Minggu, 2 Januari 2022
MEMASUKI TAHUN BARU DALAM NAMA YESUS
Di mana Saudara bersama teman atau keluarga atau bahkan sendiri merayakan tahun baru? Pergantian tahun di 2021 ini masih diwarnai pembatasan bahkan larangan untuk mengadakan acara yang mengumpulkan banyak orang. Hal ini dilakukan karena pandemi Covid-19 yang masih belum mereda. Hadirnya varian baru, omicron menjadi ancaman baru bagi masyarakat untuk tetap waspada dan memperketat protokol kesehatan. Pilihan yang terbatas membuat kita menghayati pergantian tahun bukan lagi dalam pesta atau perayaan yang diwarnai kemeriahan dan pesta dalam berbagai bentuknya. Seperti tahun 2020 kita diajak untuk berkumpul bersama keluarga atau komunitas terbatas untuk merayakan pergantian tahun atau memasuki tahun baru. Bagi orang Kristen Tahun Baru memiliki makna yang berbeda dari apa yang selama ini dipahami.
Tahun baru yang selama ini dirayakan adalah tahun baru menurut kalender Gregorian, tanggal 1 Januari adalah perayaan Tahun Baru, warisan tradisi Kerajaan Roma, yang didedikasikan kepada dewa Janus, dewa permulaan dan akhir. Dewa Janus adalah dewa yang memiliki dua wajah, satu menghadap ke depan atau masa depan dan satu menghadap ke belakang atau masa lalu. Nama dewa Janus diabadikan dalam nama bulan dengan nama bulan Januari, sebagai permulaan tahun yang baru. Perayaan tahun baru, dalam perkembangannya kemudian dijadikan momen banyak orang untuk membuat resolusi. Dalam resolusi ini orang berjanji untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu daalam hidupnya, sehingga ada perbaikan atau perubahan dalam hidupnya, yang dilakukan secara sadar dengan sebuah tekat. Apa resolusi Saudara untuk tahun baru ini?
Gereja memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memahami dan menandai serta merayakan 1 Januari. Jika menilik tahun liturgi gerejawi, masa raya Natal di mulai dari Minggu Adven 1 sampai Minggu Epifania, tanggal 6 Januari. Pada hari ke delapan atau sepekan setelah Natal, gereja-gereja memperingati hari penyunatan dan pemberian nama untuk bayi Yesus. Inilah yang disebut Oktav Natal. Seperti yang dicatat dalam Injil Lukas 2:21: “Dan Ketika genap depan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.” Oktav Natal inilah, yang selalu jatuh pada tanggal 1 Januari, yang dirayakan, dihayati dan dimaknai oleh gereja. Bukan 1 Januari sebagai Tahun Baru menurut kalender Gregorian.
Pada Oktav Natal, seperti yang tertulis dalam Injil Lukas, kita menemukan dua makna penting:
- Tradisi sunat, yang merupakan tanda perjanjian Allah dan Abraham
- Pemberian nama, “…..Ia diberi nama Yesus…” yang dipahami sebagai “Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya…” (Matius 1:21).
Keduanya mengandung sikap dan perbuatan Allah yang menghiraukan manusia. Manusia yang yang senantiasa dicintai, dikasihi dan dihiraukan-Nya. Dalam nama Yesus, kita menemukan Allah yang menghiraukan atau mempedulikan kita, umat-Nya. Mari kita memasuki tahun baru dengan keyakinan, bahwa Allah yang kita rayakan kelahiran-Nya, dalam Natal adalah Allah yang memperhatikan kita. Apa yang terjadi di tahun baru dan hari-hari kedepan, kita tidak tahu. Satu hal yang kita tahu dan Imani, Allah mempedulikan kita. Selamat memasuki Tahun Baru 2022 bersama Tuhan Yesus. Amin.
