Oktober 2018
Minggu, 7 Oktober 2018
UNITY IN DIVERSITY
“KAMU SEMUA ADALAH TUBUH KRISTUS
DAN KAMU MASING-MASING ADALAH ANGGOTANYA”
[I KORINTUS 12:27]
Bhineka menjadi kata yang akrab dalam kehidupan berbagsa dan bernegara. Kata yang mengungkapkan realita kehidupan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Hal ini menjadi kenyataan yang diakui dengan sadar sebagai warisan dalam kehidupan bersama. Kepada kita diajarkan untuk mensyukuri semua itu sebagai kekayaan dalam hidup bersama. Sehingga kebhinekaan tidak menjadi ancaman yang menakutkan tetapi kekayaan yang memperkaya kehidupan. Maka kebhinekaan mengajarkan kepada kita tentang indahnya pelangi kehidupan. Pelangi kehidupan yang menghadirkan rasa takjub kepada kehidupan yang Tuhan Allah anugerahkan. Pelangi kehidupan yang keindahannya harus kita jaga agar keindahannya senantiasa terpancar dan menghadirkan kekaguman. Pada saat yang sama mengundang orang untuk terus ikut serta hidup di dalamnya.
Gereja Kristen Indonesia juga menghayati hidup dalam kebinekaan. Kebhinekaan yang Tuhan Allah anugerahkan melalui proses kehidupan sebagai gereja yang Tuhan hadirkan di Indonesia. Berawal dari THKTKH (Tiong Hwa Kie Tok Kauw Hwee) lahirlah Gereja Kristen Indonesia. Gereja yang semula lahir dan hadir untuk mewadahi saudara-saudara dari etnis Tionghoa kini menjadi gereja yang menjadi rumah untuk semua orang dari berbagai latar belakang etnis. Tentu ini bukan hanya pilihan manusia belaka. Tetapi ini adalah karya Tuhan Yesus yang sungguh indah. GKI menjadi “Indonesia mini” yang bukan hanya mewadahi perbedaan anggotanya dari sisi etnis tetapi juga karunia yang berbeda-beda. Maka kebhinekaan di dalam gereja menjadi semakin berwarna. Oleh karena itu ikatan yang menyatukan harus lebih kuat dan erat. Inilah yang disadari dan selalu dihidupi agar GKI sebagai tubuh Kristus dapat merayakan kebhinekaannya.
Pertama, kita harus menyadari bahwa kita adalah satu tubuh (1 Kor.12:12,27). Setiap kita memiliki tubuh dan tubuh itu tersusun atas bagian-bagian yang berbeda. Setiap bagian memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Bahkan bentuknya juga berbeda. Suka atau tidak setiap bagian itu melengkapi tubuh kita menjadi satu kesatuan yang utuh dan indah. Itu yang terjadi dalam gereja, banyak anggota dan setiap anggota mempunyai karunia yang berbeda-beda. Perbedaan yang ada harus dihargai dan dipelihara. Setiap perbedaan saling melengkapi satu dengan yang lain. Saling menopang, saling menguatkan, saling melengkapi, semuanya adalah satu tubuh, tubuh Kristus. Penderitaan satu anggota adalah penderitaan seluruh anggota tubuh. Kemuliaan satu anggota adalah kemuliaan seluruh anggota tubuh (1 Kor.12:26).
Kedua, kita hidup dalam satu Roh (1 Kor. 12:13). Sebagai tubuh Kristus kepada kita ditegaskan Roh apa yang memanggil, menggerakan dan menyatukan kita sebagai tubuh Kristus. Bukan roh dunia yang membawa kesombongan, bukan roh kegelapan yang menghadirkan kekacauan atau roh manusia kita yang cenderung egois. Roh Kudus yang menyatukan semua anggota apa pun latar belakang etnisnya (Yahudi dan Yunani). Roh Kudus yang menyatukan dan memanggil semua orang apa pun latar belakang statusnya (merdeka atau budak). Semuanya dibaptis dan diberi minum dari satu Roh. Inilah yang mengikat dan menyatukan tubuh Kristus. Inilah yang harus kita hidupi bersama: hidup dalam satu Roh. Dengan kesadaran ini kita akan mengarahkan kehidupan kita sebagai orang percaya senantiasa dalam pimpinan Roh Kudus. Sehingga semua perbedaan, apa pun bentuk dan warnanya adalah untuk saling melengkapi bukan mencederai.
