Februari 2020
Minggu, 2 Februari 2020
IBADAH: KINI DAN NANTI (AKU PERCAYA)
“ENGKAU ADALAH MESIAS, ANAK ALLAH YANG HIDUP (MATIUS 16:16)
Berbagai kebiasaan dilakukan manusia untuk memelihara hidupnya. Satu dari sekian banyak kebiasaan itu, misalnya sikat gigi. Siapa yang tidak pernah bosan menggosok gigi 2 atau 3 kali sehari? Tetapi hampir semua orang terus melakukan kegiatan itu karena mereka tahu itu akan menjaga kesehatan gigi, mulut dan tubuh mereka. Pengakuan Iman dan Doa Syafaat juga menjadi bagian tidak terpisahkan dalam liturgi. Pelayan Liturgi akan mengawali dengan: “Bersama dengan Gereja di segala abad dan tempat……” (tanpa dengan berdiri tegak) dimulailah ritual Pengakuan Iman. Pengakuan Iman ini penting! Sekalipun banyak orang yang melakukan dengan ogah-ogahan. Pengakuan memberikan identitas dan keyakinan dalam hidup manusia. Baik untuk diri sendiri maupun untuk dunia di sekitar mereka. Demikian halnya dengan Pengakuan Iman dalam kehidupan orang percaya. Perjumpaan dengan Kristus membawa manusia kepada pengakuan yang penting yang harus mereka pilih. Pertanyaan: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (Matius 16:15). Petrus menjawab pertanyaan itu dan berkata: “Engkau adalah Mesias (Yun. Kristos = Yang Diurapi), Anak Allah yang hidup! (Mat. 16:16). Jawaban Petrus adalah pengakuan iman dari pengikut Kristus. Bisa jadi Petrus adalah pengikut Kristus yang pertama kali mengikrarkan pengakuan iman. Apa yang Saudara rasakan saat mengikrarkan Pengakuan Iman? Siapakah Yesus bagi Saudara?
Pengakuan Iman gereja pada awalnya berpusat pada Kristus. Misalnya, “Yesus adalah Tuhan” (Yun. Kurios = Yang memiliki atau yang berhak ditaati). Dalam perkembangannya pengakuan percaya ditambah dengan pokok tentang Allah Bapa, dan Allah Roh. Begitulah pada tahun 150, orang yang akan dibaptis mengucapkan pengakuan iman yang disebut Pengakuan Iman Roma (Symbolum Romanum) yang berbunyi: “Aku percaya kepada Allah – Bapa – yang Mahakuasa; dan kepada Kristus Yesus – Anak-Nya yang tunggal – Tuhan kita; dan kepada Roh Kudus – Gereja Kudus – kebangkitan daging.” Pengakuan Iman Rasuli (Apostolikum atau Symbolum Apostolikum) sebagaimana yang kita kenal sekarang disusun mulai abad ke IV sampai abad X. Apostolikum merupakan pengakuan percaya yang paling ekumenis karena hampir digunakan oleh semua gereja. Selain itu ada juga Pengakuan Iman Nicea – Konstantinopel yang juga ekumenis. Niceanum dirumuskan di Nicea pada tahun 325, diperbaiki di Konstantinopel pada tahun 381. Dan dirumuskan ulang di Kalsedon pada tahun 451. Pengakuan Iman Nicea sangat kaya dalam rumusan Kristologi. Pengakuan Iman yang juga diakui oleh GKI dan juga bersifat ekumenis yaitu Pengakuan Iman Athanasius. Pengakuan iman ini sangat kuat dalam penjelasan akan Trinitas. Saat ini GKI juga telah menyusun Konfesi GKI. Konfesi GKI disusun berdasarkan kesadaran akan konteks dimana Gereja Kristen Indonesia berada, yaitu Indonesia. Semua Pengakuan Iman diikrarkan dalam ibadah secara bergantian (atau sesuai tahun gerejawi). Misalnya Pengakuan Iman Nicea – Kontanstinopel bisa digunakan bila ada pelayanan baptisan atau perjamuan kudus. Pengakuan Iman Athanasius digunakan pada Minggu Trinitas.
