
BERSAMA MENUNJUKKAN PERTOBATAN
(Matius 3:1–12)
Memasuki Minggu advent yang ke dua, kita diajak untuk bersama menunjukkan pertobatan. Pertobatan bukan hanya sebuah perenungan, tetapi juga wujud nyata melalui buah yang dihasilkan. Yohanes Pembaptis tampil dengan keberanian, menyampaikan pesan dalam Matius 3:2 “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”. Dalam bahasa aslinya, “bertobat” metanoia, berarti berubah pikiran, berbalik arah, meninggalkan kehidupan lama menuju jalan baru yang dikehendaki Allah.
Ketika Yohanes menyampaikan seruan pertobatan, banyak orang datang, mengaku dosa, lalu dibaptis. Tetapi ketika berbicara soal pertobatan, apakah cukup hanya dengan baptisan? Yohanes Pembaptis mengungkapkan tidak cukup. Ia menegaskan: “Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan!” (ayat 8).
Artinya, pertobatan bukan sekadar ritual; bukan sekadar merasa bersalah; bukan sekadar datang ke gereja. Pertobatan harus terlihat dalam buah, yaitu perubahan nyata dalam sikap, karakter, dan tindakan.
Panggilan pertobatan bukan hanya untuk pribadi, tetapi panggilan bagi kita sebagai umat Tuhan, sebagai satu tubuh Kristus, untuk bersama-sama menunjukkan perubahan hidup yang nyata. Mari kita menjawab seruan pertobatan itu bukan hanya secara pribadi, tetapi sebagai komunitas. Nyatakanlah buah pertobatan dengan hidup yang berubah, dengan tindakan yang nyata, dengan kasih yang terlihat, dan dengan Roh Kudus yang memampukan kita.
Ariesta
BERSAMA MEWARTAKAN PEMULIHAN DAN SUKACITA
Lilin Adven ketiga berwarna merah muda dan melambangkan sukacita, dikenal juga sebagai “Minggu Gaudete” (dari bahasa Latin yang berarti “bersukacitalah”). Warna merah muda ini berbeda dari lilin ungu di minggu-minggu sebelumnya, menandakan bahwa Natal sudah semakin dekat dan umat diajak untuk bersukacita atas kedatangan Kristus.
Secara khusus Minggu Adven 3 ini mengambil tema: “Bersama Mewartakan Pemulihan dan Sukacita”. Kita sadar bahwa kehidupan yang kita jalani ini tidaklah semakin mudah, namun justru sebaliknya. Ada banyak krisis terjadi di sana sini; perang antar bangsa-perang antar saudara; intoleransi dan ujaran kebencian; keterpurukan ekonomi; sakit penyakit; korupsi, bencana, dan juga keadilan yang dipertanyakan.
Apa yang bisa kita lakukan selaku umat Tuhan? Ya…! Selama kita masih punya TUHAN maka kita masih punya pengharapan. Kita meyakini bahwa Allah terus berkarya dalam kehidupan kita untuk mendatangkan kebaikan bagi umat-Nya.
Umat percaya tidak anti penderitaan, dan juga tidak imun terhadap penderitaan. Justru melalui setiap penderitaan yang terjadi, kita melihat dan mau belajar bahkan mengakui pemeliharaan Allah yang tetap konsisten hadir dalam kondisi terberat sekalipun. Dengan cara ini umat mampu menjalani kehidupan dengan penuh sukacita dan pengharapan, seraya menantikan pemulihan dari Tuhan.
Mari kita merenungkan dan menghayati Firman Tuhan di Minggu Adven ke-3 ini dalam ibadah Minggu, 14 Desember 2025. Tuhan merindukan kehadiran kita semua, dan memanggil kita untuk turut serta mewartakan pengharapan dan sukacita … Amin.
Handoko
BERSAMA BERJALAN DALAM PENYERTAAN TUHAN
Matius 1:18-25
Minggu Adven keempat menandai puncak penantian kita akan kelahiran Kristus. Namun sebelum sukacita Natal benar-benar tiba, Firman Tuhan dalam Matius 1:18-25 mengajak kita melihat momen yang dipenuhi kebingungan dan keraguan mendalam. Seorang pria saleh bernama Yusuf yang hidupnya mendadak jungkir balik karena sebuah kabar yang melampaui nalar. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menginginkan kepastian. Kita merencanakan karier, menyusun anggaran dengan teliti, dan selalu menuntut solusi yang masuk akal atas setiap masalah yang muncul. Mungkin keinginan akan kepastian membuat kita cenderung terjebak dalam rasa aman semu yang dibangun di atas logika manusiawi. Padahal, tak jarang hidup membawa kita ke titik yang dialami Yusuf: sebuah kejutan situasi yang terasa tidak adil, memalukan, atau melanggar semua prinsip logika yang kita pegang teguh selama ini. Saat itulah, kita dihadapkan pada persimpangan sulit untuk terus bertahan pada nalar sendiri atau berani percaya pada rencana Allah yang jauh lebih besar.
