
HANYA KARENA KASIH-NYA KITA HIDUP
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
(Yohanes 3:16)
Bulan Februari sering disebut sebagai Bulan Kasih Sayang (Valentine Day). Terinspirasi dari kisah St. Valentine yang berakhir tragis, menyebar menjadi hari kasih sayang. Rupanya apapun yang berhubungan dengan kisah cinta menghadirkan beragam kisah, narasi, cerita, lagu, karya seni, yang tiada henti menginspirasi hidup manusia. Yohanes 3:16, boleh dikatakan sebagai salah satu ayat yang paling terkenal dalam Alkitab: inilah intisari Injil. Berita sukacita untuk dunia. Dan ini menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Di sini kita melihat betapa dalam dan luar biasanya kasih Allah. Allah mengasihi setiap manusia tanpa kecuali, hingga rela mengurbankan Anak-Nya yang tunggal. Kasih-Nya tidak bersyarat dan tidak terbatas. Melalui pengurbanan Yesus, kita telah diberi kesempatan untuk hidup, bukan hanya di dunia ini, tetapi juga dalam hubungan yang kekal dengan-Nya.
Karena kita telah menerima kasih yang begitu besar dari Allah, kita diundang untuk membagikan kasih itu kepada orang lain. Kasih Allah seharusnya menjadi contoh dan dasar bagi kita untuk mengasihi sesama. Kita dipanggil untuk mencintai, mengampuni, dan memperlakukan orang lain dengan cara yang sama seperti Allah memperlakukan kita.
Saat kita mengingat betapa berartinya kasih yang telah kita terima, kita akan terdorong untuk menjadi saluran kasih itu. Ini berarti menerima orang lain dalam keadaan mereka, memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, serta membangun relasi yang penuh kasih dan pengertian.
Mari kita merenungkan bagaimana kita dapat hidup dalam kasih yang Allah berikan. Siapa di sekitar kita yang membutuhkan kasih dan perhatian kita? Apakah kita siap untuk mengasihi tanpa mengharapkan imbalan? Apakah kita bersedia memperlihatkan kasih kepada mereka yang sulit untuk dicintai? Kita dapat mulai dengan langkah kecil: menyapa tetangga, menolong orang yang kesulitan, atau bahkan hanya mendengarkan cerita teman yang membutuhkan dukungan. Setiap tindakan kasih, tidak peduli seberapa kecil, memiliki dampak yang besar dalam hidup orang lain. Mari kita mulai dengan hati yang berlimpah empati dan belas kasih sehingga kasih Allah dalam Yesus tidak pernah berhenti memulihkan sesama dan dunia.
Kasih Allah yang tulus dan besar harus mendorong kita untuk mengasihi sesama kita. Mari kita menjadi contoh nyata dari kasih itu dalam tindakan kita sehari-hari, sehingga kasih yang kita terima dari-Nya dapat menjangkau dunia di sekitar kita. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi penerima kasih, tetapi juga menjadi pemberi kasih yang mengubah hidup orang lain. Amin.
Forum Pendeta
KASIH MEMULIHKAN KEHIDUPAN
Sekalipun aku dapat berbicara dalam semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan simbal yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
Sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku. Kasih itu sabar; kasih itu baik hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menahan segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Kasih tidak berkesudahan; tetapi nubuat akan berakhir; bahasa lidah akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak sempurna, begitu juga nubuat kita tidak sempurna. Namun, jika yang sempurna tiba, yang tidak sempurna itu akan lenyap. Ketika aku kanak-kanak, aku berbicara seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. Sebab, sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.
Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, tetapi yang paling besar di antaranya ialah kasih (1 Korintus 13:1-13).
Jika ini yang mendasari, mewarnai, dan menjadi tujuan dari setiap hal dalam hidup, maka akan tercipta sebuah relasi yang indah dan membahagiakan. Allah yang kita kenal dalam Kristus telah memberi contoh nyata. Injil Yohanes 3:13 dengan jelas menyatakan bagaimana Allah melakukan itu. Kristus juga menyatakan dan menghidupi itu dalam hidupnya (Matius 20:28).
Hal ini juga berlaku bagi setiap kita yang mengaku sebagai murid-murid-Nya: “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, jikalau kamu saling mengasihi ” (Yohanes 13:35).
Forum Pendeta
HARUSKAH KU MATI KARENAMU?
Bulan Februari dikenal sebagai Bulan Kasih Sayang. Di bulan ini, bunga mawar, coklat, ungkapan-ungkapan cinta, warna pink, dan foto-foto yang menunjukkan kebersamaan menjadi ungkapan yang dipakai banyak orang. Jikalau kita renungkan lebih jauh, kasih sayang atau cinta bukan hanya berhenti pada simbol-simbol, tetapi lebih kepada kesediaan untuk menanggung sesuatu yang tidak indah. Seringkali dalam kehidupan ini, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit yang menguji cinta dan kasih kita. Kita diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang tidak mudah, memberikan lebih dari yang kita rasa mampu, bahkan mungkin menyerahkan sesuatu yang sangat berharga bagi kita. Pertanyaan yang mungkin muncul adalah, “Haruskah aku melakukan ini? Haruskah aku ‘mati’ untuk orang lain?” Haruskah aku mengurbankan perasaanku? Atau aku harus bagaimana?
