TEMPAT UNTUK SEMUA

Suasana di halaman gereja selesai ibadah Minggu begitu ramai. Ada anak-anak yang berlarian, remaja dan pemuda yang mengobrol, demikian juga para orang dewasa. Suasana ini terasa begitu hangat. Inilah gereja. Gereja bukan hanya bangunannya, melainkan yang terutama adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Persekutuan ini menjadi tempat untuk semua orang mengalami kehidupan kebersamaan yang saling membangun dan saling melayani. Di sinilah, dari mulai anak-anak hingga lanjut usia mendapatkan bagiannya untuk berkontribusi, diperlengkapi dan mengembangkan talentanya. Tidak ada satu bagianpun yang menjadi objek pelayanan, seolah-olah hanya dapat menerima pelayanan. Semua bagian adalah subjek pelayanan, yang dalam kapasitas masing-masing, memberikan diri, terlibat dan melayani Tuhan dengan penuh sukacita.

Hal ini dapat terjadi bukan karena kemampuan perorangan. Kita percaya bahwa Roh Kudus bekerja di dalam kehidupan setiap pribadi. Inilah kebenaran firman Tuhan dari Kitab Nabi Yoel 2:28-29 yang disampaikan oleh Petrus dalam kotbahnya pada hari Pentakosta, “Kemudian dari pada itu akan terjadi bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu.” Melalui Yoel, Tuhan sudah menyatakan isi hati dan kebenaran-Nya bahwa di dalam Roh-Nya yang kelak Ia akan curahkan, semua orang akan dimampukan untuk melayani-Nya. Hal ini kemudian menjadi nyata mulai dari hari Pentakosta. Semua yang percaya, tanpa terkecuali, akan dipimpin oleh Roh Kudus dan dihimpunkan bersama-sama dalam persekutuan umat Tuhan, termasuk anak-anak. Anak-anak menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk bersama membangun persekutuan umat. Mereka bukanlah objek dari pelayanan, mereka adalah subjek yang dapat terlibat untuk melayani.

Anak adalah bagian dari masa kini dan masa depan gereja. Masa depan gereja tidak terjadi begitu saja. Ia dibentuk dan dipersiapkan dari masa kini. Oleh karena itu, ketika kita menginginkan melihat masa depan gereja yang tetap kokoh, menjadi tempat bagi semua kalangan, golongan dan usia untuk bertumbuh, harus dimulai dari masa kini di mana semua pihak mengambil bagian dan terlibat, karena Roh Kudus juga dicurahkan dalam mereka. Mari kita menyambut anak-anak sebagai pelayan dalam gereja pada masa kini, mendengarkan dan memperhatikan mereka, memberikan ruang bagi mereka untuk bertumbuh dalam segala talenta dan karunia, melibatkan mereka untuk membangun persekutuan umat Tuhan sehingga keberlangsungan gereja menghadirkan damai sejahtera di dunia ini dapat terus terwujud.

Forum Pendeta


MENDENGARKAN SUARA ANAK

Anak memiliki suara. Pengertian suara di sini adalah pemikiran dan pandangan dari sudut pandang mereka yang mungkin dari sisi orang dewasa sangat terbatas tetapi layak dan bahkan perlu didengar dan diberikan perhatian. Ketika mendengar anak bersuara, banyak orang dewasa yang menganggap sepele atau bahkan tidak penting. Hal tersebut tidak sepatutnya terjadi, terutama dalam kehidupan umat Tuhan. Sebagaimana yang kita telah perhatikan dalam Sapaan Gembala minggu lalu, bahwa Tuhan mencurahkan Roh-Nya kepada semua, termasuk anak-anak. Dalam kesederhanaan dan keterbatasan mereka, Tuhan dapat memakai mereka untuk berkata-kata, mengingatkan atau bahkan menjadi sarana Tuhan mewujudkan rancangan-Nya dalam kehidupan manusia. Karena itu, yang seharusnya jadi pertimbangan kita ketika suara anak diperdengarkan bukanlah apa pengalaman, pemikiran atau kehendak kita melainkan justru betul-betul menyediakan telinga kita, mendengarkan dengan seobjektif mungkin sesuai dengan perkataannya, memohon hikmat Tuhan untuk dapat menanggapi dengan bijaksana dan membuka diri untuk menjadi jalan Tuhan bagi perwujudan terbaik kehidupan anak-anak.