Ketiga, hidup dalam karunia yang utama yaitu kasih (1Kor. 12:31). Tidak secara eksplisit dinyatakan bahwa kasih menjadi hal utama yang harus diperoleh oleh semua anggota tubuh. Tetapi bila kita mencermati dengan baik maka kasih ini yang bisa menyatukan semua kebhinekaan yang ada. Di dalam kasih setiap orang belajar untuk saling menghargai dan saling menerima semua perbedaan. Dan mengolah semua perbedaan dan karunia yang ada menjadi kekuatan yang saling menghidupkan. Pasal 13 tentang kasih menegaskan kepada orang percaya tentang pentingnya kasih dalam kehidupan gereja. Bahkan ayat 13 menegaskan bagaimana kasih menjadi hal yang lebih besar dari iman dan pengharapan. Di dalam kasih setiap orang akan menyatukan dirinya untuk membangun tubuh Kristus.
Forum Pendeta
Minggu, 14 Oktober 2018
KERAJAAN ALLAH
“TETAPI CARILAH DULU KERAJAAN ALLAH DAN KEBENARANNYA, MAKA SEMUANYA ITU AKAN DITAMBAHKAN KEPADAMU” (Matius 6:33)
Di Perjanjian Baru secara khusus kita dapat menjumpai kata “Kerajaan Allah” sekitar 150 kali. Kata “Kerajaan Allah” ini diterjemahkan dari kata Yunani, yaitu “Basileia Tau Theou.” Pengertian “basileia” yaitu tahta atau kerajaan. Yang keduanya menunjuk pada pengertian: pemerintahan Allah. Maka pengertian dari “Basileia Tou Theou” adalah: TUHAN Allah yang duduk memerintah di atas tahta kerajaan-Nya sebagai Raja. Dari keempat Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes), Injil Matius yang paling banyak mempergunakan kata “kerajaan” (basileia). Kita perlu memahami makna Kerajaan Allah (yang pada umumnya disebut: Kerajaan Sorga) agar kita dapat hidup di dalamnya. Sekaligus mewujudkannya dalam kehidupan bersama sesama di tengah semesta.
Kata-kata Tuhan Yesus dalam Injil Matius 6:33: “…Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” adalah bagian dari kotbah-Nya di atas bukit. Ayat ini berada dalam konteks perikop dalam hubungannya dengan masalah: “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai” (Matius 6:25). Kata-kata Tuhan Yesus ini mengandung peringatan dan ajaran tentang orientasi hidup. Janganlah hidupmu kamu tujukan pada masalah materi dan kehidupan duniawi. Sebab: “…Hidup itu lebih penting dari segala hal…” (Matius 6:25b). Hal ini mengajak kita untuk merenungkan ulang jalan hidup yang saat ini kita tempuh. Dimana kita berdiri dan melangkah sebagai anggota Kerajaan Allah. Apakah kita masih menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan materi? Sehingga semua kejahatan – dimana kebenaran dan keadilan kita abaikan- menjadi hal biasa! Sejauh manakah kita memuja dan memburu kenikmatan duniawi? Sehingga kita mengorbankan dan kehilangan hal yang paling bermakna dalam hidup.
Bagi Yesus, hakekat hidup melebihi (mengatasi) segala yang ada. Karena itu manusia dipanggil untuk mencari kehidupan yang lebih bermakna. Makna ini diungkapkan Yesus dengan kata “KERAJAAN ALLAH.” Jadi manusia dipanggil oleh Kristus untuk mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya. Kerajaan Allah memiliki hubungan yang sangat erat dengan kebenaran. Di dalam Kerajaan Allah ada kebenaran dan kebenaran ada di dalam Kerajaan Allah.
Pengertian kebenaran di dalam Injil Matius 6:33 diterjemahkan dari kata dikaiosune (Yun.). Kata ini dapat diterjemahkan dalam dua arti, yaitu kebenaran atau keadilan. Sehingga pengertian dikaiosune menunjuk maksud: suatu realita yang dilandasi oleh kebenaran yang adil, atau keadilan yang benar. Sehingga arti Kerajaan Allah dalam hubungannya dengan kebenaran adalah: Pemerintahan Allah sebagai Raja, adalah pemerintahan yang sepenuhnya dilandasi oleh kebenaran yang adil, dan keadilan yang benar.
