Desember 2017
Minggu, 3 Desember 2017
PERINGATAN BAGI SETIAP ORANG TUA
Pada hari ini, Minggu, 3 Desember 2017, kita memasuki minggu adven yang pertama. Di dalam Kebaktian Umum 2 dan di Pos Jemaat Kracak pada hari ini akan dilayankan Sakramen Baptisan Kudus Anak. Meskipun di dalam Alkitab tidak ada perintah secara ekplisit tentang melakukan baptisan untuk anak-anak, tetapi secara implisit ada peristiwa tersebut. Misalnya dalam Kisah Para Rasul 11:14 yang demikian bunyinya: Ia akan menyampaikan suatu berita kepada kamu, yang akan mendatangkan keselamatan bagimu dan bagi seluruh isi rumahmu. Ungkapan seluruh isi rumahmu, bukan hanya para orangtua, melainkan termasuk anak-anak mereka bahkan para budak mereka juga. Dasar dari pelayanan ini ialah pengakuan percaya para orangtua si anak dan perjanjian anugerah Allah yang diberikan untuk semua orang (Kis.2:38,39), dimana anak-anak terhisap di dalamnya. Kedudukan baptisan dalam gereja lebih mendalam dari pada sunat dalam Perjanjian Lama (Kej 17:10-14; Kol 2:11,12).
Mengikuti pelayanan Sakramen Baptisan Kudus Anak yang diselenggarakan pada saat ini menjadi pesan peringatan bagi setiap orang tua. Pesan peringatan kerap kita temui dalam berbagai kesempatan dan bentuk yang kreatif. Kadang kala, karena sudah terlalu biasa, pesan peringatan bisa saja kita abaikan. Namun baiklah dalam peristiwa ini, justru menjadi pesan yang berbicara kuat kepada setiap pribadi secara khusus orang tua. Sebagai para orangtua, kita diingatkan kembali agar kita menjadi pengajar secara terus menerus kepada anak-anak yang TUHAN percayakan kepada kita, sehingga anak-anak kita mengalami pertumbuhan, berkembang, berbunga, berbuah, buahnya lebat dan matang pada waktunya. Berbagai pertumbuhan yang terjadi dalam kehidupan anak-anak kita: pertumbuhan spiritual, pertumbuhan secara kognisi (pemahaman, pemikiran), pertumbuhan secara afeksi (menghayatan, perasaan) dan juga pertumbuhan secara psiko-motorik (perilaku, perbuatan). Dalam pertumbuhan ini, anak-anak kita diubahkan dan dibaharui secara terus menerus. Ada istilah dalam bahasa Yunaninya disebutkan annagenao (=dilahirkan kembali), sampai anak-anak semakin membenci dosa dan semakin mengasihi (agape) Tuhan Yesus Kristus sampai mereka mati. Jangan sampai kita menjadi orangtua yang tidak berfungsi sebagai pendidik dalam keteladanan kita kepada anak-anak.
Dalam Perjanjian Lama, TUHAN memberi perintah dan peringatan kepada para orang-tua Israel untuk mengajar anak-anak mereka tentang TUHAN dan karya-Nya yang besar bagi keselamatan kehidupan umat (Ul.6). Dengan pengajaran tentang Allah dan karya-Nya secara lisan, kemudian diteruskan turun-temurun dalam keluarga Israel. Dalam perkembangannya, muncullah “sekolah” yang dikelola “jemaat” Yahudi. Melalui “sekolah” itulah anak-anak mendapat pengajaran dari para ahli Taurat. Maksudnya ialah untuk memberikan pengetahuan kepada anak tentang Taurat. Sehubungan dengan ini, ada semacam “sekolah dasar” (beth-ha-sefer/ rumah buku) yang mengajar membaca dan menghafal Taurat secara harafiah. Ada pula semacam “sekolah lanjutan” (beth-ha-midrasy/ rumah pengajaran) yang mengajar memahami arti Taurat. Pengajaran ini nampaknya berhubungan erat dengan rumah ibadah Yahudi (sinagoge). Memang sebagian besar sinagoge dimanfaatkan untuk mengajar rakyat tentang pengetahuan dan ajaran Taurat. Kita menjumpai dalam Perjanjian Baru (PB), bahwa mengajar dalam sinagoge merupakan kebiasaan lama pada hari Sabat. Inilah benih bagi istilah yang saat ini dipakai dalam kehidupan bergereja yaitu katekisasi. Tentu saja, peran gereja menyelenggarakan katekisasi bagi mereka yang sudah menginjak usia 15 tahun tidak pernah bisa menggantikan peran orang tua yang mendidik anak dalam penghayatan dan keteladanan iman. Peringatan bagi setiap orang tua, peran mendidik anak dalam iman adalah peran seumur hidup yang Tuhan percayakan.
