Mei 2017
Minggu Paskah IV, 7 Mei 2017
BERTUMBUH, BERJALAN BERSAMA SEBAGAI ANGGOTA TUBUH KRISTUS KECIL NAMUN BERARTI (1)
Salam sejahtera bagi Saudara sekalian. Siapapun Saudara, entahkah anggota jemaat ataupun simpatisan di GKI Pengadilan, kehadiranmu di tengah-tengah kami merupakan suatu rencana dan karya Tuhan. Itulah yang kami hayati dan semoga menjadi penghayatan saudara juga karena hidup sebagai orang percaya itu tidak ada satupun yang kebetulan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pada tahun pelayanan 2017-2018, gereja kita memiliki tema pelayanan “Bertumbuh, Berjalan Bersama Sebagai Anggota Tubuh Kristus”, oleh karena itu, agar tema ini menjadi semangat kita bersama maka akan diusahakan dalam setiap kesempatan, tema inilah yang menjadi nuansanya, dan salah satu kesempatan itu adalah dalam Sapaan Gembala di warta mingguan.
Tuhan Yesus pernah memberikan perumpamaan tentang Talenta, yang dituliskan dalam Injil Matius 25:14-30. Sang Tuan dalam perumpamaan tersebut mempercayakan talenta kepada para hambanya. Seringkali ketika membicarakan talenta di sini kita terjebak dengan hitung-hitungan besaran nilai dari talenta. Tetapi yang mau dikatakan oleh Tuhan Yesus bukanlah supaya kita menerka berapa jumlahnya dan bahkan mengkonversikannya dengan kurs sekarang dan mata uang yang kita pakai. Talenta adalah sesuatu yang berharga yang menjadi milik dan kepunyaan Sang Tuan. Ia mempercayakan miliknya yang berharga itu kepada hamba-hambanya. Ia bukan sekedar menitipkan/ minta tolong untuk dijaga. Status ‘talenta’ itu tetap menjadi milik Sang Tuan sampai kapan pun, tetapi dalam kesempatan tersebut, dipegang dan dikelola oleh para hamba. Hamba yang dipercaya oleh Tuannya, bukankah ini adalah hal yang luar biasa. Mengapa Sang Tuan dapat mempercayai para hamba itu? Karena ia mengenal mereka dengan baik. Pengenalan itu mencakup karakter, kemampuan, sikap kehidupan, cara pandang, pola tindakan bahkan tantangan-tantangan yang mereka miliki. Bahwa dalam situasi seperti itu pun, Sang Tuan tetap memberikan kepercayaannya. Sebuah catatan yang menarik bahwa Sang Tuan memberikan kepada para hamba itu masing-masing menurut kemampuannya. Dari awal, sang Tuan telah mengerti betul kemampuan para hamba-Nya, Ia tidak mempercayakan melebihi kemampuan hamba-hamba itu tetapi yang dipercayakan adalah yang maksimal yang dapat dilakukan oleh para hamba tersebut. Marilah kita melihat respon Sang Tuan kepada kedua hamba yang mengerjakan kepercayaan-Nya ketika pada ia datang kembali. Matius 25: 21 dan 23 menunjukkan hal yang senada: “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (ay. 23). Sang Tuan memuji dan memberikan Ayat Alkitab Minggu ini: Akulah pintu; barang siapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. (Yohanes 10 : 9) penghargaan atas kesetiaan hamba dengan perkara kecil yang dipercayakan. Bukankah talenta adalah sesuatu yang berharga? Kenapa sang tuan menyebutnya dengan perkara kecil? Apakah karena sang tuan maha kaya sehingga yang dipercayakan ini merupakan hal yang kecil di tangannya? Kalau talenta ini menjadi yang kecil baginya, kenapa sang tuan begitu marah ketika hamba yang menerima hanya 1 talenta tidak menjalankannya? Dalam perumpamaan ini, Tuhan Yesus hendak menunjukkan bahwa ternyata “yang kecilpun sungguh memiliki arti”. Dan kita akan merenungkannya selama 1 bulan ini dalam Sapaan Gembala. (Bersambung) Tuhan Yesus memberkati selalu.
