(1) PERMOHONAN ATAU PENCOBAAN?

Sebagai orang percaya, manakah yang kita lakukan: memohon kepada Tuhan atau mencobai Tuhan? Tentu saja kita akan menjawab bahwa kita memohon kepada Tuhan. Sebagai manusia, kita tidak dalam keberanian mencobai Tuhan Sang Pemilik Kehidupan. Dalam logika berpikir kedua pernyataan tersebut tentu saja benar. Namun, pada kenyataan seringkali kita peka menyadari bahwa kita bisa saja mencampuradukkan keduanya atau bahkan tidak dapat membedakan pernyataan yang kita sampaikan kepada Tuhan merupakan permohonan atau sebetulnya sedang mencobai Tuhan.

Mari mencermati kisah ini. Saya pernah luput memperhatikan indikator bahan bakar mobil. Pagi itu, indikator bahan bakar dengan satu garis sudah berkedip. Saya tidak dapat menuju SPBU terdekat karena urusan yang darurat berada pada posisi yang berlawanan arah dengan SPBU. Setelah menyelesaikan urusan tersebut, saya langsung menuju ke SPBU terdekat yang berjarak sekitar 2.6 km. Sepanjang jalan, saya berefleksi dan berdoa. Saya merasa amat malu kepada Tuhan kalau saya berdoa, “Tuhan, tolong supaya Engkau cukupkan bensinnya hingga sampai SPBU dengan selamat.” Tidak memperhatikan indikator bahan bakar adalah kesalahan saya, dan saat itu, apakah saya cukup berani meminta Tuhan mengadakan mukjizat dari kesalahan yang saya lakukan? Tentu saja, saya tidak berani. Di satu sisi, saya tetap percaya bahwa Tuhan dapat mengadakan mukjizat tapi saya tidak mau mencobai Tuhan untuk dapat membuat bensin cukup. Akhirnya saya memanjatkan doa permohonan ampun karena kelalaian saya dan mohon hikmat Tuhan jika memang kendaraan tersebut harus berhenti di tengah jalan karena bensin yang habis.

Tuhan Yesus meminta kita menyampaikan kepadanya segala permohonan. Kita seringkali melihat hanya keinginannya pada saat itu. Kita tidak memikirkan lebih jauh apakah keinginan kita saat itu berasal dari kesalahan atau hanya keinginan dan hasrat yang menggebu atau sesuatu yang memang sedang kita perlukan untuk menunjang kehidupan. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk peka dan waspada sekalipun dalam situasi yang tidak kondusif, dan bahkan seolah olah merupakan kemendesakan, tempatkan senantiasa pemikiran dan pertimbangan kita pada kebenaran firman Tuhan. Dalam kisah pencobaan di padang gurun (Matius 4:1 11; Lukas 4:1 13), iblis berkata kepada Tuhan Yesus “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu batu ini menjadi roti.” Yesus adalah Anak Allah, dan Dia juga punya kuasa menjadikan segala sesuatu. Iblis mencobai Yesus dalam situasi padang gurun, kelelahan manusiawi, kelaparan agar mempergunakan kuasa Allah untuk hasrat manusiawi (makan).

Memasuki paruhan kedua di tahun 2024, mari kita lebih peka dan berhikmat dalam menjalani setiap keadaan. Kita memohon kepada Tuhan bukan sekadar karena keinginan keinginan manusiawi sehingga jatuh pada mencobai Tuhan. Dalam setiap keinginan kita, ambillah waktu untuk merefleksikan apakah yang telah kita lakukan, apa yang menjadi kebenaran firman Tuhan sebagai dasar dan pegangan kita, sehingga ketika kita memanjatkan permohonan kepada Tuhan, maka permohonan kita menjadi permohonan yang berkenan dihadapanNya.

Forum Pendeta


(2) PERMOHONAN ATAU PENCOBAAN?

Kehidupan manusia zaman sekarang tidak pernah bisa lepas dari dunia digital. Informasi berlimpah ruah, bahkan mana informasi yang benar dan mana yang keliru sukar untuk dibedakan. Mulai dari info kuliner, kesehatan, dan hampir ke seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu yang menyebabkan kesukaran orang untuk memeriksa kebenaran informasi adalah keviralan dari berita tersebut. Penggunaan kata “viral” belumlah lama. Arti kata “viral” menurut KBBI adalah berkenaan dengan virus, bersifat menyebar luas dan cepat seperti virus. Informasi yang banyak diunduh, dlihat atau bahkan di repost, seolah-olah benar dan layak diikuti. Dengan semakin menurunnya kemampuan berliterasi, orang menjadi gampang mengikuti sesuatu yang sudah viral. Hal lain yang mendorong orang berbondong-bondong mengikuti hal viral adalah orang tidak ingin memiliki image sebagai orang yang kudet (kurang update) atau orang yang tertinggal, di tengah situasi sosial yang selalu memperbandingkan dan selalu ingin menonjolkan diri sebagai yang terutama.