Teriring salam kasih,
Forum Pendeta
Minggu, 10 Desember 2017
SEMUA ORANG HARUS TAHU KEBAIKAN HATI KITA
Saudara, pada hari Minggu ini, tanggal 10 Desember 2017 secara kalender gerejawi, kita memasuki Minggu adven yang ke dua. Pada hari ini juga, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tengah memperingati Hari Hak Asasi Manusia
se-Dunia. Oleh karena itulah, firman Tuhan yang hendak kita renungkan bersama berbunyi demikian: “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang” Filipi 4:5a.
Kita hidup di jaman yang penuh dengan persaingan, sebagai akibatnya banyak orang yang bersikap aji mumpung, misalnya: mumpung masih muda, mari hidup berfoya-foya, seperti bunyi slogan orang muda yang suka kita dengar: “Muda foya-foya, tua kaya raya, kalau mati masuk surga”; aji mumpung yang lain mumpung masih berjabatan, pakailah kesempatan itu untuk memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya: korupsi, kolusi, nepotisme, manipulasi pajak dan sebagainya. Sikap aji mumpung ini membawa orang kepada gaya hidup konsumtif. Iklan-iklan berbagai produk baru bermunculan dan mereka dengan gaya hidup aji mumpung dan konsumtif pasti tidak mau ketinggalan. Peduli produk baru itu dibutuhkan atau tidak, yang penting jangan sampai diomongin sebagai orang yang ketinggalan jaman. Yang penting penampilannya OK, wow keren! Demikianlah dunia kita, banyak orang ingin memamerkan barang-barang baru yang mereka miliki. Kira-kira apa tujuannya? Rasanya tidak jauh dari keinginan manusia untuk mendapatkan puji-pujian dari orang lain.
Sebagai pengikut Kristus bolehkah kita memperlihatkan sesuatu yang baru yang ada pada kita? Jawabannya: boleh, bahkan harus, tetapi apakah itu? Itulah hidup baru, yaitu hidup di dalam Tuhan Yesus Kristus, yang terwujud-nyata dalam sikap, tindakan dan gaya hidup yang bersumber dari hati, pikiran, perasaan dan gaya hidup yang telah diubahkan dan diperbaharui oleh Roh Kudus secara terus menerus. Inilah hidup yang harus kita perlihatkan kepada semua orang seperti bunyi firman tadi, “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang.” Bagaimana semua orang tahu akan kebaikan hati kita? Semua orang akan tahu kebaikan hati kita hanya apabila kita memperlihatkannya. Apakah kebaikan hati itu? Kebaikan hati adalah hasil hidup baru mempunyai arti yang sangat luas sekali.
Pertama, kebaikan hati itu berarti orang suka berdamai. Hidup dalam kebersamaan mustahil bila tak pernah cekcok. Sepasang suami-isteri harus saling mengasah kepekaan perasaan satu terhadap yang lain. Bila terjadi kekerasan di dalam rumah tangga haruslah dicarikan penyelesaian yang sesuai dengan firman TUHAN. Hidup sebagai suami-isteri, membangun satu rumah-tangga, bukanlah perkara yang mudah, dua pribadi menjadi satu adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus. Kalau langkah yang mau ditempuh adalah perceraian, apakah itu langkah yang sesuai dengan Firman TUHAN. TUHAN berfirman: “Kasihilah sesamamu, bahkan musuhmu”. Nah, kalau pasangan saudara sudah menjadi seperti musuh, tetaplah kita harus mengasihinya, yang penting kebaikan hati kita yang suka berdamai itu kita wujudkan.
