Oktober 2016

 

ikon-program-pokok-gki-pengadilan-bogor

Minggu, 2 Oktober 2016

OKT: BK, HPKD, HPII,dan HUT GKI P35

Salam Sejahtera bagi Anda semua baik Anggota Jemaat maupun Simpatisan,

Perkenankanlah di awal bulan Oktober ini kami kembali menyapa Anda semua. Hallo apa kabar dengan iman Anda? Tentu Anda akan berkata iman saya kok ditanya kabarnya? Ya pasti baik-baik saja lah! Kalau iman Anda baik-baik saja, baik-baik saja yang bagaimana? Ya baik-baik sajalah karena saya masih tetap menjadi orang Kristen sampai sekarang! Tapi menjadi orang Kristen ‘kan dari waktu ke waktu harus menjadi “serupa” dengan Kristus. Itu berarti iman kita tidak boleh statis tetapi harus selalu bertumbuh. Kami berharap iman kita semua dapat semakin bertumbuh baik pada saat kita sedang bersuka maupun saat berduka.

Tanpa terasa dalam 2 bulan ke depan kita akan segera mengakhiri tahun 2016 ini. Sekarang kita berada pada bulan Oktober. Bagaimana evaluasi ziarah iman kita selama bulan September yang lalu? Tentu Anda sendirilah yang tahu. Tapi kami berharap seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus walaupun iman kita sebesar biji sesawi pasti bisa memindahkan gunung. Maksudnya kalau kita tetap beriman kepada Kristus, masalah yang laksana gunung pun dapat kita cari jalan keluarnya. Semoga hidup beriman kita selalu berkemenangan dalam Kristus Yesus Tuhan kita.

Bulan Oktober ini kegiatan kita sebagai Jemaat sangat padat. Kegiatan-kegiatan yang diadakan itu bukan untuk semakin menambah kesibukan kita tetapi justru untuk semakin melengkapi kita dalam pertumbuhan iman kita kepada Kristus. Karena itu, kami mengajak setiap kita untuk ikut mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Pada bulan Oktober ini sebagai Jemaat kita menyelenggarakan Bulan Keluarga (BK). Di waktu yang lalu namanya Pekan Keluarga (PK) karena kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan membangun kehidupan keluarga itu hanya berlangsung selama 1 minggu. Tapi dalam perkembangannya dirasakan kurang kalau hanya 1 minggu saja, maka akhirnya kegiatan-kegiatan yang membangun kehidupan keluarga itu dilakukan selama 1 bulan penuh, sehingga namanya menjadi Bulan Keluarga (BK).

Padahal sekarang ini hal-hal yang berhubungan dengan membangun kehidupan keluarga ini tidak hanya ada dalam BK, misalnya kita mengenal Bina Pra Nikah (BPN), Bina Pasangan Suami Istri (Bina Pasutri), Bina Janda dan Duda (BJD), Bina Warga Usia Lanjut (Bina Wulan), dst. Tapi mengapa BK tetap diadakan? Kegiatan-kegiatan BK menambah apa yang belum ada dalam kegiatan-kegiatan khusus seperti yang telah disebutkan di atas. Misalnya : Bagaimana keluarga menghadapi pergeseran nilai? Bagaimana keluarga mendidik anak yang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)?dsb.

Tapi pada bulan Oktober ini sebagai Gereja kita juga terikat dengan Gereja dari segala abad dan tempat. Pencerminannya kita rasakan melalui 3 Pengakuan Iman Oikoumenis yaitu PI Athanasius, PI Nicea-Konstantinopel, dan PIR. Karena itu, diawal bulan Oktober ini kita menyelenggarakan Sakramen Perjamuan Kudus, yang disebut sebagai Hari Perjamuan Kudus se Dunia (HPKD). Di GKI pada umumnya sakramen PK yang diadakan pada bulan Oktober ini adalah sakramen PK yang terakhir dalam satu tahun yang berjalan atau sakramen PK yang ke-4. Berkenaan dengan sakramen PK pada bulan Oktober, jemaat-jemaat GKI (yang dulunya berasal dari GKI Jabar) yang berhimpun dalam Konsistorium Jakarta dan sekitarnya, sejak awal tahun 1970an melakukannya dengan cara pertukaran Pdt. Maksudnya adalah yang melayankan sakramen PK tsb bukanlah pendeta dari jemaat tersebut tapi pendeta dari jemaat GKI yang lain supaya suasana kebersamaan GKI itu menjadi terasakan.