Forum Pendeta
Minggu, 9 Januari 2022
MERANGKAI KEHIDUPAN
Ikébana (生花) adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana berasal dari Jepang tetapi telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa Jepang, Ikebana juga dikenal dengan istilah kadō (華道, ka, bunga; do, jalan kehidupan) yang lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.
Hidup adalah anugerah. Ungkapan yang sering diucapkan banyak orang. Apakah ini hanya sekedar ucapan atau tulisan? Hasilnya bisa dilihat dari apa yang orang kerjakan dalam hidupnya. Apabila ungkapan ini didasari dengan pemahaman, pengertian dan penghayatan maka hidup yang manusia jalani adalah hidup yang berkualitas dan bertanggung jawab. Hidup bukan hanya sekedar rangkaian peristiwa: lahir, anak-anak, remaja, dewasa, tua, mati, menikah, bekerja, sekolah, sakit, sehat, bekerja, suka, duka, kehilangan, mendapatkan dan banyak hal lain dalam hidup manusia. Hidup bukan hanya sekedar rangkaian kronologi yang setiap orang akan mengalami hal yang sama. Setiap orang adalah pribadi yang unik. Hal yang sama bisa terjadi dalam hidup hampir setiap orang, tetapi sikap, situasi, sambutan, perasaan adalah sesuatu yang berbeda. Sama-sama menghadapi kematian orang terkasih misalnya, perasaan dan sikap setiap orang akan berbeda. Sama-sama merayakan tahun baru, ternyata setiap orang juga menyikapinya secara berbeda.
Penulis Kitab Pengkotbah mengatakan: “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir” (Pengkotbah 3:11). Bila hidup adalah anugerah, maka kesadaran akan Sang Pemberi Anugerah harusnya senantiasa mewarnai setiap langkah hidup. Hal ini penting, agar kita tidak hanya terpaku, tertunduk dan seringkali tidak bisa mengerti bahkan marah karena tidak mampu mencerna semua yang terjadi menurut pikiran dan akal kita. Bila kesadaran bahwa setiap peristiwa tidak pernah berdiri sendiri dan Allah dalam Kristus senantiasa hadir dalam semua yang terjadi, kita akan menjadi pribadi-pribadi yang setia sampai akhir. Pribadi-pribadi yang mencari dan menemukan makna dari setiap hal yang terjadi dalam anugerah-Nya. Kita akan melihat Allah yang terus dan terus bekerja dalam kehidupan kita. Pekerjaan Allah yang membuat hidup kita indah pada waktunya.
Bila hal ini dapat kita lakukan, sekalipun dalam keterbatasan kita, maka ungkapan Maria yang berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38) akan menjadi senandung doa bagi banyak orang. Orang-orang yang menjalani hidupnya sebagai sebuah peziarahan iman dan bukan sekedar rangkaian peristiwa. Setiap peristiwa yang Tuhan Allah ijinkan terjadi akan menjadi kesempatan untuk berserah dan menemukan rencana dan pekerjaan Allah yang sedang dirangkai-Nya melalui hidup kita. Jalan kehidupan menjadi menarik dan menantang, bukan karena jalannya selalu halus dan mulus, tetapi karena adanya kelokan, jalan yang mendaki dan terjal, serta turunan curam yang membuat kita hati-hati. Sebagaimana ikebana adalah kado, mari kita syukuri apa yang Tuhan Yesus anugerahkan dalam hidup kita dan jalani hidup bersama Yesus, Sang Imanuel. Allah yang mendatangi kita. Allah yang menyertai kita. Allah yang peduli pada Saudara dan saya. Amin.
Forum Pendeta
Minggu, 16 Januari 2022
ALLAH TERUS BERKARYA
Kisah Inspiratif Polwan Kupang, Buka Posko Bencana di Rumah Sendiri. Kupang: Kecintaan mendalam terhadap para korban bencana yang juga terdampak Covid-19 membuat seorang polwan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, tersentuh hatinya. Ia rela menjadikan rumahnya sebagai posko kemanusiaan. Prihatin terhadap kondisi warga yang menjadi korban bencana badai Seroja beberapa waktu lalu membuat Bripka Hony Bait, seorang polwan yang bertugas di Ditlantas Polda NTT, rela menjadikan rumahnya sebagai posko kemanusiaan.