Pengakuan Iman pada satu sisi berfungsi untuk mengajar dan menjelaskan. Ia mengajar sebab umat perlu mengetahui apa yang mereka imani. Ia menjelaskan sebab orang luar bertanya tentang isi iman Kristen. Pada saat yang sama pengakuan iman memberikan identitas bagi pengikrarnya. Bagi orang percaya pengakuan iman ini juga memberi batasan dan penegasan terhadap ajaran yang menyimpang. Kita berkata: “Ini yang kami percayai!” Itu sebabnya rumusan sebuah pengakuan iman (atau credo= aku percaya) berkali-kali mengalami penambahan, pengurangan dan perubahan. (lih. Andar Ismael: Selamat Berbakti). Bagaimana dengan Saudara, apakah pengakuan iman yang Saudara ikrarkan menguatkan dan menyehatkan iman dan identitas Saudara?
Pengakuan Iman tidak selalu mudah dilakukan dan senantiasa mengundang resiko bagi pengikrarnya. Injil Matius 26 mencatat bagaimana murid-murid meninggalkan Tuhan Yesus ketika di taman Getsemani. Mereka menutupi identitasnya. Petrus menyangkal Tuhan Yesus sampai tiga kali. Bahkan ia mengutuk dan bersumpah: “Aku tidak kenal orang itu.” Dan pada saat itu berkokoklah ayam “(Mat. 26:74). Lalu menangislah ia (seorang beriman), menangis dalam penyesalan. Apakah kita pernah menutupi identitas kita sebagai pengikut Kristus dan bersembunyi karena takut dengan dunia? Berapa kali Saudara menyangkal Kristus dan menangis dalam penyesalan? Pengakuan Iman senantiasa mengajar, memanggil dan menegaskan identitas kita. Siapkah Saudara membayar harga dari iman yang Saudara ikrarkan? Selamat mengaku (bersambung).
Forum Pendeta
Minggu, 9 Februari 2020
LITURGI KEHIDUPAN SETIAP HARI
Umat yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, sampai saat ini penggunaan leksionari masih menjadi pergumulan bahkan perdebatan bagi banyak gereja dan jemaat. Alasan yang dikemukakan biasanya bersifat praktis. Misalnya waktu ibadah menjadi lebih panjang. Tidak semua bacaan (tiga (3) bacaan dan Mazmur) diuraikan dalam khotbah. Oleh sebab itu banyak cara ditempuh untuk mengakomodasi bacaan leksionari. Beberapa jemaat melakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga bisa memakai leksionari. Apa sebenarnya leksionari sehingga kita menggunakannya dalam ibadah Minggu kita? Leksionari adalah suatu kumpulan daftar bacaan Alkitab yang disusun dan ditujukan untuk memproklamasikan firman Tuhan. GKI menggunakan The Revised Common Lectionary (RCL) yang disusun oleh The Consultation on Common Texts. Penyusunan leksionari pada hakekatnya merupakan suatu upaya ekumenis dari berbagai denominasi gereja untuk mewujudkan keesaan gereja-gereja Tuhan yang dilandasi oleh pengalaman bersama dalam membaca Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Dengan menggunakan leksionari, berbagai gereja dari denominasi yang berbeda dapat menghayati kebersamaan dan keserasian sebagai tubuh Kristus.
Tujuan Penggunaan Leksionari:
a. Menyediakan pola umum (common pattern) dan keseragaman (uniform) dari kesaksian Alkitab bagi gereja-gereja dan denominasi yang terwujud dalam kalender gerejawi.
b. Menyediakan pedoman dalam penggunaan teks Alkitab yang dibaca setiap hari Minggu bagi penyelenggara ibadah (pf, pl, pemusik, dll) dan umat.
c. Sebagai petunjuk dan sumber bagi penyelenggara ibadah dari berbagai jemaat untuk berbagi sumber-sumber inspirasi dan ide-ide teologis dalam menyiapkan ibadah.
d. Sebagai sumber bagi mereka yang menerbitkan buku panduan khotbah-khotbah ekumenis dan berbagai buku liturgi.
e. Sebagai pembimbing untuk individu dan kelompok dalam membaca dan mempelajari Alkitab serta berdoa. Hal ini bisa dilakukan dengan mencantumkan daftar bacaan Alkitab untuk minggu berikutnya dalam warta jemaat, sehingga umat dapat mempersiapkan diri lebih dahulu.
f. Dengan menggunakan leksionari, pembacaan Alkitab dari minggu ke minggu berkaitan dan berkesinambungan sesuai dengan kalender gerejawi.