Pada sakramen PK bulan Oktober ini, Gereja-gereja di Indonesia menghubungkannya dengan Hari Pekabaran Injil di Indonesia. Maksudnya adalah untuk mengajak umat Kristen di Indonesia setelah merayakan sakramen PK (dhi HPKD), luapan sukacita Kristiani itu harus dinampakkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang Kristen harus benar-benar menjadi Kristen. Menjadi Kristen berarti kehidupannya harus menjadi semakin serupa dengan Kristus. Kalau orang Kristen kehidupannya menjadi semakin serupa dengan Kristus, maka kehidupan orang Kristen itu akan berdampak positif bagi lingkungannya. Semua orang Kristen harusnya mampu untuk menjadi Pekabar Injil, pembawa kabar gembira bagi lingkungannya. Karena itu, HPKD ini dihubungkan dengan HPII.

Pada akhir bulan Oktober ini, sebagai Jemaat kita akan merayakan HUT ke-48 (GKI Pengadilan ini terhisab sebagai bagian dari jemaat GKI pada tanggal 31 Oktober 1968). Tanpa terasa 2 tahun lagi Jemaat kita ini akan merayakan Jubelium, HUT ke-50. Pada satu sisi kita sebagai Jemaat harus bersyukur karena masih tetap berada sampai sekarang dan bahkan semakin bertambah anggota jemaatnya. Eben Haezer. Sampai di sini Tuhan telah menolong kita. Tapi pada sisi lain kita pun perlu untuk mengevaluasi diri apakah kita telah benar-benar menjadi Jemaat yang selalu setia untuk melakukan tugas panggilan-Nya?

Kami berharap selama bulan Oktober ini hidup kita selalu diwarnai oleh sukacita dari Kristus. Kiranya Tuhan Yesus, Raja Gereja akan selalu melimpahkan rahmat-Nya bagi kita semua.

Forum Pendeta


Minggu, 9 Oktober 2016

BK 2016: KELUARGA BERIMAN, KELUARGA YANG MENJADI BERKAT

Salam Sejahtera dalam Kristus Yesus Tuhan kita bagi Anda semua,

Kami berharap Anda semua selalu mengalami damai sejahtera dalam Kristus Yesus Tuhan kita di setiap langkah kehidupan. Damai sejahtera itu sungguh kita dambakan dalam hidup ini. Tanpa damai sejahtera hidup kita selalu terombang-ambing oleh arus kehidupan ini. Hidup berkeluarga pun kalau tidak ada damai sejahtera akan selalu mengalami ketegangan-ketegangan yang tak kunjung henti. Karena itu, dengan mengingat bahwa semua umat manusia merindukan damai sejahtera, Yesus pun sebelum naik ke sorga memberikan damai sejahtera kepada para murid-Nya dan orang-orang yang percaya kepada-Nya.

Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya kalau dalam hidup berkeluarga tidak ada damai sejahtera. Pasti setiap hari antar anggota keluarga muncul saling curiga satu dengan yang lain. Bahkan mungkin juga dalam hidup berkeluarga yang tidak ada damai sejahtera akan muncul keributan dan percekcokan yang tak kunjung henti setiap harinya. Mungkin akhirnya hidup berkeluarga yang demikian itu akan berujung pada perpisahan. Kalau hal tersebut sampai terjadi sungguh sangat disayangkan! Damai sejahtera itu adalah penyertaan dan pertolongan Tuhan yang tak henti dalam hidup yang kita jalankan. Untuk dapat memperoleh damai sejahtera ini tentu selaku umat Kristiani kita perlu selalu bersandar dan berpegang teguh kepada Tuhan kita Yesus Kristus. Kita harus selalu beriman dalam setiap situasi apapun yang terjadi dalam kehidupan ini. Atau kalau menurut bahasa rasul Paulus, kita harus selalu berakar di dalam Kristus.

