TAHUN BARU, RENCANA BARU?

Selamat tahun baru! Tahun baru menjadi momen yang lekat dengan kata ‘resolusi.’ Bagi sebagian orang, resolusi perlu disusun untuk menjadi motivasi dalam menjalani tahun yang baru. Ada yang ingin mengejar karir yang lebih baik, memperbaiki kesehatan, membangun hubungan yang lebih erat dengan keluarga dan teman, ingin punya ini dan itu, dan sebagainya. Namun, bagi sebagian lainnya, resolusi bisa jadi bukan hal yang penting karena memiliki pemikiran ‘menjalani saja waktu yang ada (ngikut saja)’. Terlihat berserah, namun bisa jadi sudah kapok karena rencana-rencana di masa lalu sangat sulit untuk terealisasikan dan menjadi kecewa pada diri sendiri atau keadaan. Di satu sisi, membuat rencana memanglah penting. Tetapi pernahkah kita bertanya: Apakah rencana ini benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan?

Hal pertama yang perlu kita perhatikan dalam hidup ini dalam menyongsong tahun yang baru adalah bahwa waktu kita di dunia ini hanya sementara. Yakobus 4:14 mengatakan bahwa hidup itu seperti uap. Kefanaan hidup ini bukanlah untuk menakut-nakuti kita dalam berencana, melainkan untuk mengingatkan untuk tidak membuat rencana berdasarkan keuntungan dan kesenangan diri sendiri. Waktu yang masih diberikan Tuhan ini perlu dimanfaatkan dengan semangat menjadi yang terbaik bagi Tuhan. Ketika berencana untuk meraih pencapaian tertentu di tahun ini, pertimbangkanlah juga pertanyaan ‘apa yang bisa saya lakukan untuk Tuhan dan sesama selama proses mendapatkannya atau ketika pencapaian itu berhasil diraih?’

Hal kedua yang tidak kalah pentingnya ketika kita membuat rencana adalah bahwa tidak selalu rencana yang telah disusun akan berjalan lancar. Maka dari itu, kita perlu membangun sifat rendah hati, khususnya jika rencana yang telah disusun tidak berjalan dengan baik. Yakobus 4:15 berkata “Sebenarnya kamu harus berkata, “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” Sebagai orang percaya, kita sering tergoda untuk merasa yakin dengan kemampuan kita sendiri. Kita berpikir bahwa jika kita bekerja keras, semua rencana akan berjalan lancar. Namun, ayat ini mengingatkan kita bahwa Tuhanlah yang memegang kendali penuh atas hidup dan masa depan kita. Pada momen tahun baru ini, mari kita belajar untuk tidak terpaku hanya pada rencana diri sendiri, namun membuka diri pada kehendak Tuhan yang bisa jadi tidak seperti yang kita rencanakan dan inginkan. Mari kita merendahkan hati untuk meminta pertolongan Roh Kudus untuk menerima rencana Tuhan dan belajar untuk menjalaninya.

Di momen tahun baru ini, marilah kita menyadari bahwa yang kita perlukan bukanlah sekadar rencana yang baru, melainkan pola pikir yang baru dengan mengutamakan Tuhan dalam menyusun setiap rencana yang kita buat. Kenyataan di masa mendatang penuh dengan ketidakpastian. Kehadiran Tuhan dalam hati dan pikiran kita akan membuat kita lebih terbuka untuk terus berani melangkah dan belajar menyesuaikan diri dengan rencana Allah. Marilah kita merendahkan hati untuk menerima rancangan Allah dan memohon pertolongan Roh Kudus dalam melakukan yang terbaik di tahun 2025 ini. Tuhan memampukan kita!

Arnold Siburian


MEMBUAT MOMENTUM

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, momentum artinya ‘saat yang tepat’. Kata momentum biasanya dikaitkan dengan penantian akan waktu yang dirasa tepat untuk melakukan sesuatu. Contoh sederhana berkaitan dengan momentum adalah momen tahun baru yang belum lama kita rayakan. Tahun baru dianggap sebagai momentum untuk membuat rencana-rencana untuk memperbaiki diri, misalnya seperti kebiasaan makan yang tidak sehat, kurangnya waktu berolahraga, belajar mengembangkan diri, atau dalam hal membantu orang lain. Namun, momentum bisa jadi sebuah euforia sementara jika hanya menunggu waktu tertentu. Alih-alih menunggu, akan lebih tepat jika kita mencoba membuat momentum di sepanjang waktu yang dianugerahkan Tuhan.

Membuat momentum dalam setiap situasi merupakan cara kita untuk memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah demi mengusahakan kehidupan yang bermakna. Ada banyak tokoh Alkitab yang bisa menjadi teladan dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan Tuhan, misalnya dari Rut. Dia merupakan menantu dari Naomi (Rut 1:4). Setelah ditinggal mati oleh suaminya, Rut memilih untuk tetap setia mendampingi ibu mertuanya dan pergi meninggalkan Moab menuju ke Betlehem (Rut 1:22). Keduanya sama-sama meninggalkan Moab dengan rasa duka. Perbedaannya, Rut merupakan orang baru di Betlehem, sedangkan Naomi berasal dari tempat ini.