Apakah Saudara merasakan tujuan-tujuan di atas tercapai dalam hidup Saudara? Saudara semakin menghayati derap ekumenis dalam kehidupan bergereja di Indonesia. Saudara dapat mempersiapkan diri lebih baik karena tema, tujuan dan bacaan Alkitab sudah disampaikan satu minggu sebelumnya.
Pola Pembacaan Leksionari
Pola pembacaan leksionari adalah pola 3 tahun yaitu A, B, dan C. di mana tahun A berfokus untuk Injil Matius. Tahun B berfokus untuk Injil Markus. Dan tahun C berfokus pada Injil Lukas. Sedangkan Injil Yohanes dibaca setiap tahun khususnya dalam masa sekitar Natal, Pra-Paskah dan Paskah. Injil Yohanes juga akan lebih banyak dibaca pada tahun B yang berfokus pada Injil Markus. Sebab Injil Markus lebih singkat (hanya terdiri 16 pasal) dibandingkan Injil-Injil yang lain.
Manfaat Penggunaan Leksionari
1. Dengan menggunakan pembacaan leksionari, seorang pengkhotbah tidak lagi bertanyatanya, “Apa yang harus aku khotbahkan pada Minggu mendatang?” melainkan “Pesan apakah yang hendak Tuhan sampaikan kepada umat melalui pembacaan ayat-ayat Alkitab ini?” Pengkhotbah juga terhindar dari kecenderungan untuk hanya mengkhotbahkan perikopperikop favoritnya.
2. Dengan menggunakan leksionari terjadi keseimbangan dalam pemberitaan firman Tuhan. Daftar pembacaan Alkitab yang disediakan oleh RCL menyajikan teks-teks Alkitab secara seimbang antara Perjanjian Lama, Mazmur, Surat-surat dan Injil.
3. Dengan menggunakan leksionari, pengkhotbah dapat menemukan perspektif teologis yang baru dalam menggali teks atau ayat-ayat Alkitab daripada yang biasa telah dikhotbahkan.
4. Dengan menggunakan leksionari, seluruh elemen liturgi (nyanyian, doa, elemen visual dan dramatik dapat lebih berfokus pada tema.
Umat yang terkasih, diharapkan penggunaan leksionari membuat keseluruhan ibadah dapat bermanfaat secara maksimal bagi umat, pelayan ibadah dan keseluruhan proses yang menyertainya. Sehingga pertumbuhan dan kesukacitaan sungguh mewarnai setiap kita yang menghayati setiap bagian dari ibadah dengan kesungguhan hati dan kesadaran diri, lebih dari sekedar ritual dan rutinitas. Selamat berbahagia. (Buku Pedoman Liturgi)…..bersambung.
Forum Pendeta
Minggu, 16 Februari 2020
IBADAH: KINI DAN NANTI
(LEKSIONARI)
Umat yang dikasihi dan mengasihi Tuhan, penggunaan leksionari dapat menolong kita untuk memahami dan menghayati tahun gerejawi dengan lebih baik. Karena leksionari mengatur sedemikian rupa bacaan-bacaan setiap hari Minggu, baik pada Masa Raya Gerejawi maupun pada hari Minggu Biasa.
Leksionari Pada Masa Raya Gerejawi
Leksionari pada masa raya gerejawi secara khusus mempersaksikan peristiwa-peristiwa Tuhan Yesus dan karya-karya-Nya, sehingga umat dapat memahami makna peristiwa-peristiwa kehidupan Kristus yaitu: kelahiran, kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya serta karya penebusan-Nya. Karena leksionari pada masa raya gerejawi menceritakan apa yang telah Allah lakukan kepada kita, maka masa itu disebut juga dengan masa pengisahan (“Narrative Time”). Pada masa hari raya gerejawi tersebut seluruh pembacaan menempatkan Kitab Injil sebagai pusat atau fokus utama dari seluruh pemberitaan firman. Perjanjian Lama dan Mazmur ditempatkan sebagai bacaan pilihan yang sepadan/setara dengan Kitab Injil. Prinsip ini mengikuti pandangan Irenius yang menyatakan bahwa dua (2) bagian dari Alkitab yaitu PL dan PB pada hakekatnya merupakan suatu satu kesatuan yang saling melengkapi. Kesatuan bagian dan makna dari PL dan PB tersebut karena PL memiliki dua makna yang saling berkaitan yaitu, Perjanjian Lama menunjuk kepada karya dan pernyataan Allah dalam kehidupan sejarah umat Israel, tetapi juga sekaligus menunjuk kepada nubuat Kristus dan gereja-Nya sebagai perwujudan Israel baru.