Dalam Kitab Keluaran pasal 2:5-11 dituturkan bahwa puteri Firaun menemukan peti berisi bayi di tepian Sungai Nil. Puteri tersebut sudah memperkirakan bahwa bayi itu adalah bayi orang Ibrani di mana Firaun mengeluarkan perintah untuk membunuh setiap bayi laki-laki orang Ibrani. Pada saat itu, muncul gadis kecil yang bersuara kepada puteri Firaun. Tentu gadis itu tidak bersuara dengan lantang dan berani. Bisa dibayangkan, ia mendekati puteri yang sedang memegang peti berisi bayi dengan rasa takut, segan dan penuh pikiran-pikiran buruk. Tapi ia tetap mencoba berkata-kata, menawarkan inang penyusu bagi bayi tersebut. Ia tidak dapat berpikir lebih jauh akibat yang akan diterimanya, ia hanya menyuarakan apa yang terbaik yang melintas di pikirannya. Gadis kecil ini tidak mengetahui bahwa keberaniannya bersuara menjadi jalan bagi rencana Tuhan untuk membawa Israel keluar dari Mesir. Demikian juga dengan puteri Firaun. Kesediaannya membuka telinga dan hati untuk anak-anak justru menjadi alat Tuhan mempersiapkan seorang pemimpin umat kelak. Sikap-sikap yang sederhana, yang didasari dengan kasih yang besar dalam menerima, menghargai dan mendengarkan anak kecil akan mendatangkan buah berkat yang luar biasa.

Bagaimana dengan kehidupan kita saat ini? Tuhan mengundang kita untuk lebih peka dan dengar-dengaran terhadap suara anak. Bukan semata-mata untuk sekadar menuruti keinginan mereka tetapi bersama berproses dalam hikmat Tuhan sehingga bagi keseluruhan kehidupan, orang tua maupun anak, dapat merasakan rancangan Tuhan yang mendatangkan kebaikan yang telah Tuhan persiapkan. Tuhan Yesus memampukan kita semua.

Forum Pendeta


DIDIKLAH MEREKA

Amsal 22:6 mengatakan “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Firman Tuhan ini menunjukkan bahwa tanggung jawab memberikan pendidikan kepada orang muda menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Pendidik utama bagi anak-anak adalah orang tua, namun hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab dalam keluarga atau rumah tangga, melainkan dari segi-segi kehidupan lainnya, misalkan dalam sekolah maupun gereja. Tuhan mempercayakan hadirnya anak-anak dalam kehidupan kita, baik keluarga, gereja, maupun sekolah agar mereka belajar mengenai kehidupan, berproses dan menghidupinya dengan benar seturut firman Tuhan. Kata “didik” harus dimaknai dengan luas dan mendalam. Hal ini lebih dari sekadar meneruskan ilmu ataupun kebiasaan-kebiasaan. Anak berproses dalam pendidikannya, melangkah tahap demi tahap untuk dapat mengaplikasikan setiap hal yang mereka terima menjadi mutiara berharga dalam hidupnya yang akan berguna dalam perjalanan pada masa mendatang.

Sebagai pihak yang menerima tanggung jawab mendidik, setiap orang dewasa harus menyadari posisi dan mewujudnyatakannya. Menyandang identitas sebagai pendidik berarti memiliki kepekaan dan hikmat untuk dapat menyampaikan bahan didikan yang dapat diterima secara maksimal oleh anak didik. Hal ini menuntut kesediaan pendidik untuk dapat membuka diri belajar memahami situasi, konteks, kebutuhan, dan keunikan anak didiknya sehingga pesan didikannya bermakna dan melekat pada kehidupan mereka. Dan, tentu saja hal utama yang diperlukan pendidik adalah takut akan Tuhan sebagai dasar didikan, yang pertama-tama harus dihidupi di dalam dirinya. Dengan demikian, pesan didikan akan dapat melekat dalam diri anak-anak.