Di situasi yang baru dan sulit ini, Rut sebagai orang yang percaya kepada Allah tidak menunggu keajaiban atau momentum baik untuk mengusahakan hidupnya. Dia tidak menunggu orang menawarinya pekerjaan atau memberi mereka makanan. Dirinya mengambil langkah berani untuk bekerja di sebuah ladang untuk memenuhi kebutuhannya dan ibu mertuanya. Rut mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi setelah memutuskan untuk melakukan ini karena daerah ini asing baginya. Tetapi dia membuat keputusan untuk bergerak. Keputusan ini adalah langkah pertama dalam membuat momentum. Dalam hidup kita, kadang kita merasa takut untuk memulai sesuatu yang baru, tetapi Tuhan mengajarkan kita bahwa momentum dimulai dengan keputusan untuk bergerak maju.

Kisah selanjutnya dari Rut bisa kita saksikan di pasal-pasal selanjutnya. Aksi yang dia ambil ternyata bagian dari tuntunan Allah untuk mempertemukannya dengan Boas dan menjadi istrinya. Langkah kecil Rut yang penuh keberanian dan kesetiaan dipimpin oleh Tuhan menuju ladang yang tepat pada waktu yang tepat. Momentum yang dimulai dengan langkah kecil itu akhirnya membawa Rut kepada pertemuan dengan Boas, yang memulai sebuah cerita baru dalam hidupnya.

Membuat momentum dalam hidup dimulai dengan langkah pertama. Rut mengajarkan kita bahwa langkah kecil yang diambil dengan iman dan kesetiaan dapat membuka jalan bagi kesempatan dan perubahan besar. Jangan meremehkan hal-hal kecil yang kita lakukan, karena Tuhan dapat menggunakan setiap langkah kita untuk menciptakan momentum yang luar biasa. Setiap langkah kecil yang kita ambil dengan Tuhan akan membawa kita lebih dekat kepada rencana-Nya yang besar bagi hidup kita. Kiranya Tuhan menyertai kita.

Arnold Siburian


PENCOBAAN: HAMBATAN ATAU TANTANGAN?

Ketika merencanakan sesuatu yang baik dalam hidup tentunya kita ingin supaya rencana itu dapat berjalan dengan lancar. Namun kenyataannya seringkali dalam proses mewujudkan rencana itu kita menghadapi berbagai macam kejadian yang tidak dikehendaki. Misalnya ketika di pagi hari kita berencana untuk bisa mengerjakan berbagai tugas di tempat kerja dengan tetap bersukacita dan penuh semangat, kenyataannya dalam perjalanan menuju tempat kerja kita sudah diperhadapkan dengan pengemudi-pengemudi yang menjengkelkan atau menghadapi padatnya KRL yang bisa jadi merusak mood untuk menjalani hari dan melunturkan sukacita serta semangat yang sedang dibangun. Dalam spektrum yang lebih luas tentang perencanaan-perencanaan dalam kehidupan mengenai masa depan – seperti karir, membangun keluarga, pelayanan, menjadi pribadi yang lebih baik, dan sebagainya – seringkali kita juga menghadapi pencobaan. Pertanyaannya, bagaimana kita memandang situasi ini? Apakah kita melihatnya sebagai hambatan atau tantangan?

Firman Tuhan dalam Yakobus 1:2 berkata “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan,” Kebahagiaan biasanya hanya bisa didapatkan dari situasi yang kita harapkan atau inginkan. Namun, perkataan Yakobus ini mengingatkan bahwa kebahagiaan itu asalnya dari diri sendiri, bukan bergantung pada kondisi. Kebahagiaan juga bisa dibangun ketika kita berada di dalam situasi sulit. Bukan berarti kita mau mengabaikan situasi atau membohongi diri, melainkan kita diajak untuk bersedia memandang pencobaan dari perspektif yang berbeda. Yakobus melanjutkan perkataannya pada ayat 3 “Sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” Cara berpikir seperti inilah yang membuat kita lebih bisa memandang situasi sulit sebagai kesempatan untuk mengevaluasi diri dan bertumbuh. Pencobaan merupakan ujian yang diizinkan Tuhan untuk terjadi kepada kita supaya kita dapat melihat ke dalam lubuk hati terdalam tentang sudah sejauh mana iman kita bertumbuh.

Bagi umat Tuhan yang sudah berkomitmen untuk bertumbuh dalam iman, pencobaan merupakan kejadian yang tidak terelakkan. Firman Tuhan berdasarkan Yakobus mengingatkan kita bahwa cara kita menyikapi pencobaan sangat tergantung dari bagaimana kita meresponnya. Pencobaan itu bisa menjadi hambatan untuk pertumbuhan iman jika kita terus menerus menyalahkan situasi dan bersungut-sungut, atau bisa menjadi tantangan yang bisa membuat kita bertumbuh jika direspon dengan iman yang teguh. Saat ini, mana yang lebih mempengaruhi kebahagiaan kita: situasi yang tidak bisa dikendalikan atau iman kita kepada Kristus?

