan masuk melalui media WhatsApp, lalu belum lagi selesai membalas pesan tersebut, muncul notifikasi dari toko online yang mengingatkan ada diskon tertentu (rupanya memang sengaja notifikasinya tidak dimatikan) bahkan juga notifikasi dari media sosial. Manusia gampang terdistraksi, akibatnya untuk mengembalikan konsentrasi dan fokus kepada yang sedang dikerjakan menjadi teramat sulit. Dan berimbas pada waktu pengerjaan yang lebih lama. Bagaimana kita bisa menjaga fokus? Tentunya harus muncul dari kesadaran diri akan prioritas dan tanggung jawab yang telah dipercayakan kepadanya.

Menjaga fokus juga penting dimiliki oleh seorang murid Kristus. Bahkan lebih dari sekedar menjaga, murid Kristus harus memiliki fokus yang benar. Perkataan Tuhan Yesus dalam Injil Matius 6:33 “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” menegaskan tentang fokus yang benar itu. Ketika menjadi seorang murid, maka tujuannya bukan lagi kepada dirinya atau keinginannya sendiri melainkan kepada dan di dalam Tuhan. Sikap sebagai seorang murid adalah senantiasa haus untuk belajar, mencari, mengamati, mengalami dan melakukan setiap kebenaran di dalam Dia. Murid memaknai bahwa hidupnya berada dalam ke-Raja-an Allah artinya Allah lah yang memimpin dan menuntun setiap langkahnya. Untuk itu pulalah, seorang murid juga harus mencari terlebih dahulu kebenaran Kerajaan Allah sehingga ketika menyediakan diri untuk dipimpin dan dituntun bukan karena ketidaktahuan dan ketidakmengertian tetapi dalam proses berhikmat dan mengenali lebih dalam hakekat hidup murid dalam Kerajaan Allah.

Saudara dan saya adalah juga murid Kristus. Sudahkah hidup kita berfokus untuk mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya? Ataukah kita masih disibukkan untuk membuat Allah menyesuaikan dan menyetujui jalan yang kita tempuh? Dalam perenungan kita menjelang Jumat Agung di minggu ini, marilah kita menyediakan diri untuk berfokus di dalam dan kepada Kerajaan Allah dan kebenaranNya sehingga segala persoalan dapat kita hadapi dalam kuat kuasaNya meskipun mungkin tidak sejalan dengan harapan dan doa permohonan kita. Tuhan Yesus memampukan selalu.

Forum Pendeta