Kedua, kebaikan hati itu berarti lemah lembut. Di dalam pimpinan Roh Kudus, kita dapat marah dan tidak marah secara tepat, proporsional. Tetapi marah kita tidak menjadi amarah yang melukai sesama kita. Dalam injil Yohanes 2:14-15 yang demikian bunyinya: 2:14 “Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. 2:15 Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Seperti itulah diungkapkan kemarahan Yesus Kristus tetapi tidak menjadi amarah yang menimbulkan akar kepahitan dan melukai orang lain.
Ketiga, kebaikan hati itu berarti tidak tegar tengkuk, keras kepala. Kebenaran Firman TUHAN menjadi satu-satu ukuran yang normatif dalam mengambil keputusan-keputusan hidupnya. Biarlah firman TUHAN, Logos yang tertulis (Alkitab) yang kita gumuli, kita cerna dan menjadi Rema, Firman yang berbicara langsung dalam kehidupan kita.
Keempat, kebaikan hati itu berarti rela berkurban, seperti Tuhan Yesus Kristus telah rela, tulus dan ikhlas berkurban, menyerahkan nyawa-Nya demi keselamatan umat manusia. Demikian juga kita harus rela, tulus dan ikhlas berkurban untuk keselamatan rumah-tangga kita.
Menunjukkan kebaikan hati itu harus kita lakukan kepada semua orang. Itu berarti tidak terbatas pada orang-orang tertentu saja, melainkan kepada semua orang, entah laki-laki atau perempuan, baik anak, remaja, pemuda, dewasa maupun lansia, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik mereka yang baik maupun yang tidak baik, baik yang benar maupun yang tidak benar, baik yang sesuku maupun yang tidak sesuku, baik yang sebangsa maupun yang tidak sebangsa, baik yang seiman maupun yang tidak seiman, baik yang seagama maupun yang tidak seagama, pendek kata kepada semua orang yang kita jumpai, setiap saat dalam kehidupan kita. Kita harus menyatakan kebaikan hati kita. Demikianlah sapaan gembala pada hari Minggu ini.
Teriring salam kasih,
Forum Pendeta
Minggu, 17 Desember 2017
TUHAN SUDAH DEKAT
Saudara, pada hari Minggu ini, 17 Desember 2017 kita memasuki Minggu adven yang ketiga. Dalam sapaan gembala kali ini kita merenungkan bagian dari Alkitab yang berbunyi: ”Tuhan sudah dekat!”, Filipi 4:5b
Semua orang harus tahu kebaikan hati kita (sapaan gembala Minggu yang lalu), erat kaitannya dengan pernyataan Tuhan sudah dekat. Sekarang ini kita sedang menantikan kedatangan Tuhan Yesus kembali ke dalam dunia ini, yang disebut dalam bahasa Yunani: parousia (=kedatangan kembali). Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, abad dan seterusnya, yang bergulir di depan kita, sesungguhnya semakin mendekatkan kita pada hari TUHAN. Kedatangan-Nya yang pertama dalam peristiwa yang kita kenal dengan “Natal”, adalah ketika Ia yang adalah Logos (Firman) Allah menjadi Manusia (=inkarnasi). Dalam kedatangan-Nya kembali, Ia bukan lagi sebagai Juruselamat yang berkurban, melainkan sebagai Hakim yang Mahakuasa, yang bagi-Nya tiada suatu perkara pun yang mustahil, yang Mahaadil, yang akan menghakimi setiap manusia menurut perbuatannya dan yang Mahakasih, yang di dalam kasih-Nya akan menganugerahkan kehidupan yang kekal kepada umat-Nya. Pada waktu Ia datang kembali, Ia akan menjadikan langit yang baru dan bumi yang baru, Ia akan mengaruniakan kepada umat-Nya kesempurnaan kehidupan yang kekal dan Ia akan mengubah tubuh kita yang hina dan fana ini serupa dengan tubuh-Nya yang mulia dan kekal. Kita menantikan pengangkatan setiap kita sebagai anak-anak Allah.