Hidup beriman dalam Kristus Yesus Tuhan kita dalam konteks kita sekarang ini merupakan hal sangat penting. Sekarang ini kita hidup dalam arus globalisasi yang berdampak pada pergeseran nilai-nilai hidup. Kalau dulu ada hal-hal yang dianggap tabu untuk dilakukan, tapi sekarang ini hal-hal yang tabu tersebut sudah dianggap lumrah. Kalau dulu kita begitu kuat terikat kepada norma-norma yang berlaku, tetapi sekarang ini norma-norma tersebut menjadi pudar. Kalau dulu untuk memperoleh sesuatu itu kita harus bekerja keras dengan mengandalkan pertolongan Tuhan, tapi sekarang ini mengambil “jalan pintas” (asal tetap tersembunyi) sudah dianggap hal yang lumrah. Dalam konteks pergeseran nilai-nilai hidup ini, kita harus memiliki iman yang kokoh di dalam Kristus Yesus Tuhan kita.

Karena itu, adalah penting bagi kita untuk menjadi keluarga beriman. Tapi jangan kita bayangkan bahwa keluarga beriman itu tanpa keributan dan percekcokan. Dalam keluarga beriman tentu akan ada keributan dan percekcokan, tetapi ada anggota keluarga yang dengan rendah hati mengalah sehingga akhirnya ditemukan pemecahan masalahnya. Prinsip yang dianut “cekcok tapi cocok”. Dalam keluarga beriman harus ada sikap untuk saling mengasihi satu dengan yang lainnya dalam situasi apapun yang terjadi di tengah kehidupan. Jangan sampai terjadi prinsip “ada uang abang disayang, tidak ada uang abang ditendang” dalam keluarga beriman. Keluarga beriman itu selalu menempatkan Tuhan Yesus di atas segalanya. Karena itu, adalah penting dalam keluarga beriman untuk selalu berdoa bersama, membaca Alkitab bersama, dan memuji Tuhan bersama. Dalam keluarga beriman tidak ada pemaksaan kehendak antara anggota keluarga yang satu terhadap anggota keluarga yang lain. Dalam keluarga beriman, masing-masing anggota keluarga bisa saling menerima dan saling menghormati satu dengan yang lainnya. Dalam keluarga beriman, sikap rendah hati harus mendapat tempat yang luas, sehingga keluarga beriman itu menjadi keluarga yang bersahabat.

Sebagai gembala (dalam hal ini pendeta), kami sadar betul bahwa hal tersebut di atas adalah tugas panggilan kami dalam memperlengkapi anggota-anggota jemaat untuk menjadi keluarga beriman. Sebab itu, melalui sapaan gembala ini, kami ingin mengajak kepada kita semua baik anggota jemaat maupun simpatisan GKIP35 untuk selalu mau memperlengkapi diri baik melalui kegiatan-kegiatan gerejawi maupun peribadahan di dalam keluarga kita masing-masing, sehingga kita semua memiliki spiritualitas yang baik dan iman yang kokoh.

Kami membayangkan kalau saja anggota-anggota jemaat dan simpatisan GKIP35 dapat menjadi keluarga beriman seperti yang telah kami utarakan di atas, maka pastilah kehadiran kita baik sebagai keluarga beriman maupun sebagai gereja di tengah masyarakat kota Bogor ini akan memiliki dampak positif yang strategis. Kehadiran kita baik sebagai keluarga beriman maupun sebagai gereja akan dirasakan sebagai “aliran air yang menyejukkan” bagi masyarakat kota Bogor ini.

Sebab itu, adalah penting bagi kita baik sebagai keluarga beriman maupun sebagai gereja untuk selalu bersahabat dengan siapapun dan apapun yang kita jumpai dalam kehidupan kita. Jangan sampai masyarakat kota Bogor ini melihat kita sebagai orang-orang Kristen yang eksklusif, yang tertutup dan mementingkan diri sendiri saja. Kita, baik sebagai keluarga beriman maupun sebagai gereja, harus menjadi orang-orang Kristen yang inklusif, yang terbuka dan bersahabat bagi semua orang. Tebarkanlah senyum kita baik kepada orang yang kita kenal maupun orang yang tidak kita kenal. Tebarkanlah senyum baik kepada kawan kita maupun kepada “musuh” kita. Menebar senyum adalah tanda awal bahwa kita bisa bersahabat dengan siapapun juga dalam kehidupan ini. Atau menurut bahasa gereja, kehadiran kita menjadi berkat bagi orang lain.