Bila hal ini kita hayati dengan benar, Kerajaan Allah dan kebenarannya menjadi warna yang dominan dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, dan gereja yang di dalamnya Kristus meraja. Di dalamnya kehendak Allah yang sungguh hidup dan dihidupi. Sebuah kehidupan yang mencerminkan sesuatu yang berbeda dari dunia ini. Kita dipanggil untuk hidup di dalamnya sekaligus mengabarkan hal Kerajaan Allah ini kepada dunia. Apakah sesama dan dunia menemukan Kerajaan Allah dalam hidup kita, rumah tangga kita, usaha kita dan gereja? Mari kita merenungkan ini dengan sungguh-sungguh: “Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu” (Lukas 17:21b).
Forum Pendeta
Minggu, 21 Oktober 2018
SETIA SAMPAI AKHIR (SSA)
“Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10b)
Kisah Hachiko, terus dikenang sebagai lambang kesetiaan seekor anjing terhadap majikannya. Setelah majikannya meninggal, Hachiko terus menunggu majikannya yang tidak kunjung pulang di Stasiun Shibuya, Tokyo. Hachiko, (10 Nopember 1923-Maret 1935) adalah seekor anjing jantan jenis Akita Inu kelahiran Odate, Prefektur Akita, Jepang. Umur Hachiko hanya 15 tahun tetapi ia telah menginspirasi dunia dengan kesetiaannya. Hidupnya telah menjadi monumen yang senantiasa mengingatkan orang akan arti sebuah kesetiaan.
Bagaimana dengan orang Kristen, apakah kesetiaan juga menjadi satu bagian dari kualitas kehidupan yang membuat dunia terinspirasi? Di tengah kehidupan dunia yang sering diwarnai dengan jual beli kesetiaan, apakah Saudara telah memilih untuk menjadi pribadi yang berbeda? Ataukah dunia begitu kuat membentuk Saudara? Belajar dari Yesus dan hidup-Nya, kita diajak dan diajar bahwa sungguh tidak mudah untuk berbeda dari dunia. Hal ini membutuhkan perjuangan, perjuangan sampai tetes darah yang terakhir. Perjuangan yang membutuhkan stamina dan kemauan serta tekad yang tidak mudah goyah. Supaya hidup kita tidak serupa dengan dunia: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2). Bukankah ini juga menjadi perjuangan Yesus dalam hidupnya (lih. Filipi 2:8). Saat Yesus mengajak kita untuk setia dan taat, Ia juga mengenakan itu dalam hidup-Nya.
Oleh karena itu Yesus juga mengingatkan akan setiap orang yang percaya kepadanya, bahwa kesetiaan dan ketaatan menjadi hal yang penting dalam kehidupan dan perjuangan orang percaya di dunia. Kitab Wahyu memberi gambaran yang begitu jelas akan arti sebuah kesetiaan. Kepada tujuh jemaat di Asia Kecil, di setiap akhir perikop diakhiri dengan kata: “Barang siapa menang…” Ungkapan ini mengingatkan kepada semua orang percaya yang sedang berjuang dalam iman mereka di tengah dunia sebuah peringatan: “Bila engkau tidak setia, maka engkau kalah dan tidak mendapat apa-apa. Bahkan akan menerima hukuman dan kehilangan banyak hal.” Peringatan ini untuk memberi kekuatan kepada jemaat dan orang percaya agar tidak mudah menyerah: “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan (Wahyu 2:10b). Kata hendaklah menjadi panggilan bagi kita untuk berani berjuang menghadapi apa yang menghadang dengan tidak menggadaikan kesetiaan kita.
Saat kita setia kepada Tuhan Yesus, maka kesetiaan itu juga akan mewarnai dalam rumah tangga kita, pelayanan kita, pekerjaan kita, relasi kita, janji kita, komitmen kita. Di tengah hiruk pikuk dunia yang dipenuhi dengan pengkhianatan, perselingkuhan, jual beli kepentingan, kabar bohong, yang menghadirkan kekacauan dan kebingungan. Kita dipanggil untuk memberi inspirasi. Semua itu tidak mudah, tetapi akan menjadikan dunia di sekitar kita menjadi indah. Bukan melalui hal-hal yang hebat dan luar biasa, yang bisa mengubah segala sesuatu dalam sekejab. Tidak! Setiap hal sederhana yang kita lakukan dengan kesetiaan itu cukup bagi kita sebagai pengikut Kristus. seperti yang diungkapan oleh Mother Theresa: “Tuhan tidak memanggilku untuk mengejar kesuksesan. Ia memanggilku untuk setia kepada-Nya.” Satu langkah kesetiaan menghantarkan ribuan langkah untuk berjuang sampai akhir.