(Forum Pendeta)
Minggu Paskah V, 14 Mei 2017
BERTUMBUH, BERJALAN BERSAMA SEBAGAI ANGGOTA TUBUH KRISTUS KECIL NAMUN BERARTI (2)
Bapak, Ibu dan Saudara sekalian, baik anggota jemaat maupun simpatisan GKI Pengadilan Bogor, kami senantiasa berharap bahwa kasih dan damai sejahtera Tuhan Yesus Kristus memenuhi kehidupan Saudara. Kami mengetahui bahwa di perjalanan seminggu yang baru saja kita lewati, ada kesedihan yang mendalam terjadi di kehidupan kita sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Kecintaan kita terhadap bangsa ini, nasionalisme kita sebagai warga negara seolah-olah diguncangkan, dibangunkan dan digelorakan melalui vonis 2 tahun penjara yang diberikan hakim terhadap Bapak Basuki Tjahaja Purnama, dan menahannya langsung setelah sidang usai. Banyak foto profil di medsos yang kemudian berganti menjadi warna hitam, tanda berkabung. Adanya gelar Paduan Suara di Balai Kota DKI Jakarta pada hari Rabu yang lalu, aksi damai dan solidaritas muncul di berbagai daerah, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Media massa luar negeri pun menjadikan peristiwa ini sebagai berita dan kajian mereka. Suara-suara yang menyerukan keadilan berkumandang di manamana. Kita juga tidak terluput dari gelombang gerakan ini, mungkin melalui pesan-pesan dalam WA, mengirim karangan bunga ataupun mengikuti aksi damai/solidaritas. Dalam euphoria nasionalisme yang terbangkitkan ini, mari kita juga tetap memegang sikap berjaga-jaga dan waspada sebagaimana yang diingatkan dalam surat 1 Petrus 1:13-16 “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Jika kita ingin menyuarakan kebenaran melalui pesan-pesan yang kita terima dan kita mau kirimkan kepada orang lain, baiklah kita mempergunakan ayat ini sebagai pegangan kita, dengan akal budi kita, dengan segala kewaspadaan kita periksa lebih dahulu sumber pengirimannya (atau kita bisa bertanya dulu pada orang-orang yang bisa kita percaya untuk kebenaran tersebut). Jika kita terlibat dalam aksi-aksi yang ada, maka waspadalah, perhatikan setiap pesan yang disampaikan dalam orasi maupun teks-teks yang ada, tidak hanya sekedar kita sedang tersulut api nasionalisme tetapi jangan sampai maksud dan niat baik kita ditunggangi kelompok-kelompok tertentu yang memiliki tujuan lain. Pesan 1 Petrus 1:14 “..jangan turuti hawa nafsu.. pada waktu kebodohanmu..” membuat kita senantiasa harus kembali kepada hikmat Tuhan dalam mencermati segala sesuatunya dan menentukan tindakan apa yang akan kita ambil.
Ayat Alkitab Minggu ini: Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekitarnya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang , supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu (Markus 11 : 25). Mari kita terus mengingat dan berpegang bahwa di manapun kita berada dan setiap keterlibatan yang kita berikan bagi bangsa ini dasarnya adalah karena kasih karunia Allah. Itulah yang telah dianugerahkan kepada kita sehingga kita tetap dimampukan memiliki pengharapan di tengah situasi yang kelam dan suram menurut ukuran manusia. Kasih karunia inilah yang kita nyatakan melalui kehadiran kita bagi bangsa ini hingga seluruh bangsa mengenal kekudusan Allah Karena tindakan kita berdasarkan kekudusan yang telah dianugerahkanNya.