Demikianlah sapaan gembala Anda untuk minggu ini. Kami berharap marilah kita menjadi keluarga beriman yang bersahabat dengan semua orang.

Teriring Salam dan Doa kami,
Forum Pendeta 


Minggu, 16 Oktober 2016

KELUARGA BERIMAN: PENOPANG TOLERANSI  ANTAR UMAT BERAGAMA

Salam Sejahtera dalam Kristus Yesus Tuhan kita bagi Anda semua,

Pertama-tama perkenankanlah kami mengucapkan Selamat Hari Minggu dan Selamat beribadah bersama di jemaat ini. Mengapa kami perlu mengucapkan Selamat Hari Minggu? Karena bagi kita umat Kristiani, hari Minggu ini memiliki kekhususan tersendiri. Memang kata “minggu” itu sendiri berasal dari bahasa Portugis yaitu “dominggos” (artinya hari Tuhan). Tapi bagi kita umat Kristiani juga semua hari adalah “hari Tuhan”. Tapi mengapa hari Minggu itu memiliki kekhususan tersendiri? Karena, di dalam kitab suci kita yaitu Alkitab dikatakan bahwa Yesus yang kita imani sebagai Tuhan itu bangkit pada hari pertama minggu itu (ehad = ahad). Setelah peristiwa kebangkitan Yesus, para murid-Nya tidak lagi berkumpul untuk ibadah pada akhir minggu tetapi pada hari pertama minggu itu. Para murid Yesus yang berkumpul untuk ibadah pada hari pertama minggu itu ingin selalu merayakan kemenangan Yesus atas kematian itu. Sebab itu, para murid Yesus walaupun mengalami kesulitan berkumpul untuk ibadah pada hari pertama minggu itu, mereka tetap memiliki semangat dan sukacita. Tradisi para murid Yesus yang berkumpul untuk ibadah bersama pada hari pertama minggu itulah yang kita umat Kristiani lakukan sampai sekarang. Jadi seharusnya setiap ibadah yang kita lakukan pada hari Minggu ini kita melakukannya sebagai sebuah perayaan yang penuh semangat dan sukacita.

Dalam ibadah bersama pada hari Minggu ini setiap gereja mempunyai tradisi ibadahnya masing-masing. Ada gereja di dalam ibadah hanya berfokus pada nyanyian penyembahan dan pemberitaan firman Tuhan saja. Ada gereja yang berfokus pada doa, nyanyian penyembahan, dan persembahan perpuluhan. Tapi bagaimana dengan ibadah minggu di gereja kita? Dalam ibadah bersama pada hari Minggu, gereja kita memiliki apa yang disebut Liturgi (berasal dari kata bahasa Yunani: leitourgia= peribadatan/peribadahan). Liturgi di sini kita pahami sebagai Tata Ibadah. Tata Ibadah kita mulai dari Votum (terjemahannya: Pernyataan) sampai Berkat. Jadi semua unsur yang ada dalam Tata Ibadah yang dari Votum sampai Berkat itu semua penting dan bermakna. Karena itu, melalui Sapaan Gembala ini, kami ingin mengajak kepada kita semua baik anggota jemaat maupun simpatisan yang beribadah di jemaat kami untuk datang beribadah lebih awal dari waktu ibadah yang telah ditetapkan. Hanya untuk sekedar mengingatkan saja di jemaat kita ini ada 3 (tiga) waktu ibadah yang kita kenal dengan nama Kebaktian Umum yaitu pukul 07.00, 09.30 (kalau ada sakramen Perjamuan Kudus pukul 10.00), dan 17.00. Kedisiplin kita dalam beribadah ini sebenarnya mencerminkan iman kita kepada Tuhan kita Yesus Kristus.

