April 2020
Minggu, 5 April 2020
MARI, RAYAKAN PERJAMUAN!
Tentu kita semua bingung dengan judul Sapaan Gembala di atas. Rencananya, kita akan merayakan perjamuan dalam Ibadah Jumat Agung, sebagaimana kebiasaan yang sudah berlangsung sejak dulu. Tapi, dalam kondisi saat ini, di mana kita harus melakukan social dan physical distancing, menghindari kerumuman dan mematuhi keputusan pemerintah, kita tidak dapat berkumpul bersama di ruang ibadah, dan merayakan perjamuan. Kita berdoa dan berharap bahwa penanganan kesehatan bagi penderita corona ini bisa dilakukan dengan baik sehingga kita bisa beraktivitas seperti dulu lagi. Ketika kita sudah dapat berkumpul dan melakukan ibadah di ruang ibadah, maka kita akan merayakan Sakramen Perjamuan Kudus (Pesan Pastoral II BPMS GKI berkaitan dengan Pandemi Covid-19 tertanggal 24 Maret 2020). Lalu, apakah judul di atas adalah untuk waktu yang belum ditentukan itu? Tentu tidak! Judul ini adalah ajakan untuk kita melakukannya sekarang. Dalam keadaan yang serba terbatas ini.
Sudah terpatri di pikiran kita bahwa istilah “perjamuan” pastilah merujuk pada Sakramen Perjamuan Kudus, di mana GKI melakukannya dalam waktu-waktu tertentu. Mari kita kembali mendalami makna dari perjamuan itu sendiri. Dasar dari kita melakukan perjamuan adalah karena Tuhan Yesus mengundang kita untuk melakukannya. Siapakah kita sehingga kita layak menerima undangan Tuhan? Kita sungguh tidak layak. Namun anugerah dan kasih Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus telah dicurahkan atas kita, memenuhi hidup kita, menyucikan dari segala dosa dan memberikan kita hidup baru. Oleh karena itu, perjamuan disambut dengan penuh syukur. Kita diminta untuk mengingat kebaikan Tuhan dan menaikkan syukur atas setiap karyaNya. Rasa syukur membuat kita dapat mengalami kehadiran Kristus bersama kita. Kristus, yang dengan segala kemuliaanNya rela memberikan diriNya, mengalami segala derita sengsara hingga mati di atas kayu salib. PengurbananNya dikaruniakan kepada umat manusia di semua tempat sehingga membuat kita dipersatukan menjadi satu tubuh dan satu roh, dan menjadi persembahan yang hidup bagi Allah. Melalui perjamuan ini, kita dimampukan untuk mempersaksikan kasih Kristus kepada sesama.
Pendalaman tentang makna perjamuan di atas bukan berlaku hanya di dalam ritual. Tetapi ini menjadi tantangan buat kita menghadirkan perjamuan yang nyata dalam situasi sekarang. Merayakan perjamuan bukan untuk kesalehan pribadi (merasa diri telah disucikan dan diampuni dosanya) melainkan untuk mempersaksikan anugerah dan kasih Kristus yang Ia nyatakan kepada kita. Dia hadir bersama kita pada saat ini, di tengah kesukaran dan kesusahan hidup. Itu berarti perjamuan tetap dirayakan dalam bentuk berbeda. Sebagai kesatuan tubuh Kristus, mari memecah roti, dengan cara berbagi dari apa yang kita miliki, untuk sesama anggota jemaat yang membutuhkan, masyarakat di sekeliling kita bahkan untuk keberlangsungan pelayanan gereja. Mari mengedarkan cawan minuman syukur kita. Rasa syukur karena pemeliharaan Tuhan dalam kehidupan kita biarlah menjadi kesegaran dan kelegaan yang dirasakan oleh sesama di tengah situasi yang “kering” ini. Tuhan Yesus memampukan kita semua.