Senantiasalah berdoa untuk bangsa ini. Untuk setiap pesan yang sampai pada kita, ambillah waktu sejenak untuk membawakan pesan-pesan tersebut kepada Tuhan dengan hikmat yang Ia berikan. Nyatakanlah dengan tidak jemu-jemu curahan hati kita tentang bangsa ini kepada Tuhan. Kalau melihat kepada setiap individu, dibandingkan dengan mereka yang di luar sana, kita mungkin melihat diri kita kecil, namun Tuhan mau memakai kita sehingga yang kecil di mata manusia sungguh berarti bagi kehidupan bersama. Baik anggota jemaat maupun simpatisan GKI Pengadilan, kita adalah satu sebagai anggota tubuh Kristus, kita bertumbuh dan berjalan bersama agar nama Tuhan dipermuliakan di negeri Indonesia ini. Mari berdiri bagi bangsa ini untuk menyatakan kasih dan damai Tuhan.
Forum Pendeta
Minggu Paskah VI, 21 Mei 2017
BERTUMBUH, BERJALAN BERSAMA SEBAGAI ANGGOTA TUBUH KRISTUS KECIL NAMUN BERARTI (3)
Salam sejahtera bagi Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus. Salam Kebangsaan! NKRI Jaya! Ada yang berbeda di ibadah minggu ini (21 Mei 2017). GKI Pengadilan bersama dengan jemaat-jemaat GKI lainnya menyelenggarakan Ibadah Kebangsaan. Ibadahnya tidak berbeda dengan ibadah hari minggu biasanya hanya saja di dalamnya kita diajak untuk mengingat dan membangkitkan semangat nasionalisme berkenaan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 2017. Ini adalah tanggung jawab setiap kita sebagai anak Tuhan yang ditempatkan Tuhan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pertanyaan yang mungkin muncul: Memangnya siapa saya? Kita ada di sini untuk memberkati bangsa ini, kita ada untuk berkarya dalam nama Tuhan Yesus Kristus bagi pembangunan dan kemajuan negeri ini. Kita ada di sini bukan hanya menjadi penikmat hidup melainkan pejuang damai sejahtera bagi masyarakat Indonesia. Keberadaan kita berarti bagi bangsa ini walaupun kecil peran yang dapat kita berikan. Yang pasti: jangan cuma diam. Berikut ini kami sertakan renungan dari BPMSW GKI SW Jabar “Siapa Bilang Yesus Hanya Diam?” yang dibuat oleh Pdt. Timur Citra Sari, semoga menjadi perenungan yang indah bagi kita semua.
SIAPA BILANG YESUS HANYA DIAM?
Yesus yang diam dan tidak melawan kerap menjadi rujukan kita ketika menghayati pengalaman tidak menyenangkan. Surat 1 Petrus 2:23 pun kita kutip: “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.” Dan, meneladani sikap-Nya, kita – para murid– memilih sikap sama: Diam saat dijahati, tidak melawan ketika diperlakukan tidak adil. Biar Tuhan yang bertindak, demikian kita menggerutu sambil mengelus dada.
Tapi, tunggu dulu. Jika cermat membaca Alkitab, kita akan tahu bahwa diam bukanlah satusatunya pilihan sikap Yesus. Lihat saja ketika kepada-Nya diperhadapkan pelanggaran adat-istiadat oleh murid-murid-Nya, yaitu saat mereka, seperti dituturkan orang Farisi dan ahli Taurat, “… Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.” (Matius 15:2) Bukannya diam, Yesus justru berkata: “Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? … Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu…. Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.” (ayat 3-6) – Bukan sekedar membela murid-murid-Nya, melainkan Yesus menunjukkan persoalan serius yang terjadi, yaitu: pelanggaran perintah Allah demi adat-istiadat. Tentu saja hal ini tidak boleh dibiarkan!
Selain melalui kata-kata, ke-tidak-diam-an Yesus juga dinyatakan melalui tindakan. Misalnya, dalam kisah Zakheus (Lukas 19:1-10). Sebetulnya, Yesus bisa saja mengabaikan Zakheus yang berada di atas pohon. Tapi, tidak saja berhenti di bawah pohon, Yesus bahkan mengajak Zakheus berbicara. Kata-Nya, “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” (ayat 5) Hasilnya, tentu kita tahu, Zakheus bertobat! Kata Yesus dengan senang, “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.” (ayat 9) – Wah, jika Yesus melewati Zakheus begitu saja, apa yang akan terjadi? Syukurlah, Ia memilih untuk tidak berdiam diri!