Sebagai umat Kristiani kita tahu bahwa iman itu harus diejahwantahkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Jangan sampai terjadi kesenjangan antara apa yang kita lakukan dalam ibadah minggu di gereja dengan praktek hidup sehari-hari. Jangan sampai menimbulkan kesan kalau pada ibadah minggu di gereja kita laksana “malaikat”, tetapi dalam praktek hidup sehari-hari kita laksana “iblis”. Antara ibadah minggu di gereja dengan praktek hidup sehari-hari harus ada keselarasan. Iman itu harus nyata dalam perbuatan, kata penulis surat Yakobus. Itu berarti kehidupan beriman kita dalam keluarga pun harus memiliki keselarasan dengan ibadah minggu yang kita lakukan. Dalam ibadah minggu jika kita berjumpa dengan sesama, bibir kita penuh dengan senyum sebagai tanda keramahan kita. Kita saling berjabatan tangan sebagai tanda salam kita yang hangat dan bersahabat. Kita saling bertegur sapa sebagai tanda sukacita dan kesopanan kita. Semua yang kita lakukan ketika kita saling jumpa dengan sesama dalam ibadah minggu itu adalah merupakan bentuk pengejahwantahan iman kita dalam mewujudkan toleransi kita dengan sesama umat Kristiani. Dalam bertoleransi dengan sesama umat Kristiani ini kita belajar untuk bersikap saling menerima dan saling menghormati.

Nuansa bertoleransi ketika kita beribadah pada hari Minggu itu seharusnya menular juga dalam kehidupan beriman kita dalam keluarga kita masing-masing. Sebagai orangtua seharusnya kita tidak boleh bersikap merasa benar sendiri terhadap anak-anak kita. Kita harus belajar mendengarkan apa yang disampaikan oleh anak-anak kita. Sebagai orangtua seharusnya juga tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak-anak kita. Kita harus belajar untuk menghormati pendapat atau pandangan dari anak-anak kita. Sebagai anak-anak kita juga tidak boleh menganggap bahwa orangtua kita sudah ketinggalan jaman, lalu mengabaikan segala nasehatnya. Sebagai anak-anak kita juga harus tetap mau mendengarkan segala nasehat yang disampaikan oleh orangtua kita. Keluarga beriman adalah keluarga yang mampu untuk memiliki sikap saling menerima dan saling menghormati antar anggota keluarga.

Keluarga beriman juga tidak hidup dalam ruang hampa, tetapi hidup di tengah-tengah dan dalam masyarakat. Setiap hari kita berjumpa dengan anggota masyarakat yang beragam. Bukan hanya berjumpa dengan orang yang berbeda strata sosial saja, tetapi juga berbeda strata pendidikan, budaya, pandangan politik, dan agama. Lalu bagaimana kita harus bersikap? Dalam realita hidup sehari-hari tidak jarang dijumpai orang-orang Kristen yang bersikap ekskulsif yaitu tidak mau mengenal apalagi bergaul dengan anggota masyarakat yang beragam itu. Mereka hanya mau mengenal dan bergaul dengan sesama umat Kristiani saja dan bahkan yang lebih parah adalah hanya mengenal dan bergaul dengan sesama umat Kristiani yang satu gereja saja. Sikap ini akhirnya menimbulkan kecurigaan dari sesama anggota masyarakat yang lainnya. Sikap yang seharusnya kita lakukan sebagai keluarga beriman di tengah masyarakat yang beragam ini adalah sikap yang inklusif yaitu kita bisa mengenal dan bergaul dengan siapa saja tapi tetap berpendirian (baca: beriman kepada Kristus). Kita harus ramah dengan semua orang. Kehadiran kita harusnya memberikan nuansa yang “hangat” dalam pergaulan dengan sesama anggota masyarakat yang beragam ini. Kita harus bersahabat dengan sebanyak mungkin orang. Karena kehadiran kita bukan untuk membangun “tembok pemisah” tetapi membangun “jembatan” dengan sesama anggota masyarakat yang beragam ini. Sebagai keluarga beriman kita harus menjadi penopang bagi terwujudnya toleransi antar umat beragama.