Dalam pola hermeneutic Leksionari, pada masa raya gerejawi terdapat jalinan ide (benang merah) teologis yang saling mendukung dan saling melengkapi. Sebagai contoh: Minggu Pra-Paskah IV bacaannya terdiri dari: Yosua 5: 9-12, Mazmur 32, 2 Korintus 5: 16-21 dan Injil Lukas 15:1-3, 11b-32. Kisah Anak yang Hilang di dalam Lukas 15 dalam RCL (The Revised Common Lectionary) sengaja dihubungkan dengan Yosua 5:9-12. Teks tsb mengisahkan Allah yang telah berkenan menghapus cela Israel, yaitu meniadakan status perbudakan Mesir secara final terhadap umat Israel, sehingga umat Israel dipulihkan sebagai umat kepunyaan Allah. Pemahaman teologi ini sesuai dengan pesan yang ada dalam Mazmur 32 (Antar Bacaan) yang menyatakan: “Berbahagialah mereka yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya.” Selanjutnya diikuti oleh 2 Korintus 5:15-21 (Bacaan II), yaitu bahwa di dalam Kristus telah terbuka transformasi kehidupan sebagai ciptaan baru, karena Allah dalam Kristus pada hakekatnya telah mendamaikan kita dengan diri-Nya. Penafsiran dari masing-masing teks Alkitab yang disediakan oleh RCL tersebut dapat memberikan perspektif teologis dan pencerahan yang lebih baru dan lebih luas. Dibandingkan jikalau kita hanya menafsirkan teks Kisah Anak yang Hilang dari Injil Lukas 15. Sehingga sangatlah jelas bahwa tema utama dari Minggu Pra-Paskah (Minggu Puasa) IV tersebut merupakan manifestasi dari rekonsiliasi dan tindakan pengampunan Allah yang berkenan menghapus dosa-dosa kita dengan kuasa anugerah-Nya.
Pemahaman teologis ini memberi pengajaran gerejawi lebih sehat untuk mencegah jemaat dari sikap individualistik dalam relasinya dengan Tuhan; tetapi juga dengan serius memperhatikan makna pendamaian dengan sesama. Mari kita bandingkan dengan pengajaran Tuhan Yesus dalam doa Bapa Kami yaitu: “ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:12).
Leksionari Pada Hari Minggu Biasa
Berbeda dari Masa Raya Gerejawi yang merupakan masa pengisahan (Narrative Time), maka melalui pembacaan leksionari dalam Masa Minggu Biasa (Ordinary Time), kita diajak untuk memberi respon terhadap karya keselamatan Allah yang telah dikisahkan. Pada masa minggu biasa yang dimulai setelah Minggu Pentakosta, RCL memberi kita dua alternatif bacaan untuk PL dan Mazmur. Alternatif pertama disebut dengan semi-sinambung (semi continous), dimana bahan bacaan pertama (Perjanjian Lama) diambil dari sebuah Kitab yang dibacakan secara berkesinambungan dari minggu ke minggu. Alternatif kedua disebut dengan komplementer (complementery), di mana bahan bacaan pertama (Perjanjian Lama) dipilih dari perikop yang berhubungan erat dengan bacaan dari Injil.
Sementara itu Mazmur sebagai Antar Bacaan yang dipakai juga berbeda, karena dipilih yang paling tepat untuk merespon Bacaan Pertama. Bagaimana selama ini Saudara menghayati setiap Bacaan Alkitab dalam ibadah? Apakah Saudara menemukan makna dan penghayatan yang lebih mendalam? Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk senantiasa hidup dalam kebenaran Firman Tuhan…….(bersambung). (sumber: buku pedoman liturgi).
Forum Pendeta
Minggu, 23 Februari 2020
LITURGI: KINI DAN NANTI (PERSEMBAHAN)
“Karena itu Saudara-saudaraku, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1).