TUHAN sudah dekat, artinya TUHAN sedang datang kembali dan hampir tiba. Ini penghayatan iman kita sebagai orang beriman. Pernyataan ini seringkali membawa pada pemahaman: waktu yang menjadi jarak antara kita dengan TUHAN itu pendek saja. Mungkin bisa sehari lagi, mungkin seminggu lagi, mungkin sebulan lagi, mungkin setahun lagi, mungkin seabad lagi atau seribu tahun lagi. Padahal pemahaman waktu tersebut, hanya ada dalam kehidupan kita yang masih terikat dengan waktu dan dunia fana. Sementara Tuhan Yesus Kristus adalah Tuhan Yang Kekal, mengatasi segala waktu, Dialah Alpha dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir (Wahyu 1:8). Segala sesuatu diciptakan di dalam Dia, dicipta ulang juga di dalam Dia dan akhir segala sesuatu bertujuan di dalam Dia.
Tuhan sudah dekat, Tuhan pasti datang kembali, membawa umat-nya memasuki rumah Bapa kita yang kekal, yang kita sebut dengan surga, langit yang baru dan bumi yang baru. Kapan waktunya? Demikianlah firman-Nya: ”Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikatmalaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.” (Mrk 13:32). Jadi, jangan sok tahu kapan kiamat akan terjadi, hal itu hanya rahasia TUHAN Allah, Bapa kita. Tuhan Yesus dalam kapasitasnya sebagai Anak Manusia, yang akan diutus kembali sebagai Hakim pun tidak tahu. Pendek kata jangan merasa lebih pintar dari Tuhan Yesus Kristus sendiri, demikianlah pendapat Gereja mainstream, seperti kita ini.
Hal lain yang harus kita perhatikan adalah waktu hidup kita juga dibatasi oleh Tuhan Yesus Kristus. Alkitab mengatakan waktu kita hidup di dunia ini bersifat sementara, 70 tahun sampai 80 tahun. Harihari kehidupan kita di dunia ini seperti bayang-bayang saja, begitu cepat berlalu, sebab bagi TUHAN seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Tiada yang kekal di dunia ini, tetapi sebagai umat percaya, kita sedang berjalan menuju ke Kanaan Surgawi. Di sanalah tempat kita yang permanen dan kekal.
Tuhan sudah dekat! Inilah kesempatan yang dianugerahkan oleh Tuhan Yesus Kristus, sekali dan tidak terulang lagi untuk selamanya. Sebagai akhir dari perenungan ini saya akan memperdengarkan Firman nubuatan Tuhan Yesus Kristus dalam Mat 7:23 yg berbunyi: ”Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Pengenalan Tuhan atas kehidupan kita yang dimaksudkan di sini adalah Tuhan melihat kehidupan kita yang saleh (taat) dan setia kepadaNya sampai kita mati. Ya, hanya itulah yang TUHAN kehendaki. Demikianlah sapaan gembala pada hari Minggu ini.
Teriring salam kasih,
Forum Pendeta
Minggu, 24 Desember 2017
ADVEN KE-EMPAT
Saudara, pada hari Minggu ini tanggal 24 Desember 2017, kita memasuki Minggu Adven yang ke empat. Dengan mengutip nubuatan Raja Mesianis yang datang dari ALLAH sendiri, namanya disebutkan orang: “Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” (Yes 9:5). Secara positif, nabi Yesaya melukiskan keadaan hari kemudian yang gilang gemilang, yang belum pernah dialami oleh umat Israel, yaitu zaman penuh dengan damai sejahtera. Hal ini bukanlah dicapai dengan jalan kekerasan, melainkan disebabkan oleh kelahiran “seorang anak laki-laki yang dianugerahkan TUHAN untuk kita. Raja Mesianis yang datang dari ALLAH ini berbeda daripada seorang raja duniawi biasa.
