Januari 2020

ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor


Minggu, 5 Januari 2020

LITURGI KEHIDUPAN SETIAP HARI

Selamat Tahun Baru 2020 umat yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, puji Tuhan Yesus kita telah mengakhiri tahun 2019 dan memasuki tahun 2020. Kiranya salah satu resolusi yang kita buat adalah bagaimana kita menghayati ibadah dengan benar dan menerapkannya dalam kehidupan kita setiap hari. Sehingga ibadah kita tidak berhenti di dalam gereja tetapi mewarnai kehidupan setiap hari.

Saudara yang terkasih, bagian mana dari liturgi yang menurut Saudara paling penting? Banyak orang akan menjawabnya: “Pemberitaan Firman.” Oleh karena itu ada pandangan yang mengatakan, “Boleh terlambat, asal sebelum kotbah! Barangkali ada juga yang mengatakan: “Persembahan.” Jadi boleh dong tidak datang ibadah, asal tidak lupa menitip persembahan? Atau yang penting adalah pengutusan dan berkat? Di sini kita mendapatkan berkat dari Tuhan. Jadi yang lain boleh ditinggalkan, tetapi yang ini jangan. Semua sikap atau pandangan itu membuat ibadah kita menjadi tidak utuh. Pada saat yang sama membuat kita kurang menghayati dan menghargai ibadah kita dengan benar. Misalnya kita sibuk membaca warta, asyik dengan gadget, sibuk dengan diri sendiri atau tidur saat ibadah (kotbah dan doa syafaat?), serta asyik ngobrol? Bila hal ini terjadi maka tidak mengherankan bila ibadah yang kita jalani seringkali tidak memberi pengaruh atau warna yang mengubah hidup kita. Tidak mengherankan bila kita tidak mendapatkan apa-apa di dalamnya. Bahkan tidak jarang mendatangkan kekesalan dan kekecewaan. Kita belum bisa menghayati bagian-bagian dari ibadah sebagai sarana perjumpaan dengan Tuhan yang melaluinya kita disapa dan diajak untuk berubah. Bagaimana dengan ibadah Saudara selama ini?

Saudara yang terkasih, liturgi (Yunani) atau ibadah (Ibrani, Arab) atau kebaktian (Sansekertamempunyai arti yang sama. Maka dalam penggunaanya setiap hari kita cukup menuliskan: Liturgi Minggu atau Kebaktian Natal atau Ibadah Paskah. Di dalamnya kita mengenal kerangka dasar (ordo dasar) yang terdiri dari empat langkah, yautu: 1). Berhimpun (Gathering) – 2) Pelayanan Firman (Word) – 3) Pelayanan Meja (Table) – 4) Pengutusan (Dismissal). Liturgi mengalir lancar dan dinamis sejak awal sampai kepada pengutusan. Oleh karena itu umat harus memperhatikan setiap bagian ibadah dengan baik. Sehingga sambutan (misalnya kata: Amin, Haleluya, nyanyian, sikap duduk dan berdiri tidak perlu diajak atau diingatkan. Ini bisa terjadi kalau kita menghayati ibadah yang kita lakukan dengan sepenuh hati. Semua bagian dari ibadah kita memiliki arti yang sama pentingnya. Semuanya terangkai menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari awal sampai akhir. Jadi mari kita hidupi kebaktian yang kita jalani dengan kesadaran diri dan ketulusan hati. Sehingga setiap liturgi yang kita jalani menghantarkan kita berjumpa dengan Allah dan sesama, baik di dalam gereja maupun dalam kehidupan setiap hari. Tuhan Yesus memberkati.

