ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 4 Oktober 2020

BULAN KELUARGA GKI PENGADILAN BOGOR 2020

TRUST IN THE LORD
PERCAYA DAN MEMERCAYAKAN DIRI

Sepanjang bulan Oktober 2020, kita akan terlibat bersama dalam Bulan Keluarga. Di tahun ini, karena pandemi corona, kita akan melakukannya secara berbeda, karena kita belum dapat bertemu secara fisik, berkumpul dan bergembira bersama. Corona Virus Disease (COVID) 19 telah memberi dampak multidimensi. Tidak hanya sektor kesehatan, tetapi juga sektor sosial dan ekonomi. Tidak hanya di Indonesia, ekonomi global juga telah terdampak dengan serius. Pelambatan permintaan dunia, terganggunya rantai penawaran global serta rendahnya harga komoditas membuat anjloknya volume perdagangan dunia. Inilah ujian dan tantangan untuk kehidupan secara pribadi dan keluarga. Akankah kita menjadi renggang dan tidak peduli ketika tuntutan, jarak, tempat dan keadaan memisahkan kita? Tentu saja, kita akan menjawab “ TIDAK” ,namun memang tidaklah mudah untuk melakukannya, apalagi kita adalah makhluk sosial. Untuk menolong kita tetap menjaga hubungan kekeluargaan, baik dalam rumah tangga kita, dalam keluarga besar kita, dalam keluarga wilayah dan juga jemaat Tuhan di GKI Pengadilan. Untuk itu, Panitia Bulan Keluarga memakai tema “Trust in The Lord, Percaya dan Memercayakan Diri. Dengan tema ini, kami berharap bahwa melalui Bulan Keluarga, ada pengharapan yang baru bagi seluruh anggota jemaat dan simpatisan. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan akan didasarkan pada tema besar “Trust in The Lord, Percaya dan Memercayakan Diri Kepada Tuhan.

Pendasaran firman Tuhan untuk tema ini adalah dari Amsal 3 : 5 – 6, yang berbunyi: “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu”. Ayat ini mengajak kita semua untuk kembali menaruhkan hidup kita dalam kuat kuasa Tuhan. Kita terbatas untuk bisa mengerti jalan yang harus kita tempuh apalagi dalam masa pandemi. Pengertian, kemampuan, dan pengalaman kita tidaklah cukup untuk membawa kepastian dalam perjalanan. Hanya di dalam Tuhan, kita memiliki kepastian, bahwa sesulit apapun situasi yang kita hadapi, Tuhan akan selalu beserta. PimpinanNya nyata ketika dengan segenap hati dan segala laku kita ditujukan hanya kepadaNya.

Semua kegiatan Bulan Keluarga dirancang untuk menyegarkan dan menumbuhkan kembali iman kepercayaan secara penuh kepada Tuhan, memercayakan segenap kehidupan dan langkah-langkah kita kepada Tuhan, kerena yakin bahwa Dia yang menjamin kehidupan dan masa depan kita. Rangkaian kegiatan Bulan Keluarga GKI Pengadilan Tahun 2020, selain ibadah minggu dengan bertemakan tentang keluarga, persekutuan wilayah serentak pada tanggal 24 Oktober 2020, video teaser, video kesaksian, podcast, dan webinar melalui Zoom. Tentunya tidak ketinggalan perlombaan yang sudah dirancang oleh Panitia. Puncak dari kegiatan Bulan Keluarga ini adalah ibadah pengucapan syukur Hari Ulang Tahun GKI Pengadilan pada Ibadah Minggu 1 November 2020. Mari kita terlibat dalam semua kegiatan Bulan Keluarga ini. Tuhan Yesus memberkati selalu.

Forum Pendeta


Minggu, 11 Oktober 2020

MAXIMUM MARRIAGE

Setiap orang yang memasuki kehidupan pernikahan, pasti merindukan pernikahannya berlangsung dengan baik dan bahkan seperti judul di atas berada dalam kondisi yang maksimum. Untuk bisa mewujudnyatakan kerinduan ini tentu saja tidak bisa sekedar berharap. Ditambah lagi dengan banyaknya persoalan yang terjadi, kerinduan ini rasanya semakin jauh dari kenyataan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang keras dari setiap individu yang ada dalam pernikahan, yaitu suami dan istri, untuk mewujudkannya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah setiap keluarga perlu kembali kepada landasan setiap pribadi memulai kehidupan pernikahan. Jika landasannya pada mencari kebahagiaan atau supaya hidup tidak sepi sendiri maka tentu saja hal ini adalah landasan yang rapuh. Setiap kehidupan pernikahan Kristiani seharusnya dilandaskan pada kasih kemurahan Allah yang berkarya pada setiap pribadi, dan kemudian mempersatukan dengan pasangannya.

