MENGAPA ADA KONFLIK DALAM KELUARGAKU?
Konflik merupakan sebuah situasi akibat adanya perbedaan yang menyebabkan pergunjingan antara beberapa pihak. Peristiwa ini seringkali ditemui dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari dunia pekerjaan, pelayanan, dan keluarga. Dalam perenungan kali ini, saya ingin memfokuskan pada konflik dalam kehidupan Keluarga Kristen. Keluarga Kristen yang didasari oleh kasih Kristus tidak lepas dari sebuah konflik yang kadang kala menyebabkan anggota di dalamnya tidak saling sapa, tegur, dan peduli. Mengapa konflik bisa terjadi dalam kehidupan keluarga Kristen yang mengedepankan kasih? Pertanyaan tersebut akan kita hayati melalui perenungan Firman Tuhan yang diambil dari Matius 20:26-28.
Injil Matius 20:26-28 mengisahkan pengajaran Tuhan Yesus Kristus untuk menegaskan kepada muridNya yang menginginkan kedudukan dalam Kerajaan Sorga. Tuhan Yesus Kristus mengingatkan bahwa setiap orang yang ingin menjadi terbesar haruslah Ia melayani. Melayani berarti memberi diri untuk orang lain, ia tidak mencari pujian namun kehadirannya membuat orang merasakan kasih Tuhan. Pengajaran ini diberikan untuk mengubah cara pandang para murid yang berkonflik akibat merebutkan posisi dalam Kerajaan Sorga. Pola pikir yang ingin dihargai, mendapat pujian serta pengakuan merupakan akar dari konflik yang perlu ditanggulangi oleh Tuhan Yesus Kristus untuk para muridNya. Dengan mengubah konsep berfikir tersebut, Tuhan Yesus Kristus mengajak para muridNya untuk mampu benar-benar tulus melayani agar konflik di masa mendatang dapat diredam.
Pengajaran yang Tuhan Yesus Kristus berikan kepada para murid menjadi pengingat juga bagi setiap Keluarga Kristen yang hidup saat ini. Konflik yang sering terjadi dalam keluarga kadang kala terjadi akibat masalah sepele yaitu perbedaan pendapat. Perbedaan ini mampu menimbulkan dampak yang cukup besar. Melalui pengajaran Tuhan Yesus Kristus, setiap keluarga disadarkan untuk mengedepankan kesadaran dalam berkomunikasi di tengah keluarga. Kesadaran bahwa setiap anggota keluarga memiliki perbedaan yang perlu diakomodir bukan dikonfrontir. Meredam ego yang ingin didengar, dihargai, dan diakui menjadi solusi yang Tuhan Yesus Kristus tawarkan bagi kehidupan Keluarga Kristen. Hal inilah yang perlu terus dilatih agar Keluarga Kristen mampu melayani dengan tulus sehingga setiap konflik dapat diredam sejak awal. Tuhan menolong setiap keluarga untuk melatih diri untuk saling melayani guna meredam konflik sejak dini.
Forum Pendeta
MERAYAKAN PERBEDAAN, MENERIMA KEADAAN
Setiap orang yang memutuskan untuk menikah memiliki ekspektasi dalam menjalaninya kelak. Namun, ekspektasi tersebut kadangkala tidak dapat terpenuhi dalam sebuah pernikahan Kristen. Beberapa pasangan mengalami kekecewaan dalam pernikahannya karena ekspektasi yang dipikirkan berbeda dengan kenyataan. Tidak sedikit yang menyatakan bahwa pasangannya berubah dalam menjalani pernikahan, hal ini yang membuat sebuah pernikahan akan menjadi hambar serta dingin. Lalu, bagaimana mengatasi pernikahan Kristen yang menjadi dingin akibat kekecewaan? Mari kita belajar dari Firman Tuhan yang diambil dari 1 Korintus 12:12-26.
Rasul Paulus menghadapi jemaat Korintus yang beraneka ragam latar belakang, ia melihat masalah krusial dalam kehidupan jemaat tersebut. Jemaat Korintus yang memiliki perbedaan diminta untuk hidup bersama dalam Kasih Tuhan Yesus Kristus. Paulus mengingatkan mereka ketika hidup bersama di dalam Tuhan Yesus Kristus perlu memiliki kesadaran ketika menjalaninya. Kesadaran yang dibangun oleh Paulus adalah tentang memahami tentang perbedaan dan menerimanya. Kesadaran bahwa setiap orang berbeda merupakan sebuah ide tentang memahami perbedaan bukan menjadi alasan perpecahan tetapi untuk saling melengkapi. Maka ketika mereka mau memahami sebuah perbedaan, setiap orang diajak untuk menerima keadaan yang ada untuk saling membangun.