(bersambung)

Forum Pendeta


Minggu, 12 Januari 2020

IBADAH: KINI DAN NANTI

“Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung
janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang” (1 Timotius 4:8)

Umat yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, apakah Saudara senang dengan aturan? Suka atau tidak suka dalam hidup ini kita akan berhadapan dengan berbagai macam aturan. Dari yang paling sederhana, misalnya mencuci tangan sebelum makan sampai yang agak berat, misalnya pola hidup sehat adalah sebagian dari aturan yang kita jumpai dalam kehidupan kita. Banyak orang yang tidak suka dengan aturan, padahal setiap aturan bertujuan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Lebih dari itu aturan yang dibuat, misalnya minum obat adalah agar menghasilkan dampak yang maksimal dalam menghadirkan kesembuhan. Demikian juga dalam ibadah kita, ibadah diatur atau ditata sedemikian rupa agar umat dapat menghayati dan mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Pada akhirnya umat dapat merasakan dampak yang nyata dari setiap ibadah baik untuk saat ini maupun untuk hidup di masa yang akan datang. Bagaimana dengan penghayatan kita akan setiap bagian dari liturgi yang kita jalani dalam ibadah setiap minggu?

Mari kita mengenal bagian atau unsur-unsur dalam Liturgi Minggu sehingga kita bisa menghayatinya dengan benar. Unsur-unsur dalam Liturgi Minggu meliputi:
#BERHIMPUN. Dalam bagian ini umat dipersiapkan memasuki ibadah, umat datang membentuk persekutuan jemaat, menghadap dan menyadari kehadiran Allah, dan dipersiapkan untuk mengikuti liturgi Firman atau liturgi Meja (Perjamuan Kudus). Pada umumnya ada tiga bagian yaitu: datang kehadapan Tuhan, mengakui dosa, dan menerima berita pengampunan dari Tuhan. Dimulai dengan prosesi atau introitus (antre= masuk beriringan). Prosesi dipahami sebagai prosesi umat yang datang berhimpun untuk menghadap Allah, walaupun dalam prakteknya demi alasan praktis, hanya para pelayan liturgi yang berarakan memasuki ruang ibadah. Itulah sebabnya selama prosesi umat berdiri sebagai tanda ikut berprosesi bersama para pelayan liturgi. Pada dasarnya umat tidak menyambut para pelayan liturgi (pendeta atau penatua) tetapi mengiringi Alkitab yang diarak para pelayan liturgi. Jemaat ikut mengiringi Alkitab, yakni lambang kehadiran Kristus sebagai Firman. Dalam prosesi ini pembawa Alkitab berjalan paling depan, diikuti oleh pelayan liturgi: pelayan firman, pelayan persembahan dan lainnya bila ada. Prosesi ini disertai dengan nyanyian umat. Nyanyian prosesi berfungsi membentuk suasana persekutuan, sebab itu jangan terlalu singkat. Perarakan sukacita dalam prosesi ini juga mengingatkan pada segi eskatologis dari ibadah, yaitu pengharapan akan kedatangan Kerajaan Allah. Kita berarak menuju Yerusalem baru. Oleh karena itu datang dan mempersiapkan diri sebelum ibadah dimulai menjadi sangat penting. Prosesi ini mengingatkan kita akan kesiapan diri dalam perarakan bersama Kristus memasuki Kerajaan Allah dalam kemenangan.

Setelah prosesi berakhir, pelayan liturgi (biasanya pelayan firman) mengucapkan: Votum yaitu pernyataan bahwa pertemuan ibadah berlangsung “dalam nama TUHAN “ (Kolose 3:17). Hal ini menegaskan bahwa bukan manusia yang berinisiatif tetapi Allah. Allah yang mengundang kita sebagai umat-Nya untuk datang beribadah. Oleh karena itu datang dengan patut, layak dan sopan serta hormat menjadi hal yang harus kita sadari. Apakah itu pakaian yang kita kenakan, kata-kata, sikap yang kita jaga juga penghayatan penuh akan perjumpaan dengan Allah. Pernyataan votum ini dibenarkan dan disambut umat dengan mengucapkan atau menyanyikan Amin (misal KJ 476-478, NKB 226-229). Diikuti dengan salam yang disampaikan pelayan liturgi ketika umat masih berdiri. Salam dari pelayan liturgi: “ Tuhan besertamu” atau “Tuhan beserta kita” dan dijawab oleh umat dengan salam juga: “dan besertamu” atau “kini dan selamanya.”