Karena kasih Allah inilah, maka suami-istri terikat bukan hanya secara fungsinya melainkan lebih mendalam lagi yaitu sepasang kekasih. Dalam pandangan umum, kata “kekasih” direduksi pemaknaannya menjadi dua insan yang dimabuk asmara. Padahal, kekasih di dalam Tuhan adalah orang yang berkomitmen untuk terus menghidupi dan menyatakan kasih Tuhan dalam kehidupannya. Dan ketika berbicara mengenai hidup pernikahan, ini berarti bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan yang terus saling menyatakan kasih satu kepada yang lain dalam pimpinan Allah Trinitas, di tengah segala perbedaan yang ada. Dengan demikian, kasih akan senantiasa membuat satu sama lain menjadi lebih akrab dan dekat sehingga terciptalah keintiman. Bukankah hal tersebut yang dinyatakan juga dalam kitab Kejadian 2:24 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Menjadi satu daging yang dimaksudkan di sini, bukan hanya sekedar keintiman secara seksual tetapi dalam seluruh aspek kehidupan. Keintiman yang terus menerus dibangun dalam kasih inilah yang akan menopang suami istri menghadapi berbagai pergumulan kehidupan bersama-sama. Bukan hanya sekedar melewati/menyelesaikan masalah tetapi juga membawa pernikahan menjadi lebih baik dan dilakukan secara maksimum.

Mungkin ada di antara Saudara yang bertanya-tanya, bagaimanakah bisa mengokohkan kembali landasan pernikahan dan membangun keintiman sehingga tercipta pernikahan yang maksimum? Kami mengajak bapak, ibu, saudara untuk mengikuti webinar dengan tema yang sama seperti judul di atas “Maximum Marriage” yang diselenggarakan oleh Panitia Bulan Keluarga 2020 pada hari Sabtu ini, 17 Oktober 2020 pukul 10.00 – 12.00 WIB. Tuhan Yesus memampukan kita selalu.

Forum Pendeta


Minggu, 18 Oktober 2020

MAU DIBAWA KEMANA?

“Mau dibawa ke mana hubungan kita.. jika kau terus menunda-nunda dan tak pernah menyatakan cinta.” sepenggal bait lagu Armada di atas, seolah-olah menjadi corong kegundahan hati dari seorang yang mengalami ketidakjelasan hubungan percintaan. Tapi jika kita mau merenungkan lebih dalam, maka pertanyaan “mau dibawa kemana hubungan kita” juga bisa berlaku bagi yang statusnya sudah jelas, yaitu hidup pernikahan. Ini tidak sedang berbicara tentang pria/wanita idaman lain tentu saja. Ini harusnya menjadi pertanyaan dari setiap pasangan suami istri yang sah di hadapan Tuhan dan masyarakat. Memperoleh status sebagai suami-istri memang membuat sebuah hubungan terang benderang, tidak sembunyi-sembunyi atau bahkan kamuflase. Tetapi hubungan yang benar tidak hanya sekedar status. Dampak dari sebuah hubungan adalah masing-masing pihak, dengan segenap kerendahan hati dan kesediaan untuk berkorban, memandang dan menetapkan tujuan secara bersama-sama, bersepakat dalam menyusun langkah demi langkah, saling berolah pikir dalam menghadapi setiap persoalan. Hal ini penting sehingga lagu Pance Pondaag yang berjudul “Kucari Jalan Terbaik” tidak menjadi lagu wajib dalam kehidupan rumah tangga/ hubungan suami-istri. Miris rasanya mendengar lantunan lagu tersebut, ketika hanya satu pihak yang merasa penuh perjuangan dalam hubungannya: “Kucoba bertahan mendampingi dirimu, walau kadang kala tak seiring jalan. Kucari dan selalu kucari jalan terbaik agar tiada penyesalan dan air mata.”