Mencermati Yesus yang aktif bersuara dan bersikap dalam meresponi berbagai persoalan yang terjadi, sudah waktunya bagi kita –murid-murid-Nya– meneladani Sang Guru secara komplit. Tuhan pun tampaknya mempercayai kita, sehingga kita diperkenankan untuk mengambil bagian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Jangan sia-siakan kepercayaan-Nya, mari bersuara dan bersikap demi Indonesia Tercinta! Soli Deo Gloria!
(Forum Pendeta)
Minggu Paskah VII, 28 Mei 2017
BERTUMBUH, BERJALAN BERSAMA SEBAGAI ANGGOTA TUBUH KRISTUS KECIL NAMUN BERARTI (4)
Salam sejahtera bagi Saudara sekalian! Pada hari minggu ini (28 Mei 2017) kita memasuki Minggu Paskah yang terakhir karena di minggu depan pada tanggal 4 Juni 2017, kita akan merayakan Hari Pentakosta. Sesuai dengan pemberitaan dalam Kisah Para Rasul, pada hari Pentakosta kita diajak untuk menghayati kembali janji Tuhan yang digenapi di dalam kehidupan para murid yaitu Roh Kudus yang menolong, memimpin dan memberikan keberanian untuk mempersaksikan Kristus yang telah menebus dosa manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Namun, kita juga tidak melepaskan diri dari konteks Pentakosta dalam Perjanjian Lama yaitu sebagai Hari Persembahan Syukur Panen. Seluruh umat Israel membawa persembahan syukur atas panen yang sudah berlangsung ke Bait Allah, karena mereka menghayati panen dapat berlangsung semata-mata hanya karena perkenan dan berkat yang Tuhan curahkan. Oleh karena itu, pada kesempatan Hari Pentakosta tanggal 4 Juni 2017, kita juga akan mengumpulkan Persembahan Syukur Tahunan (PST). Secara khusus di dalam PST kita menyatakan syukur atas pemeliharaan Tuhan di dalam keseharian hidup. Dan ketika berbicara mengenai persembahan, maka ini bukan lagi perkara berapa besaran jumlahnya. Yang terpenting adalah rasa syukur dan penghayatan akan berkat Tuhan. Kecil pun menjadi sangat berarti karena dipersembahkan dalam penghayatan iman yang benar. Meskipun terlihat masing-masing/ sendiri-sendiri dalam memberikannya, tetapi persembahan kita tetap menjadi satu bagian keterlibatan dalam pembangunan tubuh Kristus. Inilah salah satu peranan yang dapat kita perbuat dalam berjalan dan bertumbuh bersama.
2 Korintus 9:12 “Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah.” Melalui bagian ini, Paulus mengingatkan kepada Jemaat Korintus untuk turut peduli dan peka terhadap keadaan di jemat Yerusalem. Perkataan “orang-orang kudus” di sini menunjuk bukan kepada kesucian orangnya tetapi kepada persekutuan jemaat Tuhan. Paulus mengajarkan bahwa dengan pemberian, bukan saja ada keperluan jemaat Tuhan yang tercukupi tetapi menjadi bentuk limpahan syukur. Paulus tidak menyebutkan jumlahnya tetapi justru syukurlah yang ditekankan oleh Paulus sehingga menjadi berarti bagi sesama. Demikianlah juga hendaknya kita menghayati PST maupun setiap persembahan yang kita persembahkan kepada Tuhan melalui gereja-Nya. Tuhan, Sang Kepala Gereja, akan selalu melimpahi kita dengan berkat-Nya dan memampukan kita menjadi berarti bagi sesama.
Forum Pendeta