Sebagai orang Kristen, kita tidak imun dengan situasi viral di tengah masyarakat. Bagaimana pilihan sikap kita? Apakah kita juga menjadi bagian orang yang memburu, ingin menjadi bagian yang sudah mencicipi keviralan atau kita masih dapat menempatkan diri dan keinginan kita tanpa harus terbawa desakan. Kadang, yang dapat menyeret kita ke dalam arus viral adalah lingkup pertemanan. Ada banyak orang sungkan untuk menolak dan berbeda pendapat padahal dibaliknya ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Jika berhadapan dengan situasi demikian, apa yang menjadi permohonan kita kepada Tuhan? Apakah supaya kita tetap bisa eksis di lingkungan pertemanan atau di dunia sosial digital kita? Ataukah kita diberikan hikmat dalam memilih, bersikap dan menjalani kehidupan?

Dalam Matius 4:5-6, iblis membawa Yesus ke Kota Yerusalem dan menempatkan di deretan atap pada puncak Bait Allah. Di situ iblis menantang Yesus sebagai Anak Allah untuk menjatuhkan diri. Iblis berpendapat bahwa malaikat-malaikat akan menatang sehingga Yesus tidak terantuk. Walaupun pada masa itu belum ada teknologi penyebaran informasi, namun dengan situasi bait Allah yang tidak pernah sepi dari orang yang hadir, maka peristiwa Yesus menjatuhkan diri apalagi kemudian malaikat-malaikat datang akan menjadi hal yang viral. Bukankah dengan viralnya jatuhnya Yesus, karya Allah akan lebih cepat diterima oleh manusia. Pembicaraan dari mulut ke mulut dan bahkan penyembahan dari orang-orang yang melihat kuasa Allah hadir nyata dalam hidup mereka. Tanggapan Yesus pada ayat 7 menyatakan, “Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” Tuhan Yesus tidak membutuhkan keviralan agar berita damai sejahtera dan karya anugerah Allah bisa tersampaikan pada dunia.

Hidup manusia bukan berdasarkan sesuatu yang viral dan kemudian dapat berlalu dengan cepat, melainkan melalui pengalaman yang dimaknai dan dihayati sebagai pertolongan dan pimpinan Tuhan didalamnya. Dalam desakan situasi dan lingkungan, marilah kita memohon hikmat senantiasa supaya pilihan sikap kita betul betul didasarkan pada kebenaran dan kehendak Allah sehingga kita tidak mencobai Dia melalui permohonan kita. Hikmat Tuhan memampukan kita tetap setia menjalani tugas panggilan mewartakan damai sejahtera dan anugrah ilahi melalui kesaksian perjuangan kehidupan yang nyata bersama dengan Kristus.

Forum Pendeta


(3) PERMOHONAN ATAU PENCOBAAN?

Jika ditanyakan kepada setiap orang Kristen, apakah yang menjadi tujuan atau fokus kehidupannya, maka kemungkinan jawabannya adalah memuliakan nama Tuhan atau mengerjakan kehendak Tuhan. Jawaban ini adalah jawaban yang mencerminkan iman Kristen bahwa kehidupan manusia ada dalam rencana Tuhan dan untuk menyatakan maksud-Nya. Dalam jawaban ini terkandung kesediaan menundukkan atau menyerahkan diri kepada Tuhan, Sang Pemilik Kehidupan. Apapun jalan yang diarahkan Tuhan, apapun cara yang Tuhan pakai, pribadi orang beriman dengan penuh kerelaan hati akan menaati dan mengerjakannya.

Pemahaman di atas tadi ketika diperhadapkan dengan kenyataan kehidupan yang memiliki banyak tuntutan dan tantangan ternyata dapat berhenti pada tataran konseptual iman atau bahkan idealisme beragama. Pergulatan manusia dari hari ke sehari seringkali mengubah fokus dari memuliakan nama Tuhan menjadi yang penting permasalahanku selesai. Manusia jenuh dengan persoalan hidup yang tidak pernah berhenti, padahal sepanjang kehidupan manusia akan terus berhadapan dengan persoalan. Dengan keadaan yang demikian, doa permohonan apakah yang kita panjatkan kepada Tuhan? Apakah kita sedang memohon kepada Tuhan bahwa yang penting persoalan persoalan ini beres tanpa mau melihat dan memaknai proses berjalan bersama Tuhan yang memurnikan kehidupan, menumbuhkan iman kita dan memampukan kita menjadi berkat melalui persoalan kita? Jangan sampai permohonan kita justru menjadi pencobaan.