“Bersama sang suami, Joy Neno, yang juga merupakan anggota Polri, ia merelakan rumahnya untuk dijadikan posko anak-anak korban bencana yang sangat terdampak di tengah pandemi,” ujar Presenter Metro TV Aviani Malik dalam program Primetime News, Senin, 2 Agustus 2021. Tidak sekadar berkumpul dan mengajak anak-anak bermain, Bripka Hony selalu mengajarkan dan mengingatkan tentang pentingnya menjaga protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, Bripka Hony juga mengajak ibu-ibu yang terdampak bencana untuk membuat kue, memasak bersama, dan kemudian membagikannya kepada anak-anak (Putri Purnama Sari).
Berbagai kesuraman dalam kehidupan manusia seringkali tidak mudah dipahami, dimengerti, apalagi diterima. Tidak sedikit dari kita yang bahkan kecewa, marah dan menyerah. Tindakan yang lain adalah menggugat Tuhan. Tidak bisa mengerti, memahami, dan menerima mengapa Tuhan mengijinkan ini terjadi. Ini bisa dimengerti karena kesuraman bagaikan bencana yang datangnya tidak diundang. Tiba-tiba menyelimuti kehidupan dengan pekatnya kegelapan dan mengacaukan bahkan memporakporandakan semua hal.
Hidup senantiasa menyediakan pilihan, kisah Bripka Hony Bait dan suaminya, Joy Neno di atas menghadirkan sinar terang kasih Allah di tengah kesuraman badai Seroja dan pandemic Covid-19. Kisah ini meneguhkan keyakinan kita bahwa karya Allah dalam Kristus tidak pernah berhenti di tengah kesuraman dan kerapuhan manusia.
Kisah seorang perempuan yang selama 12 tahun mengalami sakit pendarahan dalam Injil Lukas 8: 43-48 menyajikan narasi tentang pilihan hidup di tengah pekatnya kesuraman dalam hidup. Perempuan ini (dan tentu saja keluarganya) telah berusaha mendapatkan kesembuhan, tetapi tidak berhasil (ay.43). Apakah ia menyerah dan kalah? Di tengah orang banyak yang berdesak-desakan mengiringi Yesus, perempuan ini berusaha dan berjuang, menjamah jumbai jubah-Nya. Ini bukan hal yang mudah. Bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara mental, tetapi ia memilih untuk tidak menyerah. Injil Markus mencatat: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh” (Markus 5:27).
Karya Allah dalam kehidupan kita bisa hadir dari mereka yang digerakkan Allah untuk membuka hati, berbagi dan memberi. Karya Allah juga terus hadir melalui daya juang, semangat dan sikap pantang menyerah, di tengah kesuraman hidup. Karya Allah senantiasa dan selalu hadir dalam diri Yesus Kristus yang terus bersinar di tengah kesuraman dunia. Mari kita melangkah dan berjalan bersama-Nya, merasakan setiap karya kasih-Nya yang senantiasa menyapa kita.
Forum Pendeta
Minggu, 23 Januari 2022
MEMANCARKAN KEMULIAAN FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP
Taurat TUHAN itu sempurna,
menyegarkan jiwa;
peraturan TUHAN itu teguh,
memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.
Titah TUHAN itu tepat,
menyukakan hati;
perintah TUHAN itu murni,
membuat mata bercahaya.
Takut akan TUHAN itu suci,
tetap ada untuk selamnya;
hukum-hukum TUHAN itu benar,
adil semuanya,
lebih indah dari pada emas,
bahkan dari pada banyak emas tua;
dan lebih manis dari pada madu,
bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.