Berkaitan dengan didik-mendidik, kita patut mengucap syukur atas pimpinan dan penyertaan Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja, dalam pelayanan GKI Sinode Wilayah Jawa Barat di bidang pendidikan melalui Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur. Sepanjang 75 tahun, BPK Penabur berkiprah, memberikan kontribusi dan dedikasi bagi pendidikan di negara Indonesia. BPK Penabur menjalankan peran pendidikannya di dalam kesungguhan untuk memberlakukan karakter kristiani dan mencerminkan nilai-nilai Kristus dalam kesehariannya sehingga ada lebih banyak orang dapat mengenal kasih dan anugerah-Nya. Kita, sebagai gereja, perlu terus bergandengan tangan bersama dengan BPK Penabur dalam pelayanan pendidikan ini sehingga anak-anak sedari muda menerima didikan, dan kita berharap, pada masa mendatang mereka tidak akan menyimpang dari hidup dalam kebenaran. Tuhan memampukan kita selalu.

Forum Pendeta


HARI ANAK NASIONAL

Tanggal 23 Juli selalu diperingati sebagai Hari Anak Nasional sebagai upaya mengingatkan bahwa kehadiran anak-anak memiliki peran penting bagi pembangunan bangsa. Pada tahun 2025, Hari Anak Nasional mengusung tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045” Tentunya tema ini ingin mengajak seluruh komponen bangsa meyadari bahwa anak-anak saat ini, kelak pada 2045 berada pada usia produktif untuk berkarya bagi bangsa. Oleh karena itu, masa kanak-kanak saat ini harus diisi dan dipenuhi dengan bekal mumpuni sehingga mereka dapat berkarya maksimal bagi bangsa pada tahun-tahun mendatang. Niatan yang baik ini tentunya perlu direspon dengan kesungguhan dan kewaspadaan. Ada banyak hal yang dapat membuat orang tua terlena dan melewatkan kesempatan memaksimalkan potensi dalam diri setiap anak. Oleh karena itu, sebagai generasi yang dipercaya berjalan bersama dengan anak, marilah kita memperhatikan pengajaran dari Paulus dalam 1 Timotius 4:16 “Awasilah dirimu sendiri dan ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.” Anak-anak bertumbuh dalam pengajaran generasi sebelumnya. Kesadaran dari setiap pribadi yang mengemban tanggung jawab untuk menjadikan “anak hebat” adalah mengawasi dirinya sendiri terlebih dahulu. Pengawasan terhadap diri terkait dengan seluruh aspek, baik yang terkait relasi dengan orang lain maupun pemahaman di dalam dirinya. Hal ini berimplikasi bahwa setiap pribadi harus dalam sikap waspada, jujur melihat keberadaan diri, dalam artian apakah pemahamannya selama ini sudah benar, apakah tindakannya sudah mencerminkan firman Tuhan, apakah perkataannya membangun kehidupan bersama dan setelahnya ia bersedia untuk mengevaluasi diri serta membaharui diri. Ketika generasi yang lebih dewasa mempraktikkan hal ini maka anak-anak akan belajar membangun dirinya dengan keteladanan tersebut.

Tagline inspiratif dari Hari Anak Nasional 2025 adalah “Anak Indonesia Bersaudara”. Anak hebat yang mau dibangun sebagai karakter anak-anak Indonesia bukanlah pribadi yang berpusat pada menonjolkan kehebatan diri sendiri dan mengabaikan yang lain. “Indonesia Kuat” bisa terjadi dalam suasana persaudaraan, saling menerima dan menghargai satu sama lain. Persaudaraaan ini walaupun nampak secara fakta tapi perlu dibangun dalam prosesnya. Pergulatan untuk bisa membuka tangan dan bergandengan dengan yang lain hanya bisa dikerjakan dalam kasih yang murni. Sebagai orang Kristen, kita telah mengenal dan hidup dalam kasih itu, yaitu kasih Kristus yang bersedia menerima setiap orang berdosa dan tidak layak untuk kemudian mendapatkan anugerah kehidupan kekal dan dipersatukan dengan semua orang. Oleh karena itu, anak-anak Tuhan dapat menjadi agen-agen pembawa persaudaraan di manapun dia berada. Hal tersebut bisa dimulai dari keberadaan kita saat ini, membangun anak hebat dan anak yang terbuka untuk bersaudara dengan siapa saja. Tuhan memampukan kita.

Forum Pendeta