Setialah Setialah (NKB 154)
Setialah setialah selama hidupmu
Ikuti jalan Tuhanmu dengan tetap teguh
Meski penuh derita di dalam dunia
Tetapi jangan kau gentar tetap setialah
Forum Pendeta
Minggu, 28 Oktober 2018
MONUMEN IMAN
Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.”
(1 Samuel 7:12)
Tugu Pahlawan identik dengan kota Surabaya. Ini juga yang membuat kota Surabaya dikenal sebagai kota pahlawan. Tugu Pahlawan menjadi monumen yang menjadi penanda perjuangan melawan penjajah di kota Surabaya. Semangat dan daya juang serta keberanian melawan penjajah, diabadikan dalam bentuk tugu untuk menjadi pengingat bagi generasi penerus. Agar semangat perjuangan itu bisa diteladani sekaligus menghargai perjuangan para pahlawan bangsa yang rela mengorbankan dirinya untuk negeri tercinta: Indonesia. Selain Surabaya, hampir setiap kita bahkan negara memiliki monumen yang menjadi ikon bagi kota atau negara tersebut. Tentu saja pembangunan monumen-monumen tersebut memiliki latar belakang dan maksud tertentu dari keberadaannya.
Samuel dalam kepemimpinannya sebagai seorang hakim di tengah bangsa Israel juga mengalami peristiwa-peristiwa penting. Salah satu peristiwa penting adalah ketika ia dan bangsa Israel mengalahkan orang Filistin. Pada saat itu bangsa Israel sedang berkumpul di Mizpa dalam rangka pertobatan. Tetapi hal itu dimanfaatkan raja-raja Filistin untuk menyerang mereka. Samuel mengajak orang Israel terus berseru kepada TUHAN di tengah ketakutan mereka. Maka TUHAN menghadirkan kemenangan bagi orang Israel atas orang Filistin. Sebagai penanda akan peristiwa itu maka Samuel: “mengambil sebuah batu dan mendirikannya.” Samuel mendirikan monumen dan menamainya: “Eben Haezer”. Ini menjadi indah karena Samuel mendirikan monumen bukan untuk mengenang dirinya atau kehebatan orang Israel. Tetapi ia mendirikan itu untuk menghormati campur tangan TUHAN dalam perjuangan bangsa Israel: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.” Tanpa campur tangan TUHAN, kita bukan siapa-siapa. Itu yang ingin ditekankan oleh Samuel. Jadi yang patut dikenang dan dimuliakan serta ditinggikan adalah TUHAN yang berkenan berkarya di tengah kita.
GKI Pengadilan mencapai usia emas ( 50 tahun ) di tahun 2018. Ini menjadi momentum yang sangat baik untuk mengingat dan mensyukuri karya Tuhan Yesus di tengah gereja-Nya. Tidak semua monumen yang pernah berdiri sebagai penanda perjalanan GKI Pengadilan masih berdiri tegak. Banyak yang sudah hilang dan berubah. Tetapi tidak dengan catatan iman di dalamnya. Bangunan boleh roboh dan berubah tetapi cerita iman tentang karya Tuhan Yesus di dalam gereja-Nya senantiasa tercatat indah dalam memori orang-orang yang berjalan di dalamnya. Semua ini menjadi rangkaian kisah karya Tuhan Yesus di tengah kehidupan GKI Pengadilan. Berbagai peristiwa terangkum di dalamnya. Rasa takjub atas keajaiban demi keajaiban terus mengalir di dalamnya. Begitu banyak pribadi-pribadi yang Tuhan Yesus pakai untuk mewarnai dan membangun perjalanan GKI Pengadilan. Tidak semua pribadi dikenang sebagai Samuel sang pemimpin, tetapi bukan berarti kehilangan peran dalam narasi kehidupan gereja. Semuanya berderap dalam kehidupan dan karya, sehingga setiap sumbangsih menjadi persembahan yang sungguh indah bagi gereja Tuhan.
Di usia emas ini mari kita sejenak menoleh…………melihat setiap tapak kehidupan, mengingat setiap pengalaman hidup, menuliskan setiap cinta Tuhan Yesus dalam perjalanan yang kita tempuh. Sampai di sini TUHAN menolong kita, bukanlah akhir sebuah perjalanan. Tetapi keyakinan iman akan kasih Tuhan Yesus yang akan selalu menyertai perjalanan kehidupan orang percaya. Mari kita terus melangkah menghadapi semua peperangan dalam perjuangan yang tiada akhir. Serta mempersembahkan setiap karya hanya untuk kemuliaan nama-Nya. Soli Deo Gloria.
Forum Pendeta