Tuhan Yesus hadir ke dunia ini dengan tujuan menyelamatkan manusia dari belenggu dosa, memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang menyebabkan manusia mengalami kehidupan yang baru dalam kekekalan kasih Allah. Tujuan-Nya ini berhadapan dengan kondisi manusia yang dibelenggu dosa dan dalam ikatan si jahat sehingga pemikiran manusiawi dan segala keinginan kedagingannya menjadi tantangan untuk dapat menerima dan mengalami tujuan kehadiran Yesus. Pencobaan ketiga yang Yesus hadapi menurut Matius 4:8 9 justru menawarkan kemudahan dalam mencapai tujuan yang mulia. Yesus tidak perlu bersusah payah untuk bisa memenangkan dunia. Hanya satu yang perlu Ia lakukan yaitu sujud menyembah kepada Iblis. Segala permasalahan bisa diatasi tetapi dengan membayar harga yang sangat besar yaitu menyerahkan diri pada si jahat. Jawaban Yesus pada tawaran ini adalah kebenaran firman yang menyatakan bahwa penyembahan hanya kepada Tuhan Allah dan kepada-Nyalah segala bakti dihaturkan. Dengan keteguhan ini, maka jalan penyelamatan manusia menjadi sangat panjang, penuh dengan derita dan kesulitan serta kematian, namun kuasa ilahi juga nyata bersinar dalam kebangkitan Kristus.

Dalam penatnya kehidupan, beratnya tuntutan persoalan, jadikanlah jawaban Yesus ini sebagai pengingat bagi kita. Penyembahan dan bakti kita hanya kepada Tuhan, walaupun di tengah kesulitan. Tujuan kehidupan kita bukanlah sekedar menyelesaikan persoalan tetapi justru dalam segala persoalan, kemuliaan Tuhan dinyatakan. Mari kita memohon agar Tuhan meneguhkan setiap langkah kita dalam kebenaran-Nya, Tuhan menolong kita berfokus kepada-Nya dalam segala persoalan dan menguatkan kita untuk tidak terlena dengan godaan-godaan yang kelihatannya baik dan memikat padahal mengalihkan penyembahan kita dari-Nya. Tuhan memampukan kita senantiasa.

Forum Pendeta


KEBIJAKSANAAN UNTUK MENJALANI PARUHAN KEDUA

Berbagai dinamika kehidupan, baik secara pribadi, keluarga maupun bangsa telah kita jalani dalam paruhan pertama tahun 2024. Tentu saja di dalamnya ada banyak kejutan, hal hal yang tidak terduga baik senang maupun susah, pahit getir maupun manisnya pengalaman. Apakah kita sudah meluangkan waktu untuk merefleksikan perjalanan kita tersebut? Walaupun kita memiliki berbagai kesibukan dan tuntutan, ada baiknya jika kita menyediakan waktu untuk memaknainya. Seperti penuturan Pemazmur dalam Mazmur 90:12 yang mengatakan “Ajarlah kami menghitung hari hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”

Kebijaksanaan merupakan hal yang penting untuk dapat menjalani hari-hari ke depan. Hal tersebut bisa didapatkan ketika kita tekun memaknai hari demi hari. Frasa “menghitung hari hari” yang dipakai pemazmur bukan sekadar jumlah hari yang telah dijalani, melainkan justru menghitung atau mendalami dengan seksama semua berkat Tuhan yang disediakan dari hari ke hari. Berkat Tuhan tidak hanya berupa material, tetapi yang lebih dari itu adalah hal-hal non material seperti kekuatan, persahabatan, kesehatan. Ketika hari suka maupun ketika hari penuh pergumulan, kita diajar untuk menemukan bahwa Tuhan senantiasa hadir, menyertai, membimbing bahkan menegur dan mengingatkan jika kita salah mengambil langkah. Dalam menghitung hari, kita juga diajak mencermati bahwa ada banyak plot twist yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita untuk memastikan kita tetap dalam track rencana-Nya yang Ia rancangkan bagi kita.

Semakin banyak kita menemukan bahwa karya Tuhanlah yang berlaku atas hidup kita maka kita semakin dimampukan untuk memiliki hati yang bijaksana. Dalam hati yang bijaksana, terdapat kepekaan untuk memahami tuntunan Tuhan, kehati-hatian dalam melangkah dan juga kewaspadaan menjalani situasi kehidupan agar senantiasa seturut dan sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Kita tidak tahu hal-hal apa saja yang akan terjadi pada paruhan kedua ini tetapi satu hal yang pasti bahwa dengan hikmat bijaksana yang Tuhan proses dalam diri kita, kita akan menghadapi segala sesuatunya. Hal inilah yang akan menolong kita menjalani paruhan kedua tahun 2024 dan mewujudnyatakan rancangan Tuhan di dalamnya. Tuhan Yesus memampukan kita selalu.

Forum Pendeta