Pelayan liturgi menyampaikan Kata Pembuka sebagai pengantar kebaktian. Kata Pembuka dapat berisi tentang nama hari minggu (Adven, Prapaskah, Epifani) atau perayaan khusus, tema ibadah dan/atau membacakan nas pendahuluan. Disambut dengan nyanyian umat yang sesuai dengan tema atau nas.

Umat yang dikasihi dan mengasih Tuhan, perjumpaan dengan Tuhan dalam ibadah menghadirkan kesadaran akan kekudusan dan kemuliaan Allah dan kekurangan dalam diri kita. Inilah yang menghantar kita untuk mengakui kekurangan kita melalui Pengakuan Dosa. Seperti pemungut cukai (Lukas 18:13) yang menyadari kekurangan dan dosanya dihadapan Tuhan serta memohon belas kasihan. Doa pengakuan dosa bersifat komunal, walaupun ada pelayan liturgi yang memberi kesempatan kepada umat untuk berdoa secara pribadi. Doa dapat disusun dan dipersiapkan serta diucapkan oleh pelayan liturgi. Doa pengakuan dosa bisa disesuaikan dengan tema ibadah minggu, sehingga pengakuan dosa ini mencakup banyak kekurangan dan dosa dalam kehidupan kita. Nyanyian setelah pengakuan dosa disambut dengan Berita Anugerah. Berita Anugerah berisi firman yang menyatakan pengampunan Allah, oleh karena itu harus singkat dan jelas. Bisa diambil dari ayat-ayat yang sesuai dengan tema hari itu.

Salam Damai. Ritus ini: Salam Damai (passing of the peace) adalah sebuah tindakan rekonsiliasi. Salam damai ditempatkan setelah berita anugerah sebagai tindak simbolis rekonsiliasi antar sesama, sebagai umat yang telah diperdamaikan dengan Allah dalam dan melalui Kristus. Pada saat yang sama melalui ritus ini kita menegaskan pentingnya sikap keramahtamahan (hospitality) dalam ibadah dan kehidupan orang Kristen. Dengan berjabat tangan umat saling berjumpa secara personal, sehingga ibadah tidak hanya bersifat vertikal namun juga memiliki sifat horisontal. Hal ini juga penting bagi mereka yang baru bergabung atau datang pertama kali. Lewat salam damai, mereka dapat merasakan sedikit sentuhan kehangatan dari komunitas umat beriman. Kiranya pengampunan dan berita anugerah senantiasa menghadirkan rekonsiliasi dan kemauan dalam diri untuk menghadirkan keramahtamahan Allah pada sesama. Tuhan Yesus memberkati. (BERSAMBUNG……LITURGI
FIRMAN)

Forum Pendeta


Minggu, 19 Januari 2020

IBADAH: KINI DAN NANTI 2

“Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Roma 10:17).

Alkisah ada seorang cucu yang bertanya kepada sang nenek mengapa sang nenek rajin beribadah dan membaca firman Tuhan. Apa yang manfaat yang diperoleh sang nenek dari kegiatan itu? Sang nenek menyuruh sang cucu mengambil air ke sungai dengan menggunakan sebuah keranjang. Sang cucu mengatakan bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin. Tetapi sang nenek memaksa agar cucunya mencoba melakukannya. Akhirnya dengan sedikit terpaksa cucu itu melakukan apa yang diperintahkan neneknya. Setelah melakukan beberapa kali, ia mengatakan kepada sang nenek bahwa itu adalah kegiatan yang sia-sia. Sang nenek mengajak cucunya melihat keranjang yang basah. Ia berkata kepada cucunya: “Lihatlah, kamu memang tidak bisa membawa air dengan keranjang ini. Tetapi perhatikan, keranjang ini menjadi lebih bersih dari sebelumnya. Demikian juga dengan ibadah dan membaca firman Tuhan, tanpa kita sadari itu menjadikan hati dan hidup kita menjadi lebih baik.” Pengaruh dan perubahan apa yang kita rasakan sebagai dampak dari ibadah dan firman Kistus yang kita dengat setiap saat?