(Mazmur 19:8-11)
Bayangan gelap pandemi Covid-19 masih terus mengikuti langkah hidup manusia di tahun 2022. Belum ada tanda-tanda yang jelas dan dapat dipegang kapan pandemi ini akan berakhir. Kita semua masih harap-harap cemas kapankah Covid-19 akan menghentikan terornya kepada manusia. Penemuan vaksin dan pemberian vaksin serta penerapan protokol kesehatan belum sepenuhnya dapat menekan laju penyebaran Covid-19. Varian baru yakni Omicron dengan daya sebar yang lebih cepat membawa kita pada level kehidupan yang kembali turun. Kegiatan-kegiatan yang semula mulai dilakukan secara onsite, harus kembali dievaluasi. Semua segi kehidupan kembali dievaluasi.
Bagaimana kita harus menyikapi semua ini? Bagaimana kita bisa bertahan menghadapi semua hal yang terjadi? Berapa lama kita bisa bertahan dalam kondisi semua ini? Bayangan ketakutan, kecemasan, kekhawatiran dan hilangnya pengharapan menjadi senja bahkan malam yang seakan tiada bertepi. Jauh dari fajar yang terbit mengusir kegelapan malam. Dimanakah kita mendapatkan kekuatan untuk terus melangkah dan bertahan? Dalam hidup yang tidak mudah ini menyerah bisa jadi menjadi pilihan bagi sebagian orang, tetapi tidak sedikit orang yang memilih untuk berjuang dan bertahan. Salah satu dasar untuk mendapatkan kekuatan untuk bertahan dan tidak kehilangan pengharapan adalah hidup dalam kebenaran firman Tuhan. Bagi pemazmur firman Tuhan bukan hanya perintah dalam kehidupan beragama. Bukan juga titah yang hanya membebani hidup dan dilakukan secara terpaksa. Di dalamnya ia menemukan rahmat Tuhan yang membuat seluruh kehidupan menjadi indah dan patut dihidupi dalam pengharapan.
Pemazmur menikmati taurat TUHAN, perintah TUHAN, titah TUHAN, takut akan TUHAN dan perintah-perintah TUHAN lebih indah dari emas tua serta lebih manis dari madu tetesan dari sarang lebah. Pertanyaannya adalah bagaimana pemazmur bisa menikmati semua itu dalam hidupnya? Pertama, ia menyambut semua itu dengan sukacita. Firman Tuhan disambut dengan sukacita dan kerinduan serta kesadaran: semua itu Tuhan Allah berikan untuk kebaikan manusia. Kedua, ia mengalami bahwa hidup dalam semua itu akan membuat ia menemukan pengalaman dan makna hidup yang menjawab pergumulan hidup. Firman Tuhan menyegarkan jiwa, saat kita mengalami kehausan dan kegersangan hidup. Firman Tuhan memberikan hikmat, saat kita harus memilih dan menyikapi berbagai persoalan dan godaan. Firman Tuhan itu menyukakan hati, karena kita memilih dan melangkah di jalan yang benar. Firman Tuhan membuat mata bercahaya, karena membawa kita hidup dalam kejujuran, tanpa kepalsuan. Ketiga, kepuasan yang ia dapatkan sungguh tiada terlukiskan. Bahkan emas tua dan madu dari tetesan sarang lebah tidak bisa mewakilinya.
Mari kita sambut dan hidupi Firman Tuhan dalam kesungguhan dan kerinduan. Mari kita sambut dan rayakan rahmat Tuhan yang hadir dalam kebenaran firman-Nya dengan sukacita. Mari kita temukan kekuatan, keindahan dan semangat agar kita dapat terus berjalan di tengah kesuraman dunia. Berjalan dalam terang firman-Nya yang memandu setiap langkah hidup.
Forum Pendeta
Minggu, 30 Januari 2022
BERTABAH HATI
Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati,
sebab tidak seorang pun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini.