Demikianlah Sapaan Gembala untuk kali ini. Selamat Hari Minggu. Selamat Beribadah Bersama, dan Selamat mengembangkan hidup bertoleransi baik dengan sesama umat Kristiani maupun dengan sesama umat beragama.

Teriring Salam dan Doa,
Forum Pendeta


Minggu, 23 Oktober 2016

KELUARGA BERIMAN: ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Salam Sejahtera dalam Kristus Yesus Tuhan kita bagi Anda semua,

Kami ucapkan selamat berjumpa kembali dalam Sapaan Gembala pada hari ini. Kami berharap Anda semua tetap sehat dan sejahtera dalam menjalankan kehidupan ini. Tanpa kesehatan yang prima kita tidak dapat berkarya yang prima juga. Selain kita memohon pertolongan Tuhan agar kesehatan kita tetap prima, kita sendiri pun perlu selalu untuk tetap menjaga kesehatan kita dengan baik. Dalam kehidupan ini perlu selalu ada keseimbangan antara bekerja dengan ber-rekreasi, antara makanan yang jadi asupan kita dengan olah raga yang perlu untuk kita lakukan, dsb. Kalau saja selalu ada keseimbangan, maka niscaya kita akan tetap sehat, bahagia, dan sejahtera.

Tema bulan keluarga kita tahun ini berfokus pada keluarga beriman. Sebagai keluarga kristiani sudahkah keluarga kita menjadi keluarga beriman? Kami yakin Anda semua akan menjawab dengan kompak dan serentak, ya tentu saja keluarga kami adalah keluarga beriman. Kalau keluarga kita telah menjadi keluarga beriman apa tanda-tandanya? Pasti Anda semua akan menjawab kami sekeluarga setiap hari Minggu selalu beribadah di gedung gereja, kami sekeluarga selalu berdoa bersama, membaca Alkitab bersama, dsb. Tapi bagaimana dengan pola pikir kita, perkataan kita, dan perilaku kita sehari-hari dalam kehidupan ini? Sudahkah merupakan kesinambungan dari peribadahan yang kita lakukan?

Memang kita harus mengakui menjadi keluarga beriman itu tidak hanya sebatas pada hal-hal yang berkaitan dengan peribadahan saja. Tetapi menjadi keluarga beriman itu harus dinampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Kami pun menyadari bahwa menjalankan kehidupan di dunia ini tidak semudah kita membalikkan telapak tangan. Ada banyak masalah yang kerap muncul. Terkadang masalah-masalah itu laksana “buah simalakama”. Sehingga membuat kita sebagai keluarga beriman pun terkadang “serba salah” dalam mengambil keputusan atas masalah-masalah tersebut.

DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia) sekarang PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) pada tahun 1980an pernah menerbitkan sebuah buku yang merupakan hasil konsultasi tentang hidup bergereja di tengah masyarakat majemuk. Buku tersebut diberi judul “Realisme yang Berpengharapan”. Isinya secara singkat mengungkapkan tentang betapa sulitnya gereja-gereja di Indonesia dalam melakukan tugas panggilannya dalam masyarakat. Tapi kesulitan-kesulitan itu tidak boleh menghalangi gereja-gereja di Indonesia untuk mengabaikan tugas panggilannya. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia itu merupakan sebuah realitas yang harus diterima dengan “lapang dada”. Namun gereja-gereja di Indonesia juga tidak boleh hanya terkungkung oleh kesulitan-kesulitan tersebut melainkan tetap harus selalu berpengharapan.

Sikap tersebut di atas seharusnya menjadi sikap kita sebagai keluarga beriman. Walaupun kehidupan keluarga kita setiap harinya selalu penuh dengan masalah dan kesulitan hidup, jangan sampai kita hanya terkungkung oleh masalah dan kehidupan tersebut tetapi harus memiliki pengharapan. Kita harus belajar untuk menerima bahwa masalah dan kesulitan hidup itu merupakan sebuah realitas, sebuah kenyataan. Tetapi sebagai umat kristiani kita sungguh meyakini bahwa “Gusti Ora Sare” (Tuhan Tidak Tidur). Dalam Roma 8:28, dikatakan “kita tahu sekarang,bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.