Umat yang mengasihi Tuhan, bila Liturgi Berhimpun membawa jemaat dalam suatu pergerakan menuju ke hadapan Allah, maka dalam Pelayanan Firman atau Liturgi Firman, jemaat berdiam di hadapan Allah. Hal utama pada bagian ini yaitu komunikasi: Allah berbicara melalui Alkitab dan jemaat mendengarkan-Nya. Dalam Pelayanan Firman, Kristus, Firman Hidup itu sendiri hadir dan berbicara kepada umat-Nya. Dalam Pelayanan Firman, Kisah Keselamatan diceritakan, dikenangkan, diproklamasikan, dinyanyikan dan diutuskan agar umat menjalankan cerita itu dalam kehidupan sesehari. Inti pelayanan Firman adalah Kisah itu sendiri: Kisah Allah yang berkarya dalam sejarah menuju penyelamatan ciptaan. Pembacaan Alkitab dan khotbah secara bersama-sama memimpin jemaat kepada respon dalam bentuk pengakuan iman, doa syafat dan nyanyian.

Sebelum pembacaan Akitab, dinaikkan Doa Pelayanan Firman, yaitu permohonan akan pertolongan Roh Kudus, agar Firman Hidup dapat dimengerti oleh umat. Doa Pelayanan Firman disampaikan dengan kesadaran bahwa tanpa pimpinan dan penerangan Roh Kudus, firman – baik yang dibacakan, diberitakan, maupun dirayakan – tidak dapat dipahami oleh jemaat. Doa ini penting karena menunjukkan kelemahan dan keterbatasan umat sekaligus ketergantungan umat kepada Roh Kudus untuk menerima kebenaran Firman Tuhan. Oleh karena itu umat dengan rendah hati memohon kepada Roh Kudus agar memimpin, menerangi dan menguasai diri mereka sepenuhnya, supaya mampu menerima dan memberlakukan firman itu dalam kehidupan sesehari. Setelah doa dinaikkan, dimulailah pembacaan-pembacaan Alkitab. Pembacaan Alkitab sama pentingnya dengan khotbah! Hal ini harus diperhatikan. Khotbah yang disampaikan harus berdasarkan Alkitab. Oleh karena makna itu Pembacaan Alkitab sangat penting. Jadi adalah keliru bila kita hanya menitikberatkan pada khotbah dan kurang memperhatikan Pembacaan Alkitab.

Pelayanan Firman terdiri dari dua bagian utama, yaitu pembacaan-pembacaan Alkitab dan khotbah. Bacaan pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama. Pada minggu-minggu Paskah, bacaan pertama diambil dari Kisah Para Rasul. Bacaan kedua diambil dari Surat-surat Rasuli dan Injil sebagai bacaan ketiga. Perikop yang dibaca sesuai dengan daftar bacaan (lectionarium) hari itu. Pembacaan Perjanjian Lama ditanggapi oleh jemaat dengan Pembacaan Mazmur yang sesuai, yang dibacakan atau dinyanyikan secara responsoris, alternatim atau unison. Pembacaan Injil sebagai pewartaan Yesus Kristus yang tersalib dan bangkit sebagai sumber dan dasar kehidupan dalam anugerah Tuhan. Pembacaan Injil menurut tahun liturgi yaitu Matius (tahun A), Markus (tahun B), Lukas (tahun C), dan Yohanes pada masa-masa tertentu. Setelah pembacaan Injil umat menyambut dengan nyanyian peralihan (graduale) yang bersifat ordinarium: Haleluya. Selama minggu-minggu Adven: Maranata dan Prapaskah, umat menyambut dengan Hosana. Dengan demikian jemaat dapat lebih menghayati tahun-tahun gerejawi yang sedang dirayakan dengan lebih khidmat.