Mungkin kita pernah mendengar atau membaca kalimat ini: “Pelaut yang hebat dibentuk dari lautan yang ganas.” Kalimat ini memberikan pesan bahwa seseorang yang tangguh itu dibentuk melalui perjalanan hidup yang tidak mudah namun mau belajar dan bertumbuh melaluinya. Sejalan dengan pesan ini, berbicara tentang pertumbuhan iman, Firman Tuhan berdasarkan Yakobus mengingatkan kita untuk memiliki ketekunan dalam menghadapi berbagai macam situasi menyulitkan. Marilah bangun pemahaman bahwa ketekunan dalam menghadapi pencobaan ini bertujuan untuk ‘menjadi sempurna dan utuh, serta tidak kekurangan apa pun’ (Yak. 1:4) di hadapan Tuhan. Dengan begitu, melalui setiap tantangan dalam proses mencapai tujuan, kita dapat terus bertumbuh di dalam karakter sebagai orang Kristen, juga dalam iman kepada Kristus. Kiranya Tuhan yang memampukan kita.

Arnold Siburian


MENGUATKAN DAN MENEGUHKAN HATI

Di masa awal tahun 2025 ini ada banyak peristiwa yang membuat perasaan campur aduk. Di satu sisi ada yang bersemangat untuk memperoleh harapan yang baru, namun di sisi lain ada juga kabar-kabar negatif yang membuat kita cemas menghadapi ketidakpastian yang mungkin terjadi. Mulai dari situasi politik global, kondisi ekonomi Indonesia, tantangan di dalam dunia kerja atau usaha, pergumulan kesehatan, kedukaan, dan sebagainya. Dengan banyaknya tantangan di awal tahun ini, tidak heran rasanya jika optimisme dan semangat untuk menjalani kehidupan sudah mulai goyah. Alih-alih semangat, yang bertumbuh justru ketakutan tentang apa yang akan terjadi 11 bulan ke depan dan seterusnya.

Ketakutan dalam menghadapi berbagai potensi tantangan di masa depan juga dirasakan oleh Yosua ketika Tuhan memberinya kepercayaan untuk menggantikan Musa memimpin Bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian. Tugas Yosua tidaklah mudah. Dia akan membawa bangsa yang suka bersungut-sungut dan berhadapan dengan musuh yang kuat yaitu orang-orang Kanaan. Tuhan mengetahui perasaan Yosua dan mengatakan kalau Dia akan menyertai dan tidak akan meninggalkan Yosua, seperti yang Tuhan lakukan kepada Musa (Yosua 1:5). Janji penyertaan Tuhan ini menjadi dasar bagi Yosua dan kita semua dalam menghadapi berbagai potensi tantangan di masa depan. Janji penyertaan Tuhan ini bukanlah dalam artian sekadar hadir untuk melihat, melainkan menolong dan memampukan kita untuk melanjutkan peziarahan hidup yang penuh dengan ketidakpastian ini. Sekarang pertanyaannya, ‘apa yang perlu kita lakukan untuk merespon janji Tuhan ini?’

Dalam Yosua 1:6,7, dan 9, Tuhan memerintahkan Yosua untuk menguatkan dan meneguhkan hatinya. Janji penyertaan Tuhan merupakan modal utama bagi Yosua untuk menguatkan dan meneguhkan hatinya. Perintah ini juga berlaku bagi kita saat ini. Kita dipanggil untuk tidak menyerah meski tantangan tampak besar. Kekuatan dan keberanian kita bersumber dari keyakinan bahwa Tuhan menyertai setiap langkah kita. Tentunya meneguhkan dan menguatkan hati bukanlah tindakan instan yang tidak perlu aksi berkelanjutan. Diperlukan komitmen dan konsistensi untuk terus berpegang pada Firman Tuhan, merenungkannya, dan melakukannya (Yosua 1:7-8). Pikiran kita perlu diingatkan berulang kali dengan janji-janji Tuhan melalui firman-Nya. Perkataan Tuhan itu menjadi seperti pernyataan cinta dari orang tua/pasangan/anak yang terus memberi semangat baru bagi kita.

Di momen awal tahun ini, marilah kita terus meneguhkan dan menguatkan hati dalam menghadapi setiap kemungkinan dengan semangat dan keberanian. Berani bukan karena kita tahu apa yang akan terjadi, melainkan karena tahu dan percaya bahwa Tuhan akan menyertai. Dengan begitu setiap tantangan yang sedang atau akan terjadi dapat kita hadapi dengan langkah yang tegap bersama-Nya. Tuhan memampukan kita.

Arnold Siburian