Beberapa ayat Alkitab menjadi suluh bagi langkah kasih dan cinta kita. Yohanes 15:13: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Kasih berarti memberikan nyawa untuk orang yang dikasihinya. Tuhan Yesus sendiri memberikan nyawa-Nya untuk kita, sahabat-sahabat-Nya. Ini adalah standar kasih yang radikal, yang melampaui kepentingan diri sendiri. Roma 5:8: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”
Bukan karena kita baik maka Allah mengasihi kita. Tidak! Ayat ini mengingatkan kita bahwa kasih Allah kepada kita tidak bersyarat. Dia mengasihi kita bahkan ketika kita masih berdosa, tidak layak, dan jauh dari-Nya. Pengurbanan Kristus di kayu salib saat kita masih berdosa adalah bukti kasih yang nyata. 1 Yohanes 3:16: “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” Ayat ini adalah panggilan untuk meneladani Kristus. Jika Dia rela mati untuk kita, maka kita pun seharusnya rela berkurban untuk orang-orang yang kita kasihi, saudara-saudara seiman kita, bahkan untuk sesama manusia, juga untuk orang-orang yang memusuhi kita.
Refleksi:
“Mati” di sini tidak selalu berarti kematian fisik. Lebih sering ini berarti kematian ego, kematian keinginan pribadi, kematian ambisi duniawi atau menyangkal diri. Ini berarti mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri. Ini berarti rela berkurban waktu, tenaga, pikiran, bahkan materi, demi kebaikan orang lain.
Apakah aku rela “mati” bagi keluargaku? Apakah aku rela mengesampingkan keinginanku demi kebahagiaan mereka? Apakah aku rela berkorban waktu dan tenaga untuk mendidik anak-anakku dalam jalan Tuhan? Apakah aku rela menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diriku?
Apakah aku rela “mati” bagi teman-temanku? Apakah aku rela mendengarkan keluh kesah mereka, memberikan dukungan saat mereka terpuruk, dan mengampuni kesalahan mereka? Apakah aku rela “mati” bagi orang-orang di sekitarku? Apakah aku rela menolong mereka yang membutuhkan, membela mereka yang tertindas, dan menjadi berkat bagi mereka yang menderita, serta terus mencintai walau sakit?
Tantangan:
Kasih yang sejati selalu menuntut pengurbanan. Marilah kita merenungkan, di mana Tuhan Yesus memanggil kita untuk “mati” atau “berkurban” bagi orang lain? Mungkin itu adalah panggilan untuk mengampuni, untuk melayani, untuk memberi, atau untuk membela kebenaran. Apapun itu, mari kita jawab dengan iman dan keberanian, karena di dalam pengurbanan kita menemukan makna hidup yang sejati. Kita membuktikan bahwa kasih yang dari Kristus itu ada dalam kehidupan kita.
Doa:
Tuhan Yesus, ajari kami untuk mengasihi seperti Engkau mengasihi. Beri kami kekuatan untuk “mati” bagi orang lain, untuk mengutamakan kepentingan mereka di atas kepentingan diri kami sendiri. Mampukan kami untuk menjadi meneladani kasih-Mu yang mentransformasi kehidupan. Dalam nama Tuhan Yesus, yang telah lebih dahulu mengasihi kami, kami berdoa. Amin.
Forum Pendeta
I’LL BE BACK TO LOVE YOU AGAIN
Kesetiaan menjadi satu dari sekian banyak kualitas yang dituntut dalam sebuah relasi. Kesetiaan setiap pribadi menghadirkan kepercayaan dari pribadi yang lain. Misalnya suami istri, sepasang kekasih, sahabat, pengusaha dan karyawan. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketidaksetiaan menjadi luka yang seringkali menghadirkan duka dan pertikaian. Badai rumah tangga menjadi petaka bagi relasi suami istri karena ketidaksetiaan atau penyelewengan. Penyalahgunaan kepercayaan ini menghadirkan ketidakpercayaan dan luka yang tidak mudah dipulihkan. Bisa jadi akan menjadi stigma yang melekat seumur hidup.
Bagaimana jika ketidaksetiaan itu hadir dalam relasi umat dan Allah? Bagaimana jika berlaku tidak setia atau mendua? Bagaimana kalau umat jelas-jelas berselingkuh dengan menyembah ilah-ilah lain? Apakah Allah akan marah? Pasti! Apakah umat akan menerima hukuman? Ini juga pasti. Apakah umat akan ditegur? Pasti Allah akan melakukannya. Pertanyaan selanjutnya berapa lama Allah akan marah dan menghukum umat-Nya? Tidak selamanya.
Inilah janji Tuhan. Janji yang kita dapati dalam Hosea 14:4. Diawali dengan seruan untuk bertobat, karena umat Israel telah tergelincir dalam kesalahan. Panggilan untuk datang kepada Tuhan Allah dengan kata-kata pertobatan mengawali pemulihan umat Israel. Allah akan memulihkan mereka, Allah akan mengasihi mereka kembali. Murka Allah telah surut. “I’ll be back to love you again,” kata Tuhan kepada umat-Nya.
Apa yang bisa kita pelajari? Pertama, tidak seharusnya kemarahan itu terus menerus menguasai hati kita. Kedua, kita harus membuka hati berbagi kesempatan untuk setiap orang yang pernah berlaku tidak setia. Ketiga, pertobatan dan kesediaan untuk mengakui kesalahan adalah hal yang membuka rekonsiliasi. Inilah tandanya bahwa kita hidup dalam kasih Kristus. Saat kita merasakan kasih Kristus mewarnai kehidupan kita, maka kita dapat menghayati apa yang Rasul Paulus katakan: “Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain” (1 Korintus 13:5).
Forum Pendeta