Anak itu datang dengan kemuliaan dan “lambang pemerintahan ada atas bahunya”. Hal ini berarti bahwa kuasa dan wibawa untuk memerintah bukanlah merupakan suatu hasil rampasan dari para musuhnya melainkan sesuai kakekatnya yang Ilahi. Dialah yang menjadi “Tuan dari segala yang dipertuan” dan “Raja di atas segala raja”
Nabi Yesaya melukiskan “nama” Anak itu dengan beberapa sebutan yang menunjukkan kepada hakekat dan tugas panggilan Anak itu. Yesaya memakai empat macam sebutan yang masing-masing melukiskan hikmat, kuasa, pemeliharaan dan kesejahteraan. Sebutan-sebutan ini nyatalah bahwa lambang pemerintahan yang ada di atas bahunya itu bukanlah dari dunia ini, melainkan dari surga, bersifat Ilahi.
Keempat sebutan itu ialah: Penasehat Ajaib, Raja Mesianis akan dipenuhi roh hikmat yang melebihi segala kebijaksanaan manusia. Kuasa dan pertuanan yang dimiliki itu dikendalikan oleh Hikmat itu, sehingga senantiasa mencapai tujuannya yang mulia. Di dalam rencana-rencananya dan nasehat-nasehatnya sungguh ajaib dan tiada taranya di antara manusia. Dia adalah Hikmat itu sendiri yang diutus oleh TUHAN, Allah Bapa untuk melaksanakan karya penyelamatan Allah.
Allah yang Perkasa, di sini dinyatakan dengan terus terang bahwa dia mempunyai hakekat Ilahi. Dia digambarkan sebagai seorang pahlawan yang gagah perkasa dan menang di dalam pertempuran. Tiada musuh yang dapat menandinginya, baik Iblis (bahasa Yunaninya, ho diabolos, makhluk tunggal), roh-roh jahat (bahasa Yunaninya, daimonia) yang jumlahnya bisa ribuan atau jutaan maupun orang-orang fasik, yang menjadi kaki dan tangannya. Semuanya ditundukkan di bawah kuasa dan wibawanya. Tugas dan panggilan Anak itu adalah perjuangan yang mahahebat melawan musuh-musuh yang kuat untuk keselamatan dan kebahagiaan umatnya. Perjuangan Ilahi yang demikian dahsyatnya itu dapat dilaksanakan di dalam diri Sang Mesias, Yesus Kristus.
Bapa yang Kekal, Aspek ke-tiga dan ke-empat menunjukkan sifat pemerintahan dan hubungan dengan umatnya. Dia akan memerintah seperti seorang Bapa terhadap anak-anaknya. Pemerintahannya didasarkan atas kasih seorang Bapa, maka Dia akan memelihara dan memberkati untuk waktu yang tidak terbatas lamanya.
Raja Damai, pemerintahan dan pemeliharaannya akan mengakibatkan adanya kesejahteraan yang sempurna. Tidak hanya umatnya terlepas dari bahaya perang, melainkan mereka juga menikmati berkat yang berkelimpahan dan kebahagiaan serta kesukacitaan yang sempurna, mereka dapat hidup dalam suasana dan hubungan yang harmonis, baik dalam hubungannya dengan TUHAN maupun juga dengan sesamanya manusia. Inilah yang merupakan puncak dari segala aspek yang dinyatakan di dalam ayat ini. Kerajaan Damai (bahasa Ibraninya: Shalom) ini adalah untuk segala bangsa. Demikianlah bunyinya Lukas 2:14, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya.”
Latar belakang kata shalom, jikalau bangsa dan negara berada dalam persatuan, tidak terpecah dan terkotak, maka bangsa dan negara berada dalam shalom, yang berarti keutuhan. Jikalau dua pihak saling memulihkan hubungan setelah beberapa waktu terputus, maka dikatakan kedua pihak terdapat shalom yang artinya keselarasan. Jika panen berhasil dan setiap orang tercukupi kebutuhan hidupnya, maka disebutlah rakyat hidup dalam shalom yang berarti damai sejahtera. Jika suatu perjalanan telah kita lewati dengan baik, tanpa gangguan dan kecelakaan, maka kita telah mendapat shalom, yang artinya selamat.