Forum Pendeta
Minggu, 12 April 2020
YESUS YANG BANGKIT BERJALAN BERSAMA KITA
Ketika mengalami kesedihan, kekecewaan dan persoalan yang mendalam, seringkali orang memilih untuk menarik diri dari komunitasnya. Pembicaraan-pembicaraan yang terjadipun sukar sekali bernada pengharapan, semangat dan positif dalam memandang segala sesuatunya. Rasanya semua kesesakan itu memenuhi kehidupan. Itulah gambaran kedua murid yang berjalan dari Yerusalem menuju ke Emaus pada hari Paskah. Dengan berita kebangkitan yang sudah mereka dengar hari itu dari para perempuan maupun teman-teman murid yang pergi ke kubur, tidak mengubahkan persepsi mereka tentang keadaan yang sedang terjadi. Mereka masih dalam suasana duka dan tanpa pengharapan karena Yesus telah mati disalibkan sehingga memilih keluar dari Yerusalem, keluar dari komunitas para murid untuk berjalan menyusuri jalan mereka. Diceritakan oleh Lukas bahwa Emaus kira-kira 7 mil jauhnya dari Yerusalem (kurang lebih 2.5 jam perjalanan ke arah barat), dan mereka sampai di sana ketika hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam. Cahaya senja itu begitu menyorot mereka, menambah suasana sendu. Topik pembicaraan pun tidak jauh dari pengalaman dan perasaan mereka tiga hari terakhir, duka dan kecewa sehingga tidak mengenali bahwa Yesus mendekati dan berjalan bersama-sama dengan mereka.
Apa yang Yesus lakukan? Yesus kembali mengajar mereka tentang kebenaran ilahi. Yesus memulai dengan teguran yang keras: bodoh dan lamban. Tentunya ini bukan dalam maksud memaki atau merendahkan Kleopas dan temannya. Teguran ini untuk menyentakkan mereka, agar membuka telinga dan memberikan perhatian akan kebenaran yang hendak disampaikan Yesus. Yesus mengawali dengan pernyataan (walaupun bentuknya seperti pertanyaan) kunci yang membawa mereka menempatkan harapan mereka pada tempat yang seharusnya yaitu dalam rancangan dan kehendak Allah yaitu pandangan tentang Mesias yang menderita untuk membawa manusia pada keselamatan.
Yesus tidak pernah membiarkan muridNya berjalan dalam duka, keputusasaan dan kekecewaan. Ia selalu datang/hadir dan berjalan bersama-sama. Dalam perjalanan kita bersama Tuhan, Ia selalu memberikan kesempatan bagi kita untuk berefleksi, membahasakan ulang kehidupan, pemahaman, harapan dan perasaan-perasaan kita. Dengan demikian kita dapat mendengarkan pesan berikutnya lebih jelas. Selama hati kita penuh dengan keruwetan, selama itu pulalah kita tidak dapat menikmati keindahan dan pengajaran firman Tuhan. Kehadiran Yesus dalam berjalan bersama dengan kita bukan semata-mata untuk menghiburkan kita tetapi justru untuk membentuk kita pada pemahaman yang benar tentang rancangan dan kehendak Allah dan dalam pembelajaran firman Tuhan yang utuh (tidak sepotong-sepotong atau topik yang kita anggap menyenangkan dan mendukung pemahaman kita saja). Kadang, Tuhan Yesus juga menyentak dan menegur kita dengan caraNya, bukan untuk melemahkan kita tetapi untuk menyadarkan kita beralih fokus (dari berfokus pada diri sendiri menjadi berfokus pada suara Tuhan). Apalagi dalam situasi sekarang ini, ketika kita menghadapi ketidakjelasan waktu penanggulangan covid-19, semangat Paskah mengingatkan dan meneguhkan kita. Kristus sudah menang. KemenanganNya akan membawa kita menang dalam situasi ini. Ia yang menang, tidak meninggalkan kita, Ia hadir dan berjalan bersama kita.
SELAMAT PASKAH!
Forum Pendeta
Minggu, 19 April 2020
PASKAH 2
Begitulah dalam kalender liturgi, kita menyebut waktu satu minggu setelah Paskah 1 yang merupakan Hari Kebangkitan Tuhan Yesus. Minggu-minggu Paskah masih berlanjut sampai kita memperingati Hari Pentakosta. Paskah 2 ini diperingati dan dirayakan sebagai ungkapan syukur umat dalam sukacita kebangkitan Kristus yang memberikan anugerah keselamatan bagi umatNya.
Sejak kebangkitanNya, berulang kali Yesus menampakkan diri kepada para murid dan juga pengikutNya. Di setiap kehadiranNya, Yesus senantiasa menyatakan “damai sejahtera” bagi mereka. Tentu ini bukan sekedar salam, melainkan Yesus ingin agar setiap pribadi yang berjumpa denganNya, mengalami damai yang memberikan daya gerak kehidupan dan semangat untuk menapaki hari depan. Bukankah ini adalah berita yang sangat aktual dalam kondisi kita sekarang? Dalam masa Paskah ini, tak hentinya diperdengarkan bagi kita, damai sejahtera Allah turun dan menjadi nyata di bumi ini. Mengenyahkan segala ketakutan dan kecemasan karena ketidakpastian.
