MEMILIH JALAN PENDERITAAN
Setiap orang pasti senang memilih jalan yang baik dan menyenangkan dalam hidupnya. Hampir tidak pernah saya menemukan orang yang bercita-cita untuk menderita dalam perjalanan hidupnya. Mengapa demikian? Mungkin karena setiap orang ingin bahagia ketika menghadapi kehidupan yang sedang dijalani. Pandangan ini memiliki dampak yaitu mementingkan kebahagian diri sendiri dibandingkan orang lain. Tidak heran, jika dalam hidup ini banyak orang yang terus melakukan tindakan yang merugikan orang lain dibanding menguntungkan. Kasih yang Tuhan telah teladankan seakan hanya menjadi teori semata karena masih banyak orang yang tidak benar-benar merasakannya. Realita ini menuntun setiap orang Kristen untuk merenungkan dan mengoreksi keberadaannya di tengah kehidupan. Proses tersebut dapat ditemukan ketika melihat karya pelayanan Tuhan Yesus Kristus.
Injil Matius 17:1-13 mencatat kisah Tuhan Yesus Kristus dimuliakan di atas gunung dengan disaksikan murid-muridNya. Peristiwa ini membuat mereka bersukacita dan berusaha menahan kemuliaan tersebut bagi diri mereka dengan keinginan membuat tenda. Namun, Tuhan Yesus Kristus memilih untuk kembali ke dalam realitas kehidupan sehingga dapat menempuh jalan penderitaan. Sikap yang Ia ambil ini memang tidak sepenuhnya dipahami oleh mereka yang mengikutNya. Tuhan Yesus Kristus meneladankan sikap rela berkorban meskipun penderitaan yang akan Ia dapatkan. Hal ini menjadi cara agar setiap ciptaan mampu mengalami kasih yang sejati.
Karya keselamatan yang Tuhan kerjakan merupakan sebuah tantangan sekaligus kesempatan bagi setiap orang yang mengaku percaya kepada Dia. Tantangan yang dihadapi ialah ketika berhadapan dengan kepentingan, kenyamanan, dan keamanan diri sendiri. Setiap orang pasti akan bergumul tentang hal tersebut ketika ingin benar-benar mampu menerapkan apa yang telah Tuhan teladankan. Di sisi yang lain, ada sebuah kesempatan untuk dapat mewujudnyatakan kasih Tuhan bagi dunia ini ketika setiap orang mampu berkorban bagi orang lain. Orang banyak akan melihat dan merasakan bahwa Tuhan yang mati dan bangkit bagi seluruh ciptaan benar-benar hidup. Oleh sebab itu marilah kita mengoreksi dan merenungkan diri, apakah kita mau memilih jalan penderitaan seperti yang telah Tuhan kerjakan untuk menunjukkan kasihNya?
Forum Pendeta
MENCARI KRISTUS DALAM KUBUR KOSONG
Momen kebangkitan merupakan puncak dari iman orang Kristen yang memahami kematian dan kebangkitan adalah sebuah kesatuan. Dalam menghayati kebangkitan Tuhan, beberapa gereja menggunakan dekor kubur kosong sebagai pengingat bahwa Ia telah hidup. Kebiasaan tersebut kadang kala memengaruhi cara setiap orang Kristen dalam memahami kebangkitan. Tidak jarang, kita menjadi seperti para murid yang hanya terpaku kepada kubur kosong. Berlari-lari menuju kubur kosong yang sudah dinubuatkan oleh Tuhan dalam perjalanan hidupnya bahwa Ia akan mengalahkan maut. Kita menengok ke dalam karena keragu-raguan yang menyelimuti diri sehingga membutuhkan bukti secara lahiriah. Marilah, kita menghayati kubur kosong bukan sebagai sarana mencari bukti lahiriah namun menumbuhkan iman bahwa kebangkitan Tuhan nyata.
Kisah kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dicatat dalam salah satu Injil yaitu Yohanes 20:1-10. Dalam momen kebangkitan para murid mengalami keheranan serta ketakutan bahwa kubur telah kosong. Kubur yang telah kosong tidak dapat dimengerti karena mereka berfikir dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki. Mereka belum benar-benar memahami makna kubur kosong yang selama ini telah Tuhan ingatkan ketika mereka masih bersama dengan Dia. Kubur kosong menandakan bahwa Tuhan Yesus Kristus telah bangkit dan mengalahkan maut. Para murid diajak untuk tidak terjebak dalam pemahamannya sendiri melainkan melihat peristiwa tersebut dengan kacamata iman yang memampukan mereka memahami bahwa Ia sudah bangkit.
