Tetaplah Berdoa
Oleh: Bapak F. Harefa
Jika kita mendengar atau membaca tentang doa, maka pada umumnya yang terlintas dalam benak kita hampir selalu doa permintaan atau doa syafaat. Harus diakui, bahwa kedua doa inilah yang mendominasi konten doa-doa kita. Apakah doa macam ini salah? Tentu: Tidak! Kita harus saling berdoa syafaat.
Tetapi, pada tulisan sebelumnya tentang kajian Kitab 1 Tesalonika 5:16-18, kita telah belajar bahwa doa yang penuh kuasa, bahkan yang membuat Tuhan tak memiliki pilihan kecuali melakukan perkara yang besar dan dahsyat adalah doa ucapan syukur. Nabi Yunus telah membuktikannya!
Pada kesempatan ini kita belajar doa yang menghadirkan damai dan sukacita, tiada rasa takut memberitakan Injil kebenaran. Sukacita karena Injil diberitakan!
Kita dapat belajar dari beberapa ayat/perikop berikut ini:
Pertama, dalam Kisah Para Rasul 4:31 – “Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani”. Dalam keadaan dimana jemaat terancam oleh orang Farisi dan ahli Taurat yang menyeret mereka ke pengadilan bahkan rawan terhadap pembunuhan, karena dinilai ajaran sesat ; oleh doa yang penuh kuasa justru mereka makin berani memberitakan Firman Allah. Sikap ini sangat berbeda dengan sikap banyak orang Kristen yang “cari aman” karena alasan toleransi atau tidak enak dinilai orang ekstrimis (Kristen).
Kedua, dalam Kisah Para Rasul 13:1-4: 13:1 Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus. 13:2 Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” 13:3 Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi. 13:4 Oleh karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia, dan dari situ mereka berlayar ke Siprus.
Perikop ini memberitahu kita, bahwa ketika mereka beribadah dan berpuasa, maka Roh Kudus pun berbicara kepada mereka untuk tujuan penginjilan. Menurut saya, inilah titik awal penginjilan Rasul Paulus, yang di kemudian hari bahkan sepanjang sejarah memberikan kontribusi luar biasa dalam pemberitaan Injil kepada dunia.
Ketiga, dalam Kisah 16:23-26 dimana Rasul Paulus dan Silas dilemparkan ke dalam penjara. Demikian, FIrman-Nya: 16:23 Setelah mereka berkali-kali didera, mereka dilemparkan ke dalam penjara. Kepala penjara diperintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-sungguh. 16:24 Sesuai dengan perintah itu, kepala penjara memasukkan mereka ke ruang penjara yang paling tengah dan membelenggu kaki mereka dalam pasungan yang kuat.
16:25 Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka.
16:26 Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua.
Sukacita dalam pemberitaan Injil ini tidak lenyap karena deraan atau belenggu dalam penjara. Meski, penjara semestinya lambang nestapa, kehinaan dan penderitaan, tetapi tidak demikian bagi Rasul Paulus dan Silas. Dalam keadaan dipasung dalam penjara, kedua hamba Tuhan ini justru melakukan doa pujian, sebagai bukti sukacita rohani mereka.
Refleksi:
Bagaimana doa-doa yang kita panjatkan dalam kaitan pemberitaan Injil, apakah selalu dahsyat dalam jemaat kita masing-masing? Atau, aktivis gereja sangat sibuk mengurusi aktivitas yang rutin semata dan tahu-tahu sudah Natal lagi, begitu seterusnya tahun demi tahun.
Sebab sukacita dalam Firman Allah di 1 Tesalonika 5:16-17 ini adalah sukacita karena pemberitaan Injil. Sukacita karena ada jiwa-jiwa yang dimenangkan untuk Tuhan Yesus dari lumuran dosa dan cela. Sukacita karena jiwa-jiwa yang dilepaskan dari kuasa Iblis. Apakah kita memiliki belas kasihan kepada mereka, yang membuat kita pun sama dengan nabi Yeremia yang tak mampu menahan kebenaran firman untuk diberitakan (Yeremia 20:9), walau resiko selalu mengintai – sebagaimana firman-Nya: “Tetapi apabila aku berpikir: “Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya”, maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.” Fenomena dalam diri Yeremia inilah, yang pada akhir zaman ini kita menyebutnya Roh Kudus yang di dalam kita terus “berkobar” untuk juga memberitakan Firman-Nya.