Yesus Kristus disebut dengan Raja Damai. Dengan kelahiran Yesus (Natal), maka dimulailah suatu zaman baru di mana Allah bersedia memulihkan kembali hubungan dengan manusia. Situasi dan kondisi damai antara manusia dengan Allah menghasilkan juga situasi dan kondisi damai di antara manusia. Manusia berada dalam perubahan dan pembaruan yang berlangsung terus sampai menjadi semprurna sama seperti BAPA. (Mat. 5:48). Damai sejahtera bukan turun begitu saja dari langit. Ia harus diperjuangkan dengan itikad baik dan benar. Itulah panggilan tugas kristiani yang diberikan Allah kepada gereja-Nya. Damai sejahtera harus diperjuangkan, kalau tidak diperjuangkan, orang menjadi sinis dan gereja menjadi ibarat nabi palsu yang oleh nabi Yeremia diejek: “Mereka mengobati luka umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera.” (Yer. 6:14).
Demikianlah sapaan gembala dalam Minggu adven ke-empat ini, yang akan kita lanjutkan dalam sapaan gembala Minggu depan, 31 Desember 2017 dengan menggambil tema tentang Natal.
Teriring salam kasih,
Forum Pendeta
Minggu, 31 Desember 2017
NATAL
Tanggal 25 Desember yang lalu, kita baru saja merayakan dan memperingati hari lahir Juru selamat kita, Yesus Kristus, yang biasa kita sebut dengan hari raya Natal. Benarkah Yesus Kristus lahir pada tanggal itu? Beginilah ceritanya, bahwa hari raya Natal lama sekali tidak dikenal oleh Gereja. Sebabnya ialah karena jemaat-jemaat purba tidak suka merayakan hari ulang tahun. Perayaan hari ulang tahun adalah kebiasaan bangsa yang tidak mengenal Allah. Dalam seluruh Perjanjian Baru tidak pernah kita membaca tentang anggota-anggota Jemaat atau orang-orang Kristen yang merayakan hari ulang tahun mereka. Hanya orang-orang kafir saja, seperti Herodes (Mat. 14:6), yang berbuat demikian. Itulah yang antara lain menyebabkan sampai sekarang kita tidak tahu dengan pasti pada saat (hari dan bulan) manakah Yesus Kristus dilahirkan, ketika Kirenius menjadi wali negeri di Siria (Luk.2:2).
Pada abad ke-4, ada upaya inkulturasi gereja-gereja di Eropa (dimulai dari Kota Roma), yang mengubah perayaan untuk memperingati kelahiran dewa matahari menjadi peringatan dan perayaan kelahiran Yesus Kristus, Sang Matahari Sejati, sebagaimana dikisahkan dalam injil menurut Lukas 1:78-79 yang demikian bunyinya, “oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.” Gereja mau memberikan pemahaman baru dengan merayakan hari Kejadian (=Natal) Kristus pada hari yang sama dan memproklamasikan-Nya sebagai Terang baru dan satu-satunya Matahari yang benar. Ialah Sol Iustitiae, Matahari Kebenaran, yang dinubuatkan nabi Maleakhi 4:2 yang demikian bunyinya, “Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang. Dengan proklamasi ini Gereja mau mengundang mereka yang belum mengenal Allah untuk dapat hidup dalam Sang Matahari Kebenaran.
Apakah dalam Natal ini kita semua telah mengalami terang Kristus yang sungguh-sungguh menerangi hingga sisi-sisi terdalam dan tergelap dalam kehidupan kita? Jangan biarkan momen ini berlalu begitu saja dalam kehidupan kita, menjadi sekedar seremoni atau perayaan belaka. Mari sediakan hidup kita, buka hidup kita selebar-lebarnya agar terang dan kehangatan Sang Surya Kebenaran menguasai perjalanan kehidupan kita ke depan, memasuki tahun yang baru, tahun 2018. Tuhan Yesus memberkati kita semua.
Teriring salam kasih,
Forum Gembala