Sebagai keluarga beriman, kita tidak boleh mengambil “jalan pintas” apalagi dengan menghalalkan segala cara untuk mencari solusi atas masalah dan kesulitan hidup yang kita alami. Kita tetap harus berserah dan berharap pada Tuhan Yesus yang tidak pernah meninggalkan kita. Karena pasti “di balik” segala masalah dan kesulitan hidup yang kita alami itu ada “rancangan” Tuhan untuk kehidupan keluarga kita di waktu yang akan datang. Karena itu, kita tetap harus berdoa dengan tidak jemu-jemu. Jangan sampai kita menyerah pada masalah dan kesulitan hidup tersebut, tetapi kita harus tetap berjuang untuk mencari solusinya dengan tetap berpengharapan bahwa Tuhan pasti akan memberikan solusi yang terbaik.

Demikianlah Sapaan Gembala untuk kali ini. Kami tetap berharap jadilah keluarga beriman walaupun kehidupan keluarga kita penuh dengan “onak” dan “duri”. Keluarga beriman adalah keluarga yang “tidak melarikan diri” dari kenyataan hidup yang sulit, tetapi berani menerima masalah dan kesulitan hidup itu sebagai sebuah kenyataan sambil tetap berpengharapan di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

Teriring Salam dan Doa kami,
Forum Pendeta


Minggu, 30 Oktober 2016

KELUARGA BERIMAN: PEMACU PERUBAHAN DAN PEMBAHARUAN

Salam Sejahtera dalam Tuhan Yesus Kristus bagi Anda semua,

Selamat berjumpa kembali dalam Sapaan Gembala pada hari ini, Selamat Hari Minggu, dan Selamat Beribadah kepada Anda semua, baik dalam Kebaktian Umum (KU) 1, KU 2, KU 3, Kebaktian di Pos Kracak, Kebaktian Remaja, dan Kebaktian Pemuda. Kami berharap kita semua dapat mengikuti kebaktian dengan penuh semangat, suka cita, ketakjuban kita kepada Tuhan Allah dalam Yesus Kristus yang mahabaik dan mahamurah itu.

Waktu memang bergulir cepat, tanpa terasa hari ini kita sudah berada pada tanggal 30 Oktober. Besok, 31 Oktober sebagai Gereja Reformasi/Protestan, kita merayakan Hari Reformasi yang ke-499. Semboyan Gereja Reformasi/Protestan: Ecclesia Reformata Semper Reformanda (Gereja Reformasi adalah Gereja yang terus memperbaharui diri). Ajaran Gereja Reformasi: Sola fide (hanya oleh iman), sola gracia (hanya oleh kasih karunia), dan sola scriptura (hanya oleh kitab suci). Ajaran tersebut dalam kaitan dengan Keselamatan. Keselamatan bagi kita sebagai Gereja Reformasi dipahami bukan karena usaha kita, bukan karena kebaikan kita, bukan karena kesalehan kita, tetapi hanya karena kasih karunia, hanya karena iman yang berpedoman dari kitab suci Alkitab terdiri dari PL (39 kitab) dan PB (27 kitab).

Tanggal 31 Oktober juga merupakan hari yang penting bagi jemaat kita di sini. Karena pada tanggal 31 Oktober 1968 jemaat kita bergabung dengan Gereja Kristen Indonesia Djawa Barat (GKI Djabar). Dalam perkembangannya tanggal 31 Oktober ini oleh jemaat kita dirayakan sebagai Hari Ulang Tahun Gereja kita. Jadi pada tanggal 31 Oktober 2016 ini jemaat kita telah berusia 48 tahun, namun karena pada tanggal 30 Oktober ini ada pertukaran minggu ke-5 GKI (SW) Jabar, maka perayaan HUTnya akan diadakan pada hari Minggu, 6 Nopember 2016, dalam Kebaktian Umum III (17.00) yang sekaligus merupakan penutupan Bulan Keluarga.