Pernikahan Kristen yang saat ini mulai terasa hambar serta dingin akibat kekecewaan yang dihasilkan oleh perbedaan yang ada, dapat diatasi dengan kesadaran yang Rasul Paulus ajarkan. Setiap anggota keluarga perlu memiliki kesadaran bahwa pasangan serta anak yang Tuhan anugerahkan memang memiliki perbedaan dengan kita. Perbedaan tidak dijadikan alasan untuk apatis melainkan dapat dijadikan salah satu sumber untuk bertumbuh. Di dalam perbedaan setiap orang diajak untuk saling mengisi dan menguatkan satu dengan yang lain. Perbedaan yang dimiliki patut dirayakan bersama agar setiap orang mampu menerima keadaan sehingga kekecewaan dapat terkikis. Marilah kita merayakan perbedaan agar dapat menerima keadaan sehingga mampu menjaga kehangatan dalam keluarga yang beralaskan kasih Kristus.
Forum Pendeta
KELUARGA: RUANG BERPULIH DAN BERLATIH
Membangun keluarga merupakan sebuah langkah berani yang dilakukan oleh manusia. Mengapa seperti itu? Mengelola kehidupan keluarga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena orang-orang di dalamnya dituntut untuk terus belajar. Ada tahapan dalam hidup berkeluarga, 0-5 tahun sebuah keluarga akan diuji dengan keadaan finansial yang naik-turun, 6-10 tahun keluarga akan diuji dengan konflik internal, dan 11-15 tahun keluarga akan mendapat ujian tentang ketakutan akan masa depan. Tahapan yang ada menunjukkan bahwa membangun keluarga bukan perkara yang mudah sehingga memerlukan waktu untuk dapat dikatakan stabil. Melihat tahapan yang ada, dapat dikatakan juga bahwa sebuah keluarga akan mengalami kesulitan sehingga mungkin akan ada beberapa rumah tangga yang kandas di tengah perjalanan. Bagaimana setiap keluarga Kristen mampu bertahan dalam realita tersebut? Marilah kita merenungkan Firman Tuhan dalam Injil Lukas 15:11-32.
Injil Lukas 15:11-32 menceritakan sebuah perumpamaan yang Tuhan Yesus Kristus ajarkan untuk menggambarkan kasih setia Tuhan. Tuhan menunjukkan sebuah sikap manusia yang mungkin saja melakukan kesalahan dalam kehidupannya dan pergi meninggalkan-Nya. Dalam perjalanan kehidupan yang sulit, manusia mendapat kesempatan untuk merenungkan keadaannya untuk mengingat pekerjaan Tuhan dalam hidupnya. Momen untuk mengingat ini membawa manusia yang berdosa untuk kembali pada Tuhan. Proses kembalinya sang anak yang diterima oleh Sang Bapa menunjukkan bahwa tangan Tuhan selalu terbuka bagi setiap orang yang mau berpulih di dalamNya. Ketika sang anak yang kembali dari kesalahannya diterima dengan baik, maka anggota keluarga yang lain diajak untuk berlatih memahami kompleksitas kasih dari Sang Bapa. Kasih yang tidak memandang apa pun sehingga ia diberikan secara gratis bagi setiap orang yang ingin berpulih.
Keluarga Kristen yang terus berproses di dalam setiap tahapan kehidupan dapat memegang prinsip berpulih dan berlatih yang Tuhan Yesus Kristus ajarkan melalui perumpamaan anak yang hilang. Setiap keluarga diajak menjadi ruang setiap anggotanya berpulih dari setiap kesalahan yang telah dilakukan. Berpulih dapat terwujud ketika setiap anggota keluarga mampu menerima tanpa syarat anggota keluarga yang terjatuh dalam kesalahan. Tidak hanya berhenti pada penerimaan, keluarga Kristen pun diajak untuk berlatih menerapkan kasih tanpa syarat dalam kehidupan. Hal ini dimaksudkan untuk membuat setiap anggota keluarga dapat benar-benar menerima dengan tulus keberadaan orang yang mereka kasihi. Oleh sebab itu, keluarga Kristen perlu membuat ruang berpulih dan berlatih bagi setiap anggotanya agar mampu melewati tahapan dalam kehidupan dengan baik karena terus berpegang pada pengajaran Tuhan.
Forum Pendeta
MENEMUKAN KASIH DALAM KELUARGA
Orang Kristen selalu memiliki sebuah kata pamungkas ketika berjumpa dengan realita kehidupan, apa itu? Ya, “kasih” merupakan sebuah kata yang biasanya dikatakan oleh orang Kristen untuk menguatkan atau menghibur diri ketika menghadapi pergumulan. Kata kasih bukan hanya sekadar sebuah ide yang menjadi buah pemikiran belaka. Namun, ia merupakan kata kerja yang bisa dipahami dengan sebuah tindakan nyata dan bukan menjadi sebuah kata-kata pemanis saja. Orang Kristen diajak untuk mampu menerapkan kasih dalam setiap sendi kehidupan. Meskipun orang Kristen dituntut untuk melakukannya, sering kali kita gagal untuk menerapkannya. Lalu, bagaimana kita mampu terbiasa dengan melakukan tindakan kasih dalam kehidupan ini? Mari kita berlatih dalam keluarga yang telah Tuhan percayakan dengan mengingat Firman Tuhan dari 1 Korintus 13:4-7.