Bagi Yusuf, kehamilan Maria bukan sekadar masalah perasaan, melainkan krisis pribadi dan publik yang sangat serius. Sesuai hukum Taurat dan logika pada masa itu, Maria dianggap bersalah, dan tindakan paling “adil” bagi Yusuf -yang disebut Alkitab sebagai orang benar- adalah menceraikannya secara diam-diam demi menjaga martabat kedua belah pihak. Ini adalah bentuk logika manusia yang hanya didasarkan pada fakta-fakta yang terlihat di permukaan. Namun, Allah melakukan intervensi melalui mimpi untuk mengungkapkan rencana-Nya. Sebuah kebenaran yang melampaui batas nalar bahwa anak tersebut berasal dari Roh Kudus. Jalan ini terasa tidak masuk akal karena mengharuskan Yusuf menanggung aib sosial. Tetapi inilah jalan yang ditentukan Allah untuk menggenapi nubuat keselamatan dan membebaskan umat manusia dari dosa. Yusuf memberikan respons yang luar biasa melalui ketaatan dengan segera meninggalkan logikanya, mengambil Maria sebagai istrinya, dan melindungi rencana Imanuel tanpa menuntut bukti tambahan atau menunda-nunda.
Pesan utama bagi kita dalam masa Adven ini adalah bahwa Imanuel—Allah yang menyertai kita—menuntut keberanian untuk taat, bahkan ketika cara-Nya bekerja terasa aneh atau tidak sesuai dengan perhitungan untung-rugi kita. Mungkin terkadang kita menyaring kehendak Tuhan melalui filter kenyamanan pribadi dan hanya mau “berjalan bersama-Nya” jika jalannya lurus serta mulus. Namun, kisah Yusuf mengajarkan bahwa penyertaan Tuhan seringkali justru dimulai dengan perpisahan dari logika diri kita sendiri. Kita dipanggil untuk meniru iman Yusuf: ketika kehendak Tuhan menantang nalar, kita diajak untuk melawan ketakutan akan penilaian dunia. Teruslah membangun ketaatan, karena hanya di dalam ketaatan itulah kita menjadi bagian dari karya terbesar Allah, sehingga Imanuel benar-benar menjadi realitas hidup yang nyata, bukan sekadar janji yang tertulis.
Arnold
BERJALAN DALAM KASIH TUHAN
Perjalanan iman merupakan sebuah proses untuk menemukan cinta kasih Tuhan dalam kehidupan ini. Kita dapat melihat bagaimana Tuhan membentuk iman sebuah bangsa melalui sebuah perjalanan. Kisah keluarnya bangsa Israel dari tanah perbudakan (Mesir) menuju tanah perjanjian (Kanaan) ialah sebuah contoh bagaimana Tuhan membentuk iman melalui perjalanan. Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, dan Yosua mengisahkan betapa sulitnya manusia memahami cinta Tuhan dalam kehidupan. Tetapi kisah dalam kitab-kitab tersebut menampilkan bahwa Tuhan tetap setia memberi cintaNya untuk membentuk iman bangsa Israel. Tuhan dengan aktif terus berdialog dengan ciptaanNya melalui perantara nabi Musa dan Yosua. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan bangsa Israel dalam naungan kasih-Nya. Bangsa Israel yang bebal dan tegar tengkuk itu tetap berjalan dalam naungan kasih Tuhan yang menuntun mereka menuju tanah perjanjian. Kesadaran akan kesetiaan Tuhan inilah yang membentuk iman bangsa Israel kepada Tuhan.
Tuhan membentuk iman yang kita miliki juga melalui sebuah perjalanan dalam kehidupan ini. Perjalanan yang tidak mudah, kadang kita menemukan kesulitan hidup, tanjakan yang curam, jalan yang rusak, dan jalan yang penuh belokan. Dalam menghadapi realita tersebut kadang ada godaan untuk meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada yang lain. Mengapa godaan untuk meninggalkan Tuhan dapat muncul ketika menjalani perjalanan yang sulit? Hal itu dikarenakan kita tidak dapat merasakan cinta kasih Tuhan yang menjadi teman perjalanan kita. Kita berjalan menggunakan kemampuan sendiri tanpa melibatkan Tuhan yang memberi kekuatan bagi kita. Bagaimana kita dapat melawan godaan yang muncul dan membuat kita ingin meninggalkan Tuhan?
Penulis Mazmur 121 : 1-8 akan membantu kita untuk dapat melawan godaan yang muncul saat menjalani perjalanan kehidupan. Pemazmur mengawali refleksi imannya dengan menyatakan: Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN. Pernyataan pemazmur tersebut ingin mempertegas bahwa dalam penghayatan imannya. Tuhan yang ia percaya lebih besar dari allah-allah lain. Orang banyak tergoda untuk mencari allah lain di gunung, laut, dan hutan untuk menolong dalam perjalanan hidup mereka. Tetapi, pemazmur dengan tegas menyatakan hanya melalui Tuhan saja datang pertolongan. Kesadaran pemazmur ini muncul akibat pengalaman imannya yang berjalan bersama Tuhan. Pemazmur juga menyatakan TUHANlah Penjagamu, TUHANlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa hanya di dalam Tuhan saja kita dapat melewati jalan yang sulit. Melalui perjalanan yang sulit itulah iman kita semakin dibentuk dan kita semakin menyadari kehadiran Tuhan dalam kehidupan ini sehingga kita mampu mengucapkan pengakuan iman seperti pemazmur katakan.
Perjalanan iman ternyata bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilalui, di dalamnya kita akan merasa lelah, bosan, takut, putus asa, dan ingin berhenti. Kini yang perlu disadari ialah bahwa dalam perjalanan yang sulit itu kita tidak pernah Tuhan tinggalkan. Kita berjalan dalam kasih Tuhan yang membentuk iman kita kepadanya. Teruslah berjalan dalam kasih Tuhan karena Ia adalah Allah yang setia yang akan selalu bersama dengan kita.
Forum Pendeta