Setelah itu khotbah disampaikan. Khotbah telah ada sejak dalam ibadah di sinagoge dan jemaat purba. Dalam perjalannya ada gereja yang menempatkan khotbah pada tempat yang sentral dalam ibadah. Sedangkan Gereja Kristen Indonesia tidak setuju dengan hal ini. Alasannya: khotbah merupakan salah satu unsur dari ibadah, sama seperti doa, nyanyian, pengakuan iman. Khotbah adalah sarana yang Tuhan pakai untuk menyampaikan firman-Nya kepada umat yang berkumpul. Tujuan khotbah adalah mendidik jemaat. Oleh karena itu khotbah sebaiknya bersifat edukatif dan bukan uraian dogmatis belaka. Khotbah juga bukan sekedar pidato, berbicara di depan umum, atau sekedar menyampaikan kesaksian pribadi sang pengkhotbah. Khotbah juga bukan stand up komedi. Khotbah adalah unsur kunci untuk menjelaskan firman Tuhan, firman yang harus dikomunikasikan secara terbuka dan mendalam. Sebab melalui firman-Nya Tuhan Yesus mengumpulkan, mendirikan,
melindungi dan menjaga umat-Nya.

Oleh sebab itu, agar khotbah dapat diresapi oleh umat, setelah selesai disampaikan disambut dengan: Saat Hening. Bukan dengan unsur yang lain. Saat Hening hendaknya tidak diisi dengan bunyi-bunyian atau nyanyian. Saat hening adalah saat dimana umat meresapi apa yang didengarnya. Apa yang diperintahkan Tuhan untuk dilakukan. Apa yang harus ditinggalkan dan diubah dalam hidup. Nasihat apa yang harus diperhatikan agar hidup menjadi lebih baik. Penghiburan apa yang membuat kita kuat menghadapi kehidupan. Janji seperti apa yang kembali Tuhan teguhkan dan kita aminkan dalam hidup. Peringatan apa yang harus membuat kita waspada dan berjaga-jaga. Ucapan syukur apakah yang kita syukuri dari hidup yang kita jalani. Apakah ada dosa yang harus kita akui? Umat yang terkasih, bila ini terjadi, maka iman akan tumbuh. Iman yang bertumbuh membuat hidup berkualitas. Hidup yang berkualitas menghadirkan dampak yang nyata dalam kehidupan sesehari. Bukankah manusia hidup bukan hanya dari roti saja, tetapi juga dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Selamat Bertumbuh. (Bersambung).

Forum Pendeta


Minggu, 26 Januari 2020

IBADAH: KINI DAN NANTI
“PENGAKUAN DOSA DAN BERITA ANUGERAH”

“Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Lukas 5:8)

Umat yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, apa yang terbayang dalam benak Saudara ketika dikatakan: “Kita orang berdosa….”, apakah Saudara akan keberatan atau tersinggung? Orang akan lebih marah ketika dikatakan: “Kita ini orang licik, suka menipu dan munafik atau tidak bijak dalam bertindak”! Hal ini terjadi karena pengertian tentang kata berdosa atau dosa seringkali dipakai secara enteng. Seakan-akan sudah menjadi yang lumrah atau biasa dalam kehidupan kita. Oleh karena itu kata: ‘Tuhan ampuni dosa kami.” sering kita ucapkan dengan ringan dan datar. Tanpa getaran rasa yang menghadirkan kegentaran dan rasa bersalah apalagi kengerian. Dosa seringkali dipersempit menjadi kesalahan dan pelanggaran, yang bisa jadi terus berulang seakan-akan suatu kebiasaan yang tidak akan berdampak apa-apa dalam kehidupan kita. Tanpa kita sadari daya rusak dari dosa itu sudah menghancurkan sendi-sendi kehidupan berkeluarga, bergereja, bernegara dan beragama. Lihatlah korupsi di lembaga keagamaan, pertikaian di lembaga yang katanya menyembah Tuhan dan hancurnya tatanan rumah tangga yang sumpahnya diikrarkan di altar. Penulis kitab Roma mengatakan: “Sebab upah dosa adalah maut…”(Roma 6:23a). Bukankah semua itu sedang menjalar menebarkan kehancuran dalam berbagai sudut kehidupan?