Semoga sukacita Natal kita adalah juga sukacita karena telah turut ambil bagian dengan giat dalam pemberitaan Injil Keselamatan. Haleluyah…
Janganlah Padamkan Roh. Apa Maksudnya?
Oleh: Bapak F. Harefa
Firman Allah dalam 1 Tesalonika 5:19-20 merupakan satu kesatuan, disambungkan dengan kata “dan”, demikian bunyinya: ‘’19: Janganlah padamkan Roh, 20: dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat.” [1 Tesalonika 5:19-20]. Artinya, dari analisa ayat terdekat, bahkan dalam satu kesatuan kalimat, maka dengan mudah kita mengetahui bahwa maksud JANGANLAH PADAMKAN ROH berkenaan dengan karunia Roh. Dalam konteks ayat ini, penekanan karunia Roh tersebut adalah tentang bernubuat.
Di dalam Kitab Roma 12:5-8, selain bernubuat, karunia Roh lainnya adalah: {1} melayani (ayat 7), {2} mengajar (ayat 7), {3} menasehati (ayat 8), {4} berbagai /membagi-bagikan sesuatu (ayat 8), {5} memimpin (ayat 8), dan {6} menunjukkan kemurahan (ayat 8).
Kemudian di dalam 1 Korintus 12:4-10 kita diberitahu detail tentang karunia Roh, yakni {1} berkata-kata dengan hikmat (ayat 8), {2} berkata-kata dengan pengetahuan (ayat 8), {3} memberikan karunia iman (ayat 9), {4} menyembuhkan (ayat 9), {5} mengadakan mujizat (ayat 10), {6} bernubuat (ayat 10), {7} membedakan bermacam-macam roh (ayat 10), {8} berkata-kata dengan bahasa roh (ayat 10), dan {9} karunia menafsirkan bahasa roh (ayat 10).
Saya yakin bahwa tidak ada anak Allah yang tidak memiliki karunia Roh. Bahkan sangat mungkin dikaruniakan lebih dari satu karunia Roh. Anda yakin sudah memiliki karunia Roh?
Kembali kepada 1 Tesalonika 5:19-20 di atas, bagaimana dengan karunia bernubuat di gereja Anda sekarang ini. Apakah sudah padam atau tetap berkobar atau ada nubuat dan karunia Roh lainnya?
Tampaknya setiap jemaat memiliki kondisi yang berbeda. Misalnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus justru menegor dengan keras jemaat karena begitu memegahkan karunia Roh dari pada kasih kepada sesama dan seiman. Antara mengasihi satu dengan yang lain dan karunia Roh semestinya tidak ada pertentangan. Sebaliknya, karunia Roh justru makin menjalin persekutuan yang erat. Karena karunia Roh bertujuan untuk saling melengkapi, yakni untuk kepentingan bersama (1 Korintus 12:7).
Salam satu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Ayat-ayat pendukung:
(a) Roma 12:5-8
12:5 demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.
12:6 Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.
12:7 Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar.
12:8 jika karunia untukmenasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.
1 Korintus 12:4-11
12:4 Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh.
12:5 Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan.
12:6 Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. 12:7 Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.
12:8 Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan.
12:9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan.
12:10 Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mukjizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.
12:11 Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.
Pemahaman Tentang Tuhan
Yohanes 18:34-37
Oleh: Galvin Tiara Bartianus
Dewasa ini, banyak orang mempertanyakan tentang keberadaan Tuhan sehingga tidak sedikit yang akhirnya memikirkan ulang tentang Tuhan. Dalam kehidupan modern sekarang banyak orang tidak terlalu meyakini adanya sosok Tuhan dalam kehidupan, bahkan ada yang beranggapan bahwa Tuhan hanya sebuah dongeng belaka. Pemikiran tersebut banyak muncul diakibatkan berkembangnya ilmu pengetahuan yang membuat manusia merasa mampu hidup sendiri tanpa Tuhan. Peristiwa ini menunjukkan sebuah problem dalam kehidupan beriman. Tidak sedikit, orang percaya juga menjadi undur dalam kehidupan bergereja karena banyak paham-paham yang berkembang untuk menentang keberadaan Tuhan. Itulah sebabnya, pemahaman tentang Tuhan perlu disegarkan kembali agar orang Kristen masa kini mampu tetap hidup dalam imannya di tengah perubahan jaman.