(Kisah Para Rasul 27:22)
Apa makna kata bertabah hati? Tetap dan kuat hati dan berani inilah dua arti menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tetap dan kuat hati dalam menghadapi bahaya, tantangan dan rintangan. Berani dalam menghadapi berbagai cobaan (ujian, kesulitan). Rasul Paulus mengatakan ini saat kapal yang membawa mereka ke Roma dihadang angin badai, yang disebut angin “Timur Laut” (Kis.27:14) di sekitar kepulauan Kreta. Awak kapal telah melakukan semua cara yang mereka ketahui tetapi itu semua tidak mendatangkan hasil. Ancaman badai dasyat yang melanda mereka dan berbagai upaya yang tidak membawa hasil membuat “putus semua harapan” untuk dapat menyelamatkan diri mereka (Kis. 27:20).
Kata “kehilangan harapan” atau “pupuslah semua harapan” bisa jadi menjadi kata yang terlintas dalam benak banyak orang di masa pandemi ini. Baru saja kita mulai membiasakan diri dengan berbagai kegiatan yang membuat kita bisa bertemu langsung walaupun dalam skala terbatas (ibadah, pendidikan, kegiatan sosial), kini terancam hilang lagi. Varian Omicron dan kurangnya kesadaran banyak orang menerapkan protokol kesehatan membuat harapan yang semula mulai terbit kini tenggelam lagi. Hal ini tentunya dialami oleh banyak pihak, pemerintah, pelaku usaha, dunia pendidikan, tempat ibadah, keluarga dan individu. Hampir semua sektor kehidupan terhantam angin badai pandemi Covid-19 yang telah berlansung sekitar 2 tahun. Badai pandemi bukan hanya mengancam karamnya banyak kehidupan, tetapi telah meneggelamkan dan menghancurkan banyak kehidupan. Semua upaya untuk bertahan dan berjuang telah dilakukan. Apa lagi yang harus diperbuat?
Seperti Paulus yang mengajak semua penumpang untuk “tetap bertabah hati” dalam menghadapi kesukaran, hal ini juga bisa menjadi pilihan dalam hidup. Bagaimana caranya? Pertama: tidak menyerah. Bila kita memilih untuk tidak menyerah maka kita memilih untuk bertahan dan berjuang. Apa yang membuat kita bertahan dan terus berjuang? Inilah yang harus kita temukan. Paulus mendapatkan keyakinan itu karena ini menghidupi janji Allah (Kis. 27:24). Janji Allah itulah yang Paulus pegang dan bagikan kepada orang-orang yang ada di kapal yang hampir karam itu. Kedua: berani menghadapi kesulitan. Orang yang berani bukanlah orang yang tidak memiliki rasa takut. Orang yang berani adalah orang yang mengalahkan ketakutannya dan terus melangkah. Orang yang berani adalah orang yang tidak takut kalah. Baginya berjuang dan terus melangkah adalah bukti bahwa ia berani menghadapi semua itu. Harapan akan hari depan inilah yang membuat banyak orang berani berjuang. Hari depan kita, hari depan anak-anak kita, hari depan rumah tangga kita, hari depan sesama kita. Ketiga: berbagi kabar baik. Mari kita lihat di berbagai media dan group WhatsApp, kabar yang menakutkan atau kabar yang memberikan ketenangan dan semangat? Yang banyak beredar adalah hal-hal yang mengelisahkan, menimbulkan kecemasan dan menghadirkan ketakutan. Bahkan berita-berita seperti ini cenderung menjadi cerita-cerita yang dilebih-lebihkan. Orang seringkali tidak berpikir panjang membagikan berita yang belum jelas asalnya dan kebenarannya. Apa yang terjadi, kepanikan. Mari kita hadir dan berbagi pengharapan, semangat dan berita yang meneduhkan. Berbagi inspirasi, pikiran positif dan sikap-sikap yang membuat banyak orang tumbuh kembali semangatnya. Seperti Rasul Paulus, ia berbagi semangat dan pengharapannya berdasarkan imannya dan janji Allah padanya. Orang beriman dipanggil untuk berbagi pengharapan di tengah kesuraman dunia.
Forum Pendeta