Rasul Paulus dalam surat 1 Korintus 13:4-7 memberikan beberapa pengertian kasih yang perlu dilatih dalam kehidupan. Ia menjelaskan bahwa kasih itu sabar, murah hati, ia tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong (1 Kor 13:4). Penjelasan tersebut menuntun para pembacanya untuk tergerak mewujudnyatakan kasih yang telah Tuhan ajarkan. Paulus menyadari bahwa para pembacanya memiliki komunitas bahkan hidup dalam keluarga. Ia menjelaskan ke dalam sesuatu yang konkrit adalah untuk dikerjakan dalam kehidupan. Namun, untuk memiliki kebiasaan kasih setiap orang didorong untuk melatihnya dalam kehidupan yang mereka miliki. Penjelasan kata kasih yang dijelaskan merupakan sebuah implementasi dari sebuah ide besar yaitu Tuhan yang selalu menerima dan mengampuni umat-Nya. Oleh sebab itu, setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi pelaku kasih yang nyata dalam kehidupan ini.
Keluarga yang Tuhan percayakan dapat kita jadikan untuk tempat berlatih melakukan kasih agar terbiasa melakukannya dalam lingkup yang lebih luas nantinya. Sabar dan murah hati dapat kita lakukan ketika menghadapi anak-anak yang Tuhan percayakan. Kita dapat mendidik mereka dengan penuh kesabaran dan murah hati meskipun sulit karena anak-anak masih sulit diatur. Kasih yang tidak cemburu dapat dilatih oleh anak-anak yang mampu menerima keberhasilan saudaranya serta memberi dukungan dalam kehidupannya. Kasih yang tidak memegahkan diri dan sombong dapat dikerjakan oleh semua anggota keluarga agar mampu merawat setiap hati. Hal ini dikarenakan memegahkan diri dan kesombongan hanya akan menyakiti orang-orang yang ada di sekitar kita. Oleh sebab itu, marilah kita mempraktikkan kasih dengan terus melatihnya dalam keluarga kita agar Kasih Tuhan yang menerima dan mengampuni mampu dirasakan secara nyata.
Forum Pendeta
MENDENGAR AGAR TAK INGKAR
Sejak usia anak-anak biasanya sebagian dari kita pasti pernah dinasihati oleh orang tua, guru, dan Pembina rohani di gereja. Situasi tersebut kadang tidak mengenakkan karena kita berada dalam posisi diam dan diminta untuk mendengarkan. Kadang kala juga, nasihat yang diberikan hanya lewat di telinga kita tanpa pernah tertanam dalam hati dan pikiran. Semakin dewasa kita, nasihat yang diberikan semakin sedikit dan situasi menuntut kita untuk dapat menentukan mana yang baik serta buruk. Sikap tidak mau mendengarkan nasihat sejak usia anak-anak mendorong kita untuk ingkar dalam menjalani kehidupan.
Tidak jarang kita mengadalkan diri sendiri sehingga tanpa disadari sudah salah jalan. Mendengarkan nasihat, perintah, dan ajaran merupakan sebuah sikap yang perlu dimiliki oleh seorang yang sudah menyerahkan dirinya untuk kemuliaan Tuhan. Alkitab mencatat sebuah kisah dari seorang Nabi yang mampu menolong bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Ia adalah Nabi Musa, seorang yang biasa namun Tuhan mau memakainya untuk menyatakan karya keselamatan-Nya. Keluaran 3, 4:1-17 mengisahkan bagaimana Musa diutus untuk menggembalakan umat Israel. Ada ketakutan dalam dirinya sehingga ia sempat ingin menolaknya dengan melihat kelemahan yang ada dalam dirinya. Tuhan melihat hal yang lain dalam diri Musa yaitu bahwa ia akan mampu membawa umat Israel keluar dari Mesir. Musa hanya diminta untuk medengarkan apa yang sudah Tuhan perintahkan dan Ia akan menyertainya. Walaupun ada kesempatan untuk ingkar tetapi Nabi Musa memilih untuk medengarkan apa yang Tuhan perintahkan. Dengan penyertaan Tuhan, Nabi Musa mampu membawa umat Israel keluar dan mejadi orang yang berpengaruh bagi kehidupan bangsa itu. Musa hanya mendengarkan maka ia mampu melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Kehidupan kita sebagai orang percaya memang dipenuhi oleh lika-liku kehidupan yang menggoda untuk ingkar. Sedari anak-anak kita sudah sering dinasihati, diperingatkan, dan ditegur demi kebaikan kita di masa mendatang. Tetapi kedagingan yang kita miliki memaksa untuk ingkar dari semua nasihat sehingga kita terjebak dalam kuasa dosa. Padahal kita diminta untuk mampu mendengarkan suara Tuhan sebagai pembimbing kehidupan dan hal itu sudah didapatkan sejak usia anak-anak. Apakah terlambat untuk dapat mendengarkan Tuhan? Mendengarkan Tuhan tidak pernah terlambat tetapi maukah kita menekan kedagingan untuk mampu membuka telinga dan hati dalam mendengarkan setiap pengajaranNya?
Dengar dengan baik setiap teguran dan perintahNya maka engkau akan merasakan kekuatan setiap hari.
Forum Pendeta