Lalu, bagaimana sikap kita? Apakah yang harus kita perbuat? Surat 1 Petrus 1:13-16 menyatakan panggilan sikap kita yaitu “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Damai sejahtera bukan hanya slogan, tapi untuk dapat mengalaminya, membutuhkan hidup yang terbuka yaitu:
- Hidup yang mau bersikap waspada dan menggunakan akal budi. Tidak gampang terpengaruh dengan bermacam berita yang beredar, mengarahkan pikiran kita pada hal yang positif, menjaga pikiran dan perasaan kita dalam kebenaran firman Tuhan.
- Berpengharapan di dalam kasih karunia yang dianugerahkan Tuhan Yesus. Penting bagi kita untuk tetap memegang teguh pengharapan kepada Kristus agar damai sejahteraNya dapat kita rasakan melingkupi hidup kita di tengah situasi yang kelam dan suram menurut ukuran manusia. Kasih karunia inilah yang kita nyatakan melalui kehadiran kita di manapun (walaupun tidak secara fisik, tapi kita hadir di berbagai media sosial dan media komunikasi).
- Pesan 1 Petrus 1:14 “..jangan turuti hawa nafsu.. pada waktu kebodohanmu..” mengingatkan kita untuk mengelola emosi / perasaan kita dengan benar. Situasi sulit seringkali membuat kita menjadi nafsu. Melalui setiap keputusan kita (cara bertindak, bersikap, berkata-kata), setiap pribadi dapat mengenal kekudusan Allah Karena tindakan kita berdasarkan kekudusan yang telah dianugerahkanNya.
Mari pakai kesempatan saat ini untuk menyebarkan damai sejahteraNya yang sudah nyata bagi kita melalui kebangkitan Kristus.
Forum Pendeta
Minggu, 26 April 2020
HARI BUMI INTERNASIONAL
“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.”
(Kejadian 2:15)
Ayat di atas menjadi pengingat bagi kita bahwa tugas manusia adalah untuk mengusahakan dan memelihara taman (baca: tempat hidup yang Tuhan sediakan). Di dalam taman itulah, terkandung banyak potensi yang menunjang kehidupan manusia tetapi, bukan untuk dieksploitasi begitu saja melainkan juga perintah yang sejajar dengan itu adalah “memelihara”. Ketika dosa menguasai manusia, kedua perintah ini tidak dapat dihayati secara seimbang. Manusia cenderung mengutamakan keinginannya, kepentingannya sendiri dan tidak lagi memperdulikan ciptaan Tuhan. Manusia melihat apa yang ada untuk pemuasan egonya.
Bumi, sebagai ciptaan yang diperuntukkan sebagai tempat manusia menjalanan kehidupannya, memiliki keterbatasan, sama seperti manusia. Fungsinya dapat menurun, ketika manusia memperlakukannya secara sembarangan. Oleh karena itu, muncullah berbagai gerakan kepedulian terhadap bumi. Salah satunya adalah menetapkan tanggal 22 April sebagai Hari Bumi Internasional. Hal ini dicanangkan pada tahun 1970 guna meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet yang menjadi tempat tinggal kita. Dengan padatnya penduduk dunia, dan tingginya aktivitas yang dilakukan, maka dampak dari peringatan Hari Bumi ini menjadi kurang greget. Namun, untuk tahun ini, 2020, peringatan Hari Bumi menjadi teraa berbeda. Dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, penduduk dunia diminta untuk membatasi aktivitasnya, bahkan di beberapa tempat, pergerakan dan aktivitas warga betul-betul diawasi dengan ketat. Pandemi yang membuat manusia merasa terkungkung dan terbatas, justru menjadi saat pembebasan dan pembaharuan bagi bumi. Polusi udara yang jauh berkurang karena pergerakan kendaraan yang dibatasi dan juga operasional pabrik-pabrik, membuat udara berangsur-angsur menjadi lebih segar. Ketika bumi dibaharui, bukankah akan memberikan dampak yang baik pula bagi kehidupan manusia mendatang?
Inilah juga yang menjadi panggilan kita. Dalam anugerah penebusan yang dikerjakan Tuhan Yesus, kita telah menjadi ciptaan yang baru. Manusia yang dapat melihat dan memaknai kedua perintah awal dari Allah secara seimbang: mengusahakan dan memelihara. Mari kita pakai hikmat Allah dalam bimbingan RohNya yang kudus untuk dapat memperlakukan bumi ini seturut dengan kehendakNya. Jadilah sahabat bagi bumi ini, sehingga kita dapat hidup dengan nyaman di dalamnya. Tuhan memampukan kita selalu.
Forum Pendeta