Dalam Injil Lukas 5:8, saat Petrus berkata: “Tuhan Pergilah dari padaku, karena aku ini orang berdosa.” Bukan ketika ia berbuat kesalahan atau melakukan pelanggaran. Petrus takjub atas keagungan dan kebaikan Tuhan. Pada saat itu ia sadar bahwa kualitas dirinya begitu jauh berbeda dari Tuhan Yesus. Petrus merasa bahwa hubungannya dengan Tuhan terputus. Ia tidak punya hubungan dengan Tuhan. sebab itu ia merasa tidak layak di hadapan Tuhan. Inilah dosa, hidup tanpa hubungan dengan Tuhan, seperti lampu tanpa aliran listrik. Seperti handphone tanpa baterai. Seakan hidup tetapi mati. Terpisah dari sumber kehidupan. Betapa pun terlihat indah dan mewah. Oleh karena itu di kayu salib Tuhan Yesus berteriak: “Eloi, Eloi, lama Sabakhtani” (Markus 13:34). Hidup yang terpisah dan ditinggalkan Allah adalah hidup yang sangat mengerikan. Dan itu semua disebabkan oleh dosa kita (lih.Yesaya 59:1). Dosa bukan sekedar pelanggaran dan kesalahan. Dosa adalah jalan hidup yang salah dan arah hati yang salah. Itulah sebabnya banyak orang tidak menemukan arah hidup seperti yang Tuhan kehendaki.

Umat terkasih, itulah sebabnya dalam setiap ibadah umat dipanggil untuk bertobat: menyadari, mengakui, menyesali dan berjanji untuk hidup kembali di jalan Tuhan. Pengakuan dosa tidak selalu mudah. Banyak orang yang tidak menyadari dosa-dosanya. Banyak orang tidak bersedia mengakui dosa-dosanya. Banyak orang merasa nyaman dalam kubangan dosanya. Banyak orang menyadari tetapi tidak cukup berani untuk berubah. Atau tidak cukup kuat untuk mengubah arah hatinya. Padahal Pengakuan dosa adalah hal penting dan mendasar dalam relasi dengan Tuhan (Lih. 1Yoh.1:9). Pengakuan Dosa dan pertobatan menghadirkan pengampunan dan pemulihan kualitas hidup. Hidup seperti yang Tuhan Yesus kehendaki dan rencanakan.

Tuhan menanggapi setiap pengakuan dosa dan pertobatan dari umatNya. Pelayan Liturgi akan membacakan Berita Anugerah. Berita Anugerah berisi berita pengampunan dari Allah. Pengampunan yang menghadirkan pendamaian dalam kehidupan umat Allah. Relasi kita dengan Allah dan dengan sesama dipulihkan. Pelayan Liturgi tidak memberikan pengampunan tetapi memberitakan pengampunan. Berita anugerah harus jelas: bukan dalam bentuk pengharapan tetapi dalam bentuk kenyataan yang sudah terlaksana oleh Allah dalam diri Kristus. Berita anugerah ini direspon umat dengan menyanyikan nyanyian sambutan untuk hidup dalam pertobatan dan anugerah yang Allah berikan. Pdt. Em. Andar Ismail menulis: “Mengaku diri berdosa di hadapan Tuhan bukanlah perkara mudah dan ringan. Apalagi menerima pengampunan dari Tuhan. Sebab itu rumpun unsur-unsur liturgi ini perlu dipersiapkan dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak menjadi formalitas yang hambar. Seorang pendeta yang memahami mendidik dan menggembalakan melalui liturgi akan mengakui bahwa menyusun kalimat-kalimat anugerah dan petunjuk hidup baru adalah jauh lebih susah dari pada menyusun khotbah.

Forum Pendeta