Injil Yohanes 18:34-37, mengisahkan tentang percakapan Tuhan Yesus Kristus dengan Pilatus. Percakapan tersebut menunjukkan kebingungan Pilatus tentang status Tuhan Yesus Kristus, Ia adalah raja atau bukan. Kebingungan ini membuat Tuhan Yesus Kristus mengajak Pilatus untuk berpikir dan menimbang pemahamannya tentang raja yang ada di dunia dengan yang di sorga. Akan tetapi, Pilatus tidak mampu memahami bahwa Tuhan Yesus Kristus bukan sekedar raja di dunia melainkan raja dari segala raja. Tuhan Yesus Kristus menutup kebingungan yang terjadi dengan memberikan sebuah penekanan tentang kehadiranNya, pelayananNya, dan kebenaranNya yang menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan. Ia menekankan hal itu karena pemahaman tentang Tuhan bukan hanya melalui logika tetapi juga perlu hati yang mampu merasakanNya.
Penekanan Tuhan Yesus Kristus kepada Pilatus tentang karya penyelamatanNya, ingin mengingatkan bahwa dalam beriman seorang tidak hanya membutuhkan sebuah akal tetapi juga hati. Pelayanan kasih yang Tuhan Yesus Kristus kerjakan melampaui segala akal manusia tetapi menyentuh kehidupan manusia. Banyak orang Yahudi dahulu membayangkan dan memahami sosok yang akan menyelamatkan mereka ialah orang yang gagah berani dan berasal dari keturunan raja. Akan tetapi, Tuhan Yesus Kristus hadir melalui sebuah kesederhanaan yang merangkul setiap orang di dalamNya. Tidak pernah terpikirkan yang Tuhan kerjakan dalam kehidupan manusia tetapi dapat kita rasakan setiap karyaNya.
Pemahaman tentang Tuhan tidak hanya dapat dicari melalui logika, buku-buku teologi, dan media sosial. Keberadaan Tuhan melampaui itu semua, Ia hadir dekat dengan kehidupan kita. Pemahaman tentang Tuhan yang hadir dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam bagian terkecil hidup kita perlu dibangkitkan kembali. Pemahaman ini menolong kita untuk mampu melihat karya kasihNya dalam sepanjang hidup kita. Melalui pemahaman ini juga, orang Kristen mampu menghadapi segala perkembangan dunia dan mampu menyikapinya dengan bijak. Itu semua dapat terwujud ketika kita mampu mengalami Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Selamat memahami Tuhan melalui setiap karya kasihNya yang engkau temui setiap hari dalam hidupmu.
Orang yang Hati-Hati Dalam Tutur Katanya Akan Aman Hidupnya
Oleh: Bapak F. Harefa
Pada dasarnya kita sudah hafal judul tulisan singkat ini, bahwa orang yang hati-hati dalam tutur katanya akan aman hidupnya (Amsal 13:3 –BIS]. Terjemahan TB dikatakan, “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya…” Tetapi mengapa banyak orang Kristen tidak/sulit berubah dari perangai buruk (impulsif) dalam berkata-kata?
Dalam perspektif tipe kepribadian dikenal tipe stabil versus tipe labil. Tipe labil adalah tipe yang sulit mengendalikan emosi dan cenderung emosi mudah meledak. Tidak sedikit orang Kristen yg memiliki masalah dalam perangai impulsif ini. Yang menarik adalah sekalipun telah menjadi pengkhotbah terkenal dan Tuhan menyembuhkan/memulihkan banyak orang melalui pelayanan sang pengkhotbah, tidak dengan sendirinya perangai impulsif ini berkurang atau hilang. Malahan, dapat sebaliknya: makin menjadi-jadi. Salah satu hamba Tuhan terkenal di Jakarta mengakui hal ini dalam dirinya, berdasarkan khotbahnya yang saya tonton melalui YouTube.