Jemaat yang terkasih, ordo ketiga dari Liturgi Minggu berisi pengucapan syukur (thanksgiving) atas karya penebusan Kristus. Komponennya adalah Persembahan dan Perjamuan Kudus. Keduanya berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan dengan dengan Ordo Pelayanan Firman. Persembahan adalah respon gereja/jemaat terhadap pemberitaan firman, sedangkan Perjamuan Kudus adalah Firman yang dinyatakan (visible word) setelah diberitakan dan merupakan perayaan pengucapan syukur atas karya penebusan Kristus; baik hidup-Nya, kematian-Nya, maupun kebangkitan-Nya.
Jemaat yang dikasihi Tuhan, persembahan berasal dari kata collekta (dari bahasa Latin) yang berarti sumbangan untuk makan bersama, pengumpulan, rapat atau sidang. Istilah yang sama dalam tradisi liturgi dipakai juga untuk menunjuk pada persekutuan beriman yang terbentuk sebagai satu kelompok doa di suatu tempat (gereja). Maka collekta dalam arti pengumpulan uang persembahan mempunyai hubungan erat dengan persatuan persaudaraan dan dengan doa. Kolekte tidak hanya sekedar memberikan sesuatu dari diri sendiri kepada orang lain, melainkan juga mempererat persatuan dan persaudaraan antara kita yang menerima kolekte. Pemberian kolekte diwarnai oleh doa syukur atas anugerah yang telah kita terima dan atas kesempatan untuk berbuat baik dengan meneruskan anugerah itu kepada sesama yang membutuhkannya. Inilah makna liturgi penting dari kolekte: bersama-sama mengumpulkan sesuatu untuk kepentingan banyak orang. Bila persembahan dimaknai sebagai ungkapan syukur atas anugerah yang telah kita terima, maka persembahan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Di dalamnya nyata betapa kita bersyukur atas anugerah yang telah kita terima dalam hidup kita. Hal ini nyata dari pengungkapan kita: telah dipersiapkan dengan baik (bukan asal), memberikan yang terbaik (kualitas dan kuantitas), sehingga semua persembahan yang kita persembahkan layak dan pantas dihadapan Allah dan juga sesama. Dengan demikian tidak ada persembahan diri, waktu dan harta yang dibawa dengan sembrono.
Jemaat yang dikasihi Tuhan, pengumpulan persembahan disertai dengan Nyanyian Kolekte yang bersifat proprium, yakni boleh dinyanyikan boleh juga tidak. Kolekte mengawali Liturgi Meja, dan merupakan persiapan pengucapan syukur dan perjamuan. Persembahan itu terdiri dari roti dan anggur (primer), dan dapat juga berupa uang, bunga, hasil bumi atau lainnya (sekunder). Pada abad-abad pertama, ketika umat beribadah pada hari Minggu, mereka membawa roti dan anggur masing-masing sebagai bentuk persembahan. Sebagian disisihkan oleh diaken untuk dipakai dalam Perjamuan Kudus. Setelah pemberitaan Firman, diaken membawa masuk roti dan anggur untuk ditaruh di meja perjamuan. Roti dan anggur adalah makanan dan minuman sehari-hari, adalah representasi dari persembahan yang hidup oleh umat untuk melayani Kristus (Roma 12:1). Pada saat yang sama umat mengungkapkan: “dari pada-Mulah segala-galanya, dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan pada-Mu” (1 Tawarikh 29:14). Setelah ibadah selesai roti dan anggur yang tidak dipakai pada Perjamuan Kudus akan dibagikan kepada orang miskin.
Dewasa ini, persembahan umat tidak lagi berbentuk roti dan air anggur, melainkan berbentuk uang. Untuk mengingatkan umat akan esensi persembahan yang sebenarnya, maka setelah pengumpulan kolekte, selain uang para petugas juga membawa secara simbolik roti dan air anggur ke meja perjamuan dalam sebuah prosesi. Itulah sebanya umat berdiri. Perjamuan kudus dimulai dengan Doa Syukur Agung. Struktur doa ini terdiri dari: Pengarahan Hati, Prefasi, Doa Bapa Kami dan Salam Damai. ……….(bersambung).
Sumber: Pedoman Liturgi.
Forum Pendeta