Para murid yang tidak mampu memahami kubur kosong menunjukkan bagi kita bahwa pengenalan akan Tuhan bukan hanya sekadar pada hal-hal yang lahiriah. Mereka yang kebingungan karena berusaha menggunakan kemampuan sendiri dalam menghadapi peristiwa kebangkitan. Hal ini menuntun kita pada perenungan “apakah kita akan mencari kubur kosong untuk menemukan Yesus Kristus?”. Menemukan Tuhan Yesus Kristus yang bangkit tidak terpaku pada kubur kosong melainkan ada di dalam hati kita. Hati yang mau mengerti setiap karya Tuhan dalam setiap musim kehidupan, hati yang percaya dengan setiap Firman Tuhan.
Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus tidak hanya ditemukan dalam kubur kosong melainkan dalam setiap hati manusia yang mau mengerti dan percaya dengan apa yang telah Ia kerjakan. Realita ini mendorong kita untuk dapat menemukan Kristus yang bangkit dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang memberikan pergumulan, kesesakan, dan sukacita menuntun setiap orang percaya untuk menemukan kebangkitan Tuhan dalam hidup. Marilah, kita menghayati kebangkitan Tuhan dengan menemukannya dalam setiap musim kehidupan yang dijalani oleh setiap orang percaya.
MENGHADAPI TANTANGAN
Dewasa ini, sulit sekali menemukan orang yang mau keluar dari zona nyamannya menuju ke luar untuk berhadapan dengan sebuah tantangan. Banyak orang memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman karena ini berkaitan dengan dirinya. Sikap egosentris ini memaksa banyak orang enggan untuk memberi diri dan masuk dalam realita kehidupan. Perilaku yang berkembang pada masa kini, pernah juga dialami oleh seorang St. Ignasius Loyola. Loyola muda pernah menjadi orang yang egosentris dengan tidak memikirkan yang lain dalam hidupnya. Ia hanya memikirkan dirinya untuk mendapatkan sebuah kehormatan. Namun, dalam ambisi yang besar tersebut ia malah mendapatkan peristiwa yang mengubah cara pandangnya. Ia yang ikut berperang terkena meriam di bagian kakinya, peristiwa ini membuatnya memahami bahwa Tuhan tidak hanya mematahkan kakinya tetapi juga semua ambisinya. Pengalaman ini mengubahkan Loyola untuk tidak menjadi egosentris tetapi mampu memikirkan yang lain.
Menghadapi tantangan bukanlah perkara yang mudah dalam kehidupan, seringkali kita terjebak pada keinginan pribadi sehingga menghindari tantangan. Tantangan yang dihadapi dapat berupa pergumulan hidup, kegagalan, dan mencoba sesuatu yang baru. Tetapi, sebagai orang yang telah menerima Tuhan Yesus Kristus kita diajak untuk mampu melewatinya dengan sikap yang sigap. Kisah dari Loyola muda memberikan kita sebuah sudut pandang lain yaitu tantangan yang diterima dapat mengubahkan diri untuk dapat menyelami karya Tuhan dalam kehidupan ini. Pesan ini juga yang Tuhan Yesus Kristus berikan untuk muridNya yang belum benar-benar memahami karyaNya.
Kisah Tuhan Yesus Kristus yang dimuliakan di atas gunung menjadi fokus kita dalam menghayati hari-hari menjelang Paskah. Matius 17 :1-9, menunjukkan peristiwa yang tidak dipahami oleh para murid yang selama ini bersama dengan Ia. Dalam peristiwa tersebut mereka melihat Tuhan Yesus Kristus bercahaya dan nampak juga Musa dan Elia dalam penglihatan mereka. Jika melihat melalui cara pandang murid Tuhan yang berlatar belakang Yahudi, bercahaya merupakan sebuah tanda akan kemuliaan Tuhan yang hadir dan kehadiran Musa serta Elia membangkitkan memori mereka tentang orang-orang berpengaruh dalam kehidupan orang Yahudi. Sikap yang diambil oleh Petrus ketika melihat peristiwa tersebut ialah ingin membuat kemah. Kemah yang ingin dibuat Petrus bertujuan untuk menahan kemuliaan untuk dirinya dan bangsanya yang membutuhkan pembebasan. Petrus menyangka bahwa Tuhan Yesus Kristus akan menjadi pembebas mereka dari keterjajahan. Akan tetapi, Tuhan Yesus Kristus lebih memilih jalan penderitaan untuk menyatakan karya penyelamatanNya untuk dunia. Jalan yang penuh tantangan menjadi pilihan Tuhan Yesus Kristus dalam menyatakan karyaNya. Cara pandang seperti itu yang mungkin sulit diterima oleh kebanyakan orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Tuhan Yesus Kristus ingin menegaskan bahwa IA hadir untuk semua ciptaan, sehingga perlu menyerahkan diriNya untuk keselamatan dunia. Tantangan yang penuh dengan kesulitan menjadi cara Tuhan menunjukkan kasihNya yang besar kepada manusia. Akan tetapi, kita selalu ingin berada dalam zona nyaman yang memudahkan dan sedikit tantangan.