Pada umumnya, banyak orang Kristen cenderung membiarkan perangai ini di dalam dirinya, berlindung dibalik alasan: “Saya memang begini”. Atau, alasan lazim lainnya: “Ya … namanya juga manusia. Masing-masing memiliki kelemahan.” Kemudian dengan alasan ini atau senada dengan alasan-alasan yang demikian, mereka memiliki landasan untuk membenarkan diri sendiri. Intinya, perangai buruk ini tidak dianggap masalah, meski menyandang status “orang Kristen”. Meskipun perangai macam ini tidak mencerminkan sikap sebagai pengikut Kristus yang lemah lembut, sabar dan penuh kasih mesra serta mampu mengendalikan diri.
Untuk kelompok Kristen yang macam ini, jika membaca Firman Allah atau khotbah seputar tema menjadi sepikiran dan seperasaan dengan Kristus (Filipi 2:5), maka dalam hati mereka akan merespon sebagai sesuatu yang mustahil. Mereka akan berpikir, “Mana mungkin?”
Padahal kehendak Tuhan Allah atas setiap anak-anak-Nya bukanlah semata-mata Ia memberkati orang-orang yang percaya kepadanya, dalam artian berkat lahiriah dan kesehatan jasmani; tentu tidak. Tetapi kehendak Allah bagi kita, anak-anak-Nya, adalah menjadi serupa dengan gambaran anak-anaknya (Roma 8:29). Tentu saja kehendak Allah ini menjadi sesuatu yang sangat sulit dilakukan dalam kehidupan nyata oleh mereka yang cenderung membenarkan diri oleh alasan-alasan yang diciptakan sebagaimana disebutkan di atas.
Tidak aneh, jika orang Kristen macam ini tidak berbuah, apalagi menghasilkan buah yang lebat sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan Yesus dalam Yohanes 15:1-8. Buah kasih ada 3 (tiga) macam, yakni: pertama: karakter yang baik yang oleh Galatia 5:20-22 menyebutnya sebagai buah roh; kedua: pemberian kasih sebagaimana antara lain dijelaskan dalam Matius 25:34-46 dan 1 Korintus 16:1-4; dan ketiga: adalah jiwa-jiwa yang bertobat (Matius 28:19-20, Kisah Para Rasul 1:8). Sebab, bagi mereka berkristen itu adalah jaga perilaku baik-baik, dimana tidak membunuh, tidak berzinah, tidak korupsi dan hal-hal lainnya yang secara normatif dilarang; yang sebetulnya juga tidak berhasil.
Tidak aneh pula, jika orang Kristen macam ini berpikir bahwa berkristen itu ya diberkati oleh Tuhan. Oleh karena itu, doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan pun sarat dengan doa-doa permintaan. Jika doanya dikabulkan: yang sakit menjadi sembuh, dari menganggur menjadi mendapat pekerjaan, atau karir didoakan eh.. lalu naik jabatan; maka merasa telah rohani banget. Entah tidak tahu atau lupa, bahwa Tuhan Allah melakukan mukjizat bukan semata-mata karena iman kepada Tuhan Yesus, seperti contohnya orang buta disembuhkan (Yohanes 9). Dia percaya setelah dicelikkan matanya, bukan sebelum ia celikkan matanya (Yohanes 9:38). Paling tidak ada lima kisah dalam Alkitab, Tuhan Yesus melakukan mukzijat karena belas kasihan, bukan karena iman orang-orang yang menikmati mukzijat dari Tuhan Yesus.
Oleh karena itu, marilah kita selalu sadar akan hakekat hidup kita, yakni bahwa dilahirkan kembali di dalam Kristus Yesus supaya dikembalikan pada kodrat semula di Taman Eden (sebelum jatuh di dalam dosa): hidup Kudus menjadi representasi Kristus yang lembah lembut, sabar, mengendalikan diri, ada damai dan ada kasih mesra. Sebaliknya jauh dari sikap menghakimi, saling menyalahkan dan saling menjatuhkan.