Bagaimana agar kita dapat menghindari lagu tersebut menjadi nyata dalam kehidupan kita? Tentu saja, berbicara keluarga Kristen berarti berbicara pertama-tama hubungan masing-masing individu dengan Tuhan. Ketertundukan baik suami maupun istri dalam penyembahan kepada Tuhan dan ketaatan melakukan firmanNya akan menjadi insiprasi yang mengarahkan tujuan hidup berkeluarga, mengajarkan dan menuntun langkah mereka bersama, serta membuat suami-istri dapat sehati sepikir. Ketika Tuhan mempercayakan sebuah hubungan untuk kita jalani, pasti ada maksudNya. Bukan hanya sekedar memuaskan keinginan kita, tetapi lebih dari itu, untuk menjadi teladan dan berkat bagi orang lain serta terlebih lagi memancarkan kemuliaan Tuhan. Setiap suami-istri dipanggil untuk terus menerus menggumuli panggilan dan maksud Tuhan dalam hidup pernikahan mereka, membuka hidup mereka lebar-lebar untuk dibentuk Tuhan menjadi sempurna seturut kehendakNya. Dengan demikian, hubungan pernikahan/keluarga kita menuju arah yang jelas dan pasti, oleh kemurahan anugerahNya yang memampukan, untuk mengerjakan maksudNya, dan bagi kemuliaan nama Tuhan. Kata-kata “oleh”, “untuk”, dan “bagi” inilah yang hendaknya menjadi pegangan dan pengingat setiap kita sehingga kita tidak diombang-ambingkan oleh situasi, kondisi dan keadaan, tidak dikalahkan oleh bermacam-macam pencobaan dan godaan melainkan hubungan keluarga kita tetap kokoh sampai kita mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan Tuhan.

Tuhan Yesus memampukan dan menolong kita selalu.

Forum Pendeta


Minggu, 25 Oktober 2020

REKENING BANK EMOSI

Bertahun-tahun yang lalu, seorang penatua mengatakan kepada saya mengenai rekening bank emosi. Dalam semua hubungan, kita seperti memiliki buku tabungan emosi. Tentu isi saldonya bukan berupa nilai uang tertentu melainkan perasaan-perasaan yang dialami. Ketika mengalami ekspresi cinta, kata-kata yang membangun, sikap yang mendukung dan menguatkan maka rekening tabungan emosi kita dengan orang tersebut semakin bertambah. Namun, jika kemudian, kita melontarkan kata-kata yang negatif, bahkan sikap yang melukai perasaannya, maka saat itu juga rekening bank emosi kita berkurang. Perbedaan dengan bank, tempat menabung uang, adalah bank emosi bisa memuat rekening minus. Artinya minusnya bisa semakin besar atau juga memungkinkan dari minus menjadi positif kembali. Kita tidak pernah bisa menutup bank emosi tersebut. Sayangnya, kita sulit menjumpai keadaan di mana pihak-pihak yang berhubungan dengan kita memiliki kesadaran mengenai bank emosi ini. Adakalanya kita berhadapan dengan orang-orang yang tidak peduli dengan perasaan kita, dan kita tidak bisa menuntut mereka untuk mengerti. Hal ini misalkan terjadi di tempat pekerjaan. Ini yang kemudian kita menyebutnya dengan “hari-hari yang berat”. Bukan karena beban tanggung jawab pekerjaan, tetapi rasa berat tersebut karena kita harus berhadapan dengan banyaknya rekening minus dalam hubungan-hubungan kita.

Lalu, kita harus bagaimana? Kita perlu disegarkan. Salah satu caranya adalah di dalam rumah tangga atau keluarga kita. Di dalam keluarga, seharusnya kita bisa menerima kenyamanan dan empati. Untuk itu, diperlukan kesadaran dari setiap anggota keluarga membangun kenyamanan dan empati bagi anggota keluarga yang lain. Tolong hal ini dipahami bukan sebagai tuntutan atau beban, sehingga kita justru membuat rekening bank emosi kita menjadi lebih drop lagi. Justru hal ini lahir dari rasa cinta kasih kita terhadap anggota keluarga kita. Kita mendengar dan melihat mereka tersakiti secara emosi di luar sana, maka rasa cinta kasih kita akan mendorong kita untuk membalut luka mereka, memberikan pelukan yang nyaman, mendengarkan keluh kesah dan yang terutama bisa bersama-sama menggumuli firman Tuhan.

Oleh karena itu, cinta kasih kita satu kepada yang lain dalam keluarga harus terus dirawat. Cinta bukan hal yang bisa kita biarkan hanya karena kita menganggap kita telah terikat pada hubungan keluarga. Merawat cinta yang dapat memulihkan rekening bank emosi didasari pada relasi pribadi dengan Tuhan lebih dulu. Apakah kasih Tuhan selalu menguasai hati, pikiran dan hidup kita sehingga membuat cinta kita kepada sesama (atau secara khusus keluarga) tetap terawat dan malah semakin indah bersemi? Di sinilah fungsi kita sebagai keluarga kristen, yaitu keluarga yang dikuasai kasih Kristus diuji. Mari membuat rekening bank emosi kita pribadi maupun keluarga kita terus bertambah secara positif. Tuhan Yesus memampukan selalu.

Forum Pendeta