Lalu bagaimana Keluarga Beriman harus bersikap dalam Gereja Reformasi/Protestan ini? Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Pemerintah kita mengakui secara resmi 6 (enam) agama yaitu Agama Islam, Agama Kristen Protestan, Agama Kristen Katolik, Agama Hindu, Agama Budha, dan Agama Konghucu. Di samping itu, kita tahu bahwa di Indonesia ini ada banyak agama suku yang tidak dikelompokkan sebagai Agama, tetapi sebagai Religi, misalnya di Jawa Barat ini ada Agama Sunda Wiwitan. Jadi masyarakat kita adalah masyarakat yang beragama, tapi fakta menunjukkan terkadang agama yang dipeluk oleh seseorang itu tidak berbanding lurus dengan perilaku seseorang tersebut. Kalau saja agama yang dipeluk seseorang itu berbanding lurus dengan perilaku seseorang tersebut, maka kehidupan bermasyarakat kita akan jauh dari tindak kejahatan dan ketidak-adilan, karena bukankah setiap agama mengajarkan cinta kasih dan kebaikan kepada sesama? Memang kita tidak perlu menunggu orang lain untuk melakukan cinta kasih dan kebaikan. Lagu tema Bulan Keluarga mengajak kita untuk mulai dari diri sendiri. Ya, kita mulai dari diri kita sendiri untuk melakukan cinta kasih dan kebaikan kepada sesama kita.

Sebagai Keluarga Beriman yang terhisab dalam Gereja Reformasi, semboyan Gereja Reformasi pun seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita. Ecclesia Reformata Semper Reformanda. Keluarga kita harus selalu mengalami perubahan dan pembaharuan setiap waktu. Jika sebagai kepala keluarga kita selama ini kurang memperhatikan anggota keluarga kita dengan baik, maka sekaranglah waktunya bagi kita untuk “bertobat” yaitu memperhatikan anggota-anggota keluarga kita dengan penuh cinta kasih. Jika sebagai suami kita telah terjerumus pada jalan yang salah yaitu dengan “memiliki” wanita idaman lain, maka sekaranglah waktunya kita untuk “bertobat” yaitu dengan meninggalkan yang salah itu menuju kehidupan keluarga beriman yang harmonis. Jika sebagai ibu rumah tangga kita selama ini terlalu memaksakan “kehendak” kepada anak-anak kita, maka sekaranglah waktunya untuk “bertobat” yaitu menghargai anak-anak kita dengan segala kompetensi yang dimiliknya untuk dikembangkan dengan baik di masa depan. Jika sebagai anak kita selama ini menganggap orangtua kita “kolot”, maka sekaranglah waktunya kita untuk “bertobat” yaitu dengan selalu mau mendengar nasehat-nasehatnya betapa pun “menyakitkannya” bagi kebaikan kita.

“Pertobatan” ini seharusnya menjadi pemicu bagi kita untuk memacu perubahan dan pembaharuan setiap waktu dalam kehidupan keluarga kita sebagai Keluarga Beriman. Keluarga Beriman harus berani untuk menunjukkan tanggungjawab, kedisiplinan, dan keteladanan di dalam kehidupannya. Kalau saja setiap Keluarga Beriman dapat menunjukkan tanggungjawab, kedisiplinan, dan keteladanannya, maka tentunya akan bermuara pada perubahan dan pembaharuan pada “dunia” di sekitarnya. Karena itu, melalui Sapaan Gembala hari ini, kami ingin mengajak kepada setiap dan semua Keluarga Beriman untuk mewujud-nyatakan tanggungjawabnya dalam segala hal di tengah kehidupan ini. Kami juga ingin mengajak Keluarga Beriman, marilah kita tingkatkan kedisiplinan dalam kehidupan ini. Juga yang tak kalah pentingnya, kami pun ingin mengajak Keluarga Beriman untuk selalu menunjukkan keteladanannya baik dalam pemikiran, tutur kata, maupun dalam perilaku kita sehari-hari.

Demikianlah Sapaan Gembala untuk kali ini. Kiranya Tuhan Yesus Sang Kepala Gereja selalu mengaruniakan kepada kita sebagai Keluarga Beriman untuk terus mengalami perubahan dan pembaruan setiap waktu.

Teriring Salam dan Doa Kami,
Forum Pendeta