Ada sebuah potongan doa dari seorang jenderal yang beranama Douglas MacArthur yang berbunyi “Ya, Tuhan bimbinglah ia. Bukan di jalan yang mudah dan lemah. Tetapi di jalan yang penuh tempaan, tantangan dan kesulitan. Ajarilah ia, agar puteraku sanggup berdiri teguh di tengah badai dan berbelah kasih kepada mereka yang jatuh”. Sepenggal doa yang diberikan Jenderal Arthur untuk anaknya menunjukkan sebuah sikap siaga dalam menghadapi tantangan karena ia tahu ada Tuhan dalam kehidupan. Mampukah kita untuk siaga dalam menghadapi tantangan kehidupan?
“Tantangan hidup menjadi cara Tuhan supaya manusia mampu menemukanNya, Temukanlah Ia dalam kesigapan menghadapi tantangan.”
Galvin T.B.
MEMBALAS KEBAIKAN TUHAN
Di masa-masa yang sulit seperti sekarang ini, kita diperhadapkan dengan sebuah realitas yaitu banyak orang yang mengalami penderitaan. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan yang memaksa mereka menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan hidup. Melalui realitas tersebut, kita tidak dapat menutup mata dan telinga. Kita didorong untuk dapat hadir di tengah masa yang sulit ini tetapi keadaan yang kita hadapi pun juga sedang sulit. Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk masuk ke dalam realitas ini?
Pemazmur pernah menulis dalam Mazmur 116 : 12 yang berbunyi: “Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?”. Pernyataan tersebut terlihat cukup klise karena bagaimana mungkin kita dapat membalas segala kebaikan Tuhan untuk kita. Akan tetapi, pemazmur mengajak kita untuk melihat lebih dalam lagi bagaimana Tuhan memberkati kehidupan umatNya. Tentu, kita tidak dapat membalas kebaikan Tuhan secara harafiah tetapi membalas kebaikan Tuhan ialah dengan memberi diri sebagai sebuah persembahan bagi realitas kehidupan ini.
Membalas kebaikan Tuhan bukan diartikan secara harafiah dan teori saja melainkan perlu aksi nyata. Kita dapat mengambil peran untuk meneruskan berkat yang Tuhan berikan dengan masuk kepada realita sekarang. Berkat yang kita teruskan merupakan sebuah ungkapan syukur bagi Tuhan atas kebaikan yang telah Ia berikan bagi kehidupan kita. Marilah, kita teruskan berkat Tuhan yang menaungi hidup ini dengan saling menopang satu dengan yang lain.
Galvin T.B.
MEMBERI DARI HATI
Ada sebuah tulisan di medsos yang menyatakan “jika seorang memberimu dari kelimpahan itu adalah wajar tetapi seorang yang memberi dari kekurangannya maka ada cinta dalam pemberiannya”. Pernyataan tersebut agak menggelitik karena menyinggung tentang memberi dari kelimpahan atau kekurangan. Biasanya memang orang banyak memberi dari kelebihannya dan jarang yang memberi dari kekurangannya. Hal ini mengajak kita untuk mendalami makna memberi, apakah mesti dari kelebihan atau kekurangan?
Tuhan Yesus Kristus pernah berhadapan dengan situasi orang yang datang dan memberi persembahan. Penulis Injil Lukas menampilkan kisah seorang janda miskin yang dipuji Tuhan Yesus karena aksi memberinya di tengah banyak orang. Lukas 21 : 3-4 menyatakan “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya”. Perkataan Tuhan Yesus Kristus memberikan sebuah pandangan dalam hal memberi persembahan. Persembahan yang diberikan baiknya berangkat dari hati karena di dalamnya kita dapat memberikan seluruh hidup tanpa ada rasa ingin dipuji.
Perkataan Tuhan Yesus Kristus tentang persembahan janda miskin mau mengajak kita untuk memeriksa diri. Apakah segala persembahan yang diberikan berangkat dari hati yang tulus? Apakah persembahan yang diberikan adalah untuk menyombongkan diri? Pertanyaan yang ada membawa kita untuk dapat merenungkan setiap perbuatan memberi yang telah, sedang, dan akan